Langsung ke konten utama

Unggulan

KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (25 - CHAPTER TERAKHIR)

Dua Masa Satu Pilihan   Suara burung menyelinap lewat celah jendela yang sedikit terbuka. Cuitannya berkicau riang di kejauhan, seperti bisikan lembut dari dunia yang lama ku tinggalkan, memanggilku kembali dengan hangat. Aku membuka mata perlahan. Bukan halaman istana yang sunyi penuh reruntuhan dan sisa pertempuran, bukan langit kelabu Goryeo yang muram. Yang ku lihat pertama kali adalah langit-langit kamarku, terbuat dari panel kayu berwarna cokelat madu dengan ukiran tipis yang rapi, dipadu dengan cahaya lembut dari lampu tersembunyi. Pancaran cahayanya membalut ruangan dalam keheningan yang menenangkan.  Jantungku masih berdegup kencang, keringat dingin membasahi pelipis. Aku mengenakan piyama tidurku, kain lembut yang begitu asing jika dibandingkan dengan hanbok yang biasa ku pakai selama di masa lalu. Seketika aku terduduk di atas ranjang, nafasku terengah. Aku bisa merasakan luka, perih, air mata, dan kehangatan terakhir dari Xiao Yuer di pangkuanku. Tanganku gem...

KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (16)


 

  Senang Melihatmu Kembali

            Senja hari itu, memberiku bayangan menakutkan luar biasa. Bayangan tentang kemungkinan aku akan kehilangan seseorang yang sangat ku sayang, dan mungkin juga, mulai ku cinta. Aku menyadari satu hal, aku benar-benar takut kehilangan Hwang In, yang sekarang berada di dalam tubuh lamanya sebagai Gongmin. Meski moment mencekam sudah berlalu, tapi jantungku tidak bisa berhenti berdebar karena merasa gelisah, rasanya aku masih sulit bernafas, jika belum mendengar kabar Putra Mahkota sadarkan diri dan membuka matanya.

            “Tuan Putri… Tuan Choe, ada kabar baik. Yang Mulia Putra Mahkota sudah sadarkan diri, beliau baru saja membuka matanya dan menanyakan keberadaan Putri Noguk.”, seorang dayang berlari menghampiriku dan Choe Yeong yang kala itu sedang berada di pavilion. Dayang membawa kabar tentang perkembangan Yang Mulia, dia adalah salah satu dayang yang bertugas di kediaman Putra Mahkota.

            Tanpa berpikir panjang, aku berlari menuju kediaman Putra Mahkota untuk menemuinya, aku berlari sambil menangis terharu. “Hwang In, kamu kembali… terimakasih sudah kembali. Kita berdua tidak boleh terluka disini, kita harus kembali ke masa depan dengan aman dan selamat.”, ucapku dalam hati. Sesekali aku menyeka air mata yang bergulir basahi pipi. Aku bahkan terlupa menggunakan alas kaki saat berlari.

Choe Yeong: “Putri Noguk… sepatumu!” (Berteriak karena aku meninggalkan sepatuku). “Dia secemas itu pada Putra Mahkota, mereka benar-benar saling mencintai.” (Bergumam sambil tersenyum).

            Choe Yeong berjalan mengikutiku menuju ke kediaman Putra Mahkota, dia juga membawakan sepatuku. “Silahkan masuk Tuan Putri, Yang Mulia sudah menunggu.”, seorang kasim membuka pintu kamar Putra Mahkota, mempersilahkan aku untuk masuk. Aku mengangguk dan mengucapkan terimakasih pada kasim, setelah aku masuk, kasim itu menutup pintunya lagi.

Aku: “Hwang In, dasar bodoh!” (Memanyunkan bibir, berjalan mendekat).

Gongmin: “Aku masih sakit, jangan mengomeliku. Seharusnya kamu datang memberiku pelukan.”

Aku: “Seperti ini?” (Duduk di atas kasur lantai milik Putra Mahkota, duduk disampingnya, dan memeluknya).

Gongmin: “Uhum seperti ini, rasanya nyaman sekali memelukmu erat, rasanya tenang saat ada kamu di dekapanku.” (Memelukku erat, sesekali mencium kepalaku). “Byeol.” (Panggilnya lembut).

Aku: “Uhum?” (Bersadar pada dada Putra Mahkota, sedikit mendongakkan kepala menatap wajahnya).

Gongmin: “Aku mencintaimu, aku menyayangimu, aku takut tidak menemukanmu disisiku. Jangan terluka, jangan menghilang, jangan menjauh dariku, ini titah!” (mengusap pipiku, perlahan mengecup bibirku).

            Ku pejamkan mataku, saat bibir Putra Mahkota menyentuh bibirku, kami berdua mempererat pelukan kami satu sama lain, kecupan hangat itu terasa sulit diakhiri, ciuman kami semakin dalam, bibir kami saling melumat dengan lembutnya. Nafas Putra Mahkota semakin berat, bersamaan dengan hal itu, gerakan bibirnya saat melumat bibirku semakin memburu.

Aku: “Tunggu dulu!” (Menatap Putra Mahkota dengan tatapan sayu, sambil mengatur nafas).

Gongmin: “Ada apa? Kamu keberatan melakukannya denganku?” (Terengah-engah).

Aku: “Bukan begitu, hanya saja… aku tidak bisa bernafas. Bisakah kamu melakukannya lebih lembut? Ini pengalaman pertamaku.” (Dengan pipi mulai memerah).

Gongmin: “Maaf karena terlalu terburu-buru, aku akan melakukannya dengan lebih lembut kali ini. Mmm ini juga pengalaman pertamaku, jadi harap maklum, jika aku sempat tidak dapat mengontrol gairah diri sendiri.” (Tersipu).

Aku: “Oh, tidak apa. Aku memahaminya.” (Ikut tersipu). “Tapi bagaimana dengan lukamu? Bukankah masih terasa sakit? Kamu yakin itu akan baik-baik saja?” (Menatap bola mata indah Putra Mahkota).

Gongmin: “Aku yakin, aku ingin kamu jadi obatku.” (Perlahan mengecup leherku).

Aku: “Eeeeeuuummhhh Yang Mulia.” (Meremas lembut rambut Putra Mahkota).

            Putra Mahkota membawaku berbaring tanpa menghentikan aksinya memberiku kecupan, bukan hanya mengecup leherku, Yang Mulia memberikan beberapa gigitan disana, 2 tanda merah di leherku sengaja dibuatnya. Beberapa kali Putra Mahkota juga mengulum telingaku, mengecup belakang telingaku, kemudian kembali mengecup leherku, dia lakukan berulang, membuatku semakin terangsang.

            Aku tidak tahan untuk mengeluarkan desahan karena sentuhannya, Putra Mahkota sempat menjauhkan tubuhnya, berhenti mengecupku. Dia melepaskan satu persatu pakaiannya sampai tidak ada sehelai kain pun melekat pada tubuh kekarnya. Melihatnya tanpa busana, membuatku semakin gugup, aku juga tidak bisa membohongi perasaanku, aku mengagumi itu. Setelahnya dia kembali mendekat, dia kembali mengecup bibirku, disela ciuman kami, dia melepaskan satu persatu pakaianku. Ditariknya tali hanbok yang aku kenakan dengan penuh kehati-hatian.

Gongmin: “Kamu benar-benar cantik nona Byeol.” (Menatapku penuh kagum saat aku tanpa busana seperti dirinya).

Aku: “Berhenti melihatku! Lakukan saja yang ingin kamu lakukan, jangan membuatku semakin malu, Hwang In.” (Menutupi dada dengan tangan).

Gongmin: “Sungguh menggemaskan, singkirkan tanganmu! Aku ingin memegangnya, boleh?”

            Aku tidak menjawab, aku hanya mengangguk dan menurut. Dia benar-benar menyentuhku disana, aku cukup menikmatinya, dia meremasnya dengan lembut. Saat menyadari aku kembali gugup, dia mencium bibirku lagi, itu membuatku menjadi lebih relax. Untuk adegan selanjutnya, aku terlalu malu menceritakannya. Yang pasti dia mengeksplor tubuhku, kami berdua menghabiskan malam bersama dengan bercinta. Sebelum pada inti bercinta, dia sempat mengecup keningku, kemudian mengecup mata, mengecup pipi, mengecup hidungku, terakhir mengecup bibirku, dia juga membisikkan ungkapan perasaan. Aku membalas berbisik padanya, tentang perasaanku. Pada akhirnya ungkapan perasaan itu berubah menjadi desahan yang bersahutan.

Choe Yeong: “Aku ingin bertemu Putra Mahkota, kabarkan kedatanganku.” (Sesampainya di kediaman Putra Mahkota).

Kasim: “Maaf Tuan Choe, tanpa mengurangi rasa hormat, Tuan dilarang masuk.” (Membungkuk meminta maaf).

Choe Yeong: “Tapi di dalam bukankah ada Putri Noguk? Kenapa aku dilarang masuk?!” (Merasa heran).

            Choe Yeong tampak bingung, dia belum memahami situasi yang terjadi disana. Dirinya mulai memahami saat melihat para dayang dan beberapa pengawal tersenyum tidak biasa. Membuat Choe Yeong curiga.

Choe Yeong: “Mereka sedang menghabiskan malam bersama?” (Berbisik pada kasim).

Kasim: “Begitulah Tuan.” (Tersenyum malu tanpa alasan).

Choe Yeong: “Aaarrggghh yang benar saja, padahal tinggal menghitung hari upacara pernikahan mereka diselenggarakan. Keduanya sungguh tidak sabaran, Yang Mulia seperti dimabuk cinta.” (Menggelengkan kepala dan tersenyum). “Kalau begitu, aku tinggalkan sepatu ini disini. Ini milik Putri Noguk, kalian jangan membuat suara yang mengganggu istirahat mereka. Aku pergi dulu.” (Meninggalkan kediaman Putra Mahkota).

            Kasim, para dayang, dan juga para pengawal, membungkuk memberi hormat pada Choe Yeong yang melangkah pergi dari sana. Di tengah perjalanan, Choe Yeong berpapasan dengan rombongan Ratu dan dayangnya yang berniat menjenguk Putra Mahkota.

Ratu: “Tuan Choe Yeong, kamu dari kediaman Putra Mahkota? Bagaimana keadaan putraku sekarang?”

Choe Yeong: “Yang Mulia Ratu.” (Membungkuk memberi hormat). “Ratu tidak perlu cemas, Putra Mahkota sudah sadarkan diri. Yang Mulia Putra Mahkota, sudah membaik, racun dalam tubuhnya juga sudah berhasil dinetralisir. Mmm Ratu berniat menemui Putra Mahkota?” (Lanjutnya).

Ratu: “Tadi Nara datang ke kediamanku dan berusaha menenangkanku. Setelah Nara pamit pulang, aku sadar… kalau aku tidak akan pernah bisa tenang hanya dengan duduk berdiam, menunggu kabar. Aku ingin memastikan sendiri bagaimana keadaan putraku.”

Choe Yeong: “Aku memahami kecemasan Yang Mulia Ratu, hanya saja saat ini Ratu tidak bisa mengunjunginya. Aku juga baru saja tertolak saat berniat menemui Putra Mahkota.” (Tersenyum kikuk).

Ratu: “Apa maksudmu tertolak? Siapa yang melarangmu? Apakah tabib? Tabib-tabib itu tidak akan pernah bisa mengusirku!! Aku akan tetap mengunjungi putraku!” (Terlihat kesal, semakin bergegas menuju kediaman Putra Mahkota).

Choe Yeong: “Ratu… Yang Mulia Ratu… Yang Mulia salah paham.” (Memukul keningnya sendiri karena bingung harus melakukan apa, sedangkan Ratu seakan tidak menghiraukan peringatannya).

            Melihat Ratu yang datang dengan ekspresi kesal membuat kasim, dayang, dan pengawal di kediaman Putra Mahkota menjadi cemas. Mereka takut salah bicara, jika Ratu menanyakan sesuatu.

Ratu: “Kenapa kalian semua berjaga di luar kediaman? Bukan di dalam?!” (Bertanya dengan tatapan tajam).

Kasim: “Ini perintah Putra Mahkota, tidak ada yang boleh masuk dan mengunjungi kediamannya sampai besok.” (Dengan nada bergetar).

Ratu: “Aku tau, ini hanya taktik kalian ingin menutupi tentang perkembangan kondisi putraku kan! Siapapun yang berani melarangku masuk, akan aku berikan hukuman yang berat! Jadi kalian semua menepilah!!! Ini titah Ratu negeri ini.” (Menerobos masuk).

            Mendengar kemarahan Ratu, tidak ada satupun berani menghalangi. Betapa terkejutnya Ratu saat membuka pintu kamar Putra Mahkota, Ratu melihat Putra Mahkota dan aku tertidur pulas saling berpeluk tanpa busana dibalik selimut. Ratu segera kembali menutup pintu, berusaha tidak mengeluarkan suara yang mungkin saja membangunkan aku atau putranya. Ratu yang masuk dengan penuh amarah, raut wajahnya berubah drastis, menjadi penuh senyuman yang tiada habisnya, sewaktu keluar dari kediaman Putra Mahkota.

Choe Yeong: “Yang Mulia Ratu benar-benar menerobos masuk?” (Terengah karena berusaha mengejar Ratu).

Ratu: “Uhummm aku melihatnya.” (Tersenyum malu). “Putraku benar-benar sudah dewasa, siapa sangka Putra Mahkota dan calon Putri Mahkota, menghabiskan malam bersama.” (Tersipu saat mengingat apa yang dilihatnya).

            “Yang Mulia Ratuuuuu.”, ucap para dayang disana secara serentak. Berusaha menghentikan Ratu yang hampir saja membeberkan apa yang dilihatnya.

Ratu: “Maafkan aku sudah salah paham, saatnya aku berhenti bicara. Aku tidak bisa mengendalikan rasa bahagiaku, aku sudah membayangkan masa-masa indah dimasa depan, saat aku menggendong cucu. Aku akan kembali ke kediamanku, jangan beritahu Putra Mahkota jika aku berkunjung. Aku akan berkunjung lain waktu.” (Melangkah pergi kembali ke kediaman Ratu).

            “Siap laksanakan perintah Yang Mulia Ratu, kami akan merahasiakannya dari Putra Mahkota.”, para dayang, pengawal, dan kasim, kembali menjawab serentak, sambil membungkuk memberi hormat. Disaat Ratu meninggalkan kediaman Putra Mahkota, Choe Yeong melakukan hal yang sama. Dengan langkah gontai, dia menyusuri jalanan istana menuju biro keamanan, itu seperti kantor baginya. Semua pengawal istana beristirahat disana, di jam-jam bebas tugas. Sesekali dia melihat langit senja, dia berharap ketenangan istana yang dia rasakan sore itu, tidaklah cepat berlalu.

            Dibalik harapan Choe Yeong, ternyata musuh masih belum menyerah, Taeguk tidak berani kembali ke istana setelah kejahatannya diketahui oleh Raja. Dengan kecerdasan yang dimilikinya, tentu saja Taeguk selalu menemukan tempat perlindungan yang aman, dan memungkinkannya untuk menyusun rencana licik lainnya. Di suatu tempat yang jauh dari istana, Taeguk membuat keributan lagi, tempat persembunyian yang dipilih oleh Taeguk ialah camp Mongol.

Xiao Yuer: “Apa yang kamu lakukan disini?!” (Baru saja tiba di camp, setelah menghantar pulang Hye Soo yang sebelumnya masih tertinggal di pasar saat bersembunyi dari keributan).

Taeguk: “Selamat datang saudaraku, kenapa menyambutku seperti itu? Kamu tidak lihat, aku sedang berdiskusi dengan ayahmu?” (Menyeringai).

            Xiao Yuer menatap ke arah jendral Guozhi, ayahnya. Tatapannya, seolah meminta penjelasan kepada ayahnya, kenapa ayahnya bersikap ramah dan menyambut seorang pengkhianat di camp mereka?

Xiao Yuer: “Ayah! Kenapa ayah hanya diam saja? Ayah tau? Pengkhianat ini hampir membunuh Noguk kita!” (Mulai kehilangan kendali).

Guozhi: “Yuer tenanglah, duduk dulu. Ayah hanya menyambutnya karena ingin tau, apa maksud sebenarnya dari kedatangannya ke camp kita. Kendalikan emosimu!”

            Mendengar titah ayahnya, Xiao Yuer menurut meski sambil mendengus kesal, dirinya tidak tahan saat melihat wajah Taeguk dihadapannya.

Guozhi: “Kamu bilang ingin memberiku penawaran, tawaran seperti apa tepatnya?” (Menoleh ke arah Taeguk).

Taeguk: “Aku tau apa yang sebenarnya kekaisaran Mongol telah rencanakan! Kalian sebenarnya ingin menghancurkan kami! Resistensi Goryeo menghasilkan perjanjian damai yang syaratnya kerajaan dapat meneruskan silsilah keturunan dan kedaulatan raja-rajanya. Namun begitu, rezim militernya dikendalikan dan otoritasnya dipegang oleh monarki. Mongol mensyaratkan Goryeo untuk menyediakan tentara dan material untuk persiapan menyerbu Jepang. Mongol juga membebankan upeti dan Goryeo diharuskan mengganti pemimpin sesuai dengan keinginan istana Dinasti Yuan. Apa aku benar?”

Guozhi: “Jika benar, kamu mau apa? Bekerjasama dengan kami? Saat kamu memutuskan itu, bukankah stempel pengkhianat pada dirimu semakin jelas?”

Taeguk: “Mereka sudah menganggapku begitu, untuk apa membersihkan nama? Mereka yang membuatku seperti ini, hidupku dan hidup ibuku hancur ditangan mereka. Aku akan membuat mereka sama hancurnya, ini harga yang harus dibayar!” (Mengepal tangannya, tatapannya penuh dengan dendam).

Xiao Yuer: “Ayah tidak akan bekerjasama dengan dia kan? Bagaimana dengan Noguk, ayah?!” (Bangkit dari duduknya, menunjukkan ketidak setujuannya).

Taeguk: “Lemahhh! Jika ayahmu bekerjasama denganku, ada kemungkinan ayahmu akan naik jabatan atau mendapat penghargaan dari kaisar kalian. Dengar Yuer! Untuk menangkap sesuatu yang besar, harus memiliki umpan. Untuk mendapat kedudukan lebih tinggi harus ada yang dikorbankan.” (Merapikan pakaian Yuer, dan menepuk bahunya).

Xiao Yuer: “Singkirkan tangan kotormu dariku! Jangan berani menyentuhku atau adikku! Sampai kapanpun aku tidak akan mengorbankan keluargaku untuk ambisimu!” (Menatap tajam Taeguk). “Bukankah ayah berjanji akan segera mengundurkan diri dari pemerintahan? Ingat janji ayah pada Noguk, ayah dan aku terlalu sering mengecewakan dia, kita tidak memiliki waktu bersama karena terlalu sibuk dengan urusan lain. Noguk selalu kesepian! Kali ini, jangan mengecewakan dia lagi. Jika ayah merasa tidak mampu melawan titah kaisar atau tidak memiliki wewenang apapun untuk merubahnya, setidaknya jangan terlibat di dalamnya!!!” (Menoleh ke arah jendral Guozhi dengan tatapan kecewa).

            Xiao Yuer yang diselimuti kekesalan memutuskan untuk meninggalkan camp, dengan menunggangi kuda miliknya. Selama perjalanan Xiao Yuer memikirkan cara untuk menggagalkan rencana apapun yang dibuat oleh Taeguk. Xiao Yuer ingat kalau ayahnya pernah memberinya lencana. Lencana itu memiliki kekuatan militer, berguna untuk mengambil seribu pasukan. “Aku akan menggunakan lencana ini untuk melindungi Noguk, akan ku kirim bala bantuan jika Taeguk benar-benar mengirim prajurit untuk memberontak kerajaannya sendiri!”, gumamnya penuh keyakinan.

            Dalam kepala Yuer juga terbesit menyiapkan rencana cadangan, Xiao Yuer melajukan kudanya menuju penginapan Tulip. Dia ingin meminta bantuan kepada 7 pendekar tulip kuning, untuk mengumpulkan pendekar lainnya. Hanya untuk berjaga, jika pertempuran selanjutnya tidak terhindarkan.

Bada: “Tuan Yuer kembali? Ada hal mendesak apa? Tunggulah di dalam, aku akan memanggilkan guru kesini.” (Sambutnya saat melihat kedatangam Xiao Yuer).

Xiao Yuer: “Maaf malam-malam aku datang, dan merepotkan kalian lagi.”

Bada: “Jangan bicara seperti itu, jangan pernah sungkan.” (Berlalu meninggalkan Yuer, untuk memanggil nyonya Nara).

            Nyonya Nara pun datang, Yuer menceritakan semuanya, dan mereka mendiskusikannya.

Bersambung…

Komentar

  1. Demi apa?! Hiat dari awal puasa, balik2 gebrakannya hot gini woilah aaarrgghhh. Inikah alasan hiatnya selama puasa? Chapter 18+ yang ditunggu akhirnya keluar

    BalasHapus
  2. Apaaaaa ini? Ngebuat panas dingin so sweetnya 😳🙈

    BalasHapus
  3. 18+ nya sweet nggak vulgar, bikin nyengar nyengir 🙈

    BalasHapus
  4. aduh sweetnya another level ini, kapal byeol dan dong min beneran karam ini mah. tapi entah kenapa ikhlas banget, asal bubub byeol bahagia 🤭

    BalasHapus
  5. Saatnya 2 kubu bersatu, mulai terspill kapal mana yang berlayar ihiiiii. suka banget chapter ini, sweetnya hot 🙈

    BalasHapus
  6. Gebrakannya beneran ngagetin thor

    BalasHapus
  7. arghhhhh muncul juga sisi 18+ ceritanya, meski cuma dikit tapi feel banget sweetnya, roarrr menggetarkan wkwkw

    BalasHapus
  8. speechless with the hot romantic scene arghh, love it

    BalasHapus
  9. ⭐⭐⭐⭐⭐

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer