Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (14)
Pengorbanan
Dan Kejujuran
Di tengah rimbunnya pepohonan, kuda
putihku seolah melaju berpacu dengan waktu. Dadaku, rasanya semakin sesak
membayangkan jika sesuatu yang buruk terjadi pada Putra Mahkota Gongmin dan
Choe Yeong. “Bertahanlah kalian, kumohon… sebentar lagi aku datang. Dimanapun
kalian berdua berada, aku akan menemukannya.”, ucapku dalam hati.
Aku: “Dewa penjaga
alam semesta, dewa penjaga manusia dan segala isi dunia. Jika alasan kembalinya
aku kemasa lalu untuk memperbaiki kesalahan, maka tunjukkan padaku cara untuk
menebusnya. Jika tubuh ini terlalu lemah, pinjamkan lagi kekuatan supranatural
yang pernah ku miliki.” (Bergumam).
Mataku mengitari setiap sudut jalan
yang ku lalui, aku melihat jauh di depanku, puluhan anggota sekte kalajengking
berlari seperti mengejar sesuatu. Aku yakin Putra Mahkota dan Choe Yeong juga
melarikan diri ke arah sana. “Ayo putih, lebih cepat lagi! Kita harus
menyelamatkan mereka.”, berbisik pada kudaku dan mengusap lembut kepala kuda
yang ku tunggangi. “Yihaaaaaaaaaa.”, mempercepat laju kuda.
Aku mengatur keseimbangan dan
kefokusan, berkuda sambil melakukan beberapa bidikan ke arah musuh. Satu
persatu musuh di barisan belakang berjatuhan. “Awas ada serangan!”, seruan
musuh ketika menyadari pasukan mereka berkurang drastis.
“Siapa gadis itu? Beraninya dia
mencari masalah dengan sekte kalajengking. Kita harus memberinya pelajaran!
Seraaaaang!”, pasukan sekte kalajengking yang semula mengejar Putra Mahkota dan
Choe Yeong menjadi berbalik arah untuk mengepungku.
Choe Yeong: “Yang
Mulia, mereka menyerang Putri Noguk!”
Gongmin: “Apa yang
sebenarnya Noguk pikirkan? Dia terlalu nekad dan keras kepala. Choe Yeong,
saatnya kita berhenti berlari dan hadapi mereka.” (Menarik keluar pedangnya).
Choe Yeong: “Tapi
Yang Mulia, keselamatanmu adalah yang utama. Biarkan hamba yang membantu Putri
Noguk, Yang Mulia lanjutkan pelarian ke tempat yang lebih aman. Target mereka
adalah Yang Mulia, karena Yang Mulia tau rahasia Pangeran Taeguk.”
Gongmin: “Tidak
Choe Yeong, kali ini aku tidak mau berlari. Aku akan melindungi wanita yang aku
cinta dengan tanganku sendiri.” (Penuh kemantapan).
Choe Yeong: “Yang
Mulia…”
Gongmin: “Aku
terlalu sering berlari dan bersembunyi dibalik punggung kalian untuk
berlindung. Bukankah sudah lama kita tidak bertarung bersama? Mari melumpuhkan
musuh bersamaku, Choe Yeong. Ini titah!” (Tersenyum).
Choe Yeong: “Hamba
siap melaksanakan titah, Yang Mulia.” (Ikut menarik pedang keluar).
Aku melompat turun dari kuda. “Sring
sriiiiing sriiiiiiiiiiiiiiiiiiiing.”, menangkis pedang musuh menggunakan
busurku. Lalu melakukan serangan balik dengan menikam mereka menggunakan
belati.
Aku: “Kenapa
kalian kembali? Seharusnya kalian terus berlari selagi aku bisa mengalihkan
perhatian mereka.”
Gongmin: “Aku
masih memiliki hati, mana mungkin meninggalkan seorang gadis bertarung
sendiri.” (Sambil menangkis serangan musuh).
Aku: “Mereka tidak
akan membunuhku, karena yang mereka incar itu kamu! Kamu masih tidak memahami
itu?” (Kembali menusuk musuh dengan belati).
Gongmin: “Kamu
juga tidak memahamiku, aku tidak mau seseorang yang aku cinta mengorbankan
nyawa untukku lagi!” (Menendang musuh).
Aku: “Lagiii??”
(Tidak memahami ucapan Gongmin).
Apa yang dia maksud sebenarnya? Apa
ada hal yang tidak aku ingat? Aku hanya melihat sebagian ingatan Noguk, belum
sepenuhnya. Apa Noguk pernah mengorbankan nyawa untuknya? Pertanyaan-pertanyaan
itu muncul dalam benakku.
Disaat yang tidak tepat, telingaku
kembali berdengung seperti sebelumnya. Membuatku menjadi tidak fokus bertarung.
Gongmin: “Noguk
awas!” (Menangkis pedang musuh yang hampir saja melukaiku disaat aku hilang
fokus).
Choe Yeong: “Yang
Mulia… Tuan Putri… kalian berdua baik-baik saja?” (Menebas leher musuh dengan
pedang, kemudian menghampiriku dan Gongmin karena cemas).
Gongmin: “Noguk,
ada apa denganmu? Kamu terluka oleh pedang mereka?” (Memeluk pinggangku penuh
kecemasan, saat melihatku seperti kesakitan).
Aku: “Kepalaku
tiba-tiba terasa berat, aku tidak bisa melihat dengan jelas.” (Tubuhku rasanya
hilang energi).
Telingaku
berdengung, penglihatan berkunang-kunang, dibersamai dengan kepala terasa
berat. Itu semua aku rasa setiap kali ingatan lama Noguk menghampiriku.
Kejadian yang aku lihat di mimpiku, saat aku menjadi Byeol, mimpi yang datang
padaku di masa depan. Mimpi tentang terjadinya pemberontakan di istana, hari
dimana aku melihat Choe Yeong gugur dihujani anak panah. Ternyata mimpi burukku
bagian dari ingatan kelamku sebagai Noguk, waktu itu aku pikir Choe Yeong
adalah Dong Min, sebelum aku tau kalau Dong Min dan aku merupakan reinkarnasi.
Munculnya kembali ingatan Noguk,
membuatku semakin mengenal gadis seperti apa dia, kini seluruh ingatannya, aku
sudah melihatnya. Noguk sangat mencintai Putra Mahkota Gongmin, bahkan rela
mati untuknya, di hari Choe Yeong gugur, Noguk juga gugur karena berusaha
melindungi Gongmin yang hampir ditikam pedang oleh Taeguk. Pada akhirnya pedang
Taeguk mengenai perut Noguk, membuat Noguk kehilangan banyak darah, lalu
menghembuskan nafas terakhirnya.
Aku: “Hwang In?
Apakah kamu yang ada di dalam tubuh Putra Mahkota?” (Mengusap lembut pipi
Gongmin).
Gongmin:
“Bagaimana kamu bisa menyadarinya?” (Menggenggam tanganku).
Aku: “Kamu tidak
pandai memainkan peranmu, kamu ceroboh sudah membuatku curiga. Mana mungkin
seseorang mengatakan sesuatu seolah sudah pernah mengalaminya, padahal hal itu
belum terjadi. Noguk masih hidup, pemberontakan itu belum dimulai, Yang Mulia.”
(Tersenyum).
Gongmin:
“Kecerdasan nona Byeol memang tidak diragukan.” (Tersenyum).
Aku: “Pelankan
suaramu, aku berperan jadi Noguk sekarang.”
Gongmin: “Sebagai
Gongmin ataupun Hwang In, aku tetap Putra Mahkota negeri ini. Kamu ingat
ucapanku? Aku tidak pernah meminum tea penghapus ingatan di akhirat. Baik di
masa lalu atau masa depan, jiwaku sama. Aku tetaplah aku, karena aku memutuskan
tidak ingin melupakan setiap moments yang pernah aku lalui, terlebih saat
bersamamu.” (Mengecup lembut keningku).
Aku: “Sebagai
Gongmin, kamu sangat beruntung menemukan cinta sejatimu. Kamu mencintai Noguk
dan sebaliknya, dia juga sangat mencintaimu. Tapi sebagai Hwang In, maaf aku
bukan Noguk, aku tidak memiliki kenangan dan alasan untuk mencintai seorang
Hwang In. Di masa depan, Noguk sudah tiada, Byeol bukan wanita yang kamu
cinta.”
Raut wajah Gongmin berubah menjadi
muram, sepertinya dia membenarkan dan memikirkan apa yang aku ucapkan.
Choe Yeong: “Putri
Noguk! Hati-hati di sisi kananmu!” (Mulai kualahan melindungiku dan Putra
Mahkota).
Tampak seseorang dari sekte
kalajengking berlari mendekat mengambil kesempatan disaat aku dan Gongmin
lengah. Teriakan Choe Yeong menyadarkan Gongmin dari lamunan, Gongmin memelukku
erat, membawaku berputar, memasang badan melindungiku tanpa memikirkan resikonya.
Musuh mengayunkan pedang dan menyerang, membuat punggung Gongmin terluka.
Gongmin: “Byeol,
itu tadi… aku bertindak sebagai Hwang In bukan Gongmin. Hwang In melindungimu,
karena Hwang In mencintaimu tanpa kamu tau.” (Bisiknya di telingaku).
Tubuhku tidak kuat menopang tubuh
Gongmin, membuatku terduduk. Putra Mahkota menjadi tidak sadarkan diri, dia
masih berada dalam pelukanku. Perlahan wajahnya berubah pucat, bibirnya
membiru, racun sekte kalajengking pasti mulai menyebar.
Choe Yeong: “Yang
Mulia!” (Menangis, berlari menghampiri tubuh lemah Putra Mahkota di
pangkuanku).
Aku: “Gongmin
bangun! Jangan pejamkan matamu! Kamu berhutang penjelasan padaku, Gongmin…
Gongmiiinn!!!” (Tidak tahan lagi membendung air mata). “Choe Yeong, berikan ini
pada Yang Mulia. Oleskan sedikit pada lukanya, kemudian campurkan 2 tetes pada
minumannya. Ramuan ini bisa menetralisir racun pada tubuh Yang Mulia.”
(Lanjutku, aku memberikan penawar racun pada Choe Yeong).
Choe Yeong: “Hamba
akan melakukan sesuai yang Tuan Putri katakan.” (Duduk bersimpuh disampingku).
Aku: “Bawa Putra
Mahkota pergi dari sini, kamu bisa menunggangi kuda putihku untuk kembali ke
istana.”
Choe Yeong:
“Bagaimana denganmu Tuan Putri? Lebih baik Putri dan Yang Mulia yang pergi dari
sini, hamba akan mengalihkan perhatian mereka.”
Aku: “Tidak, aku
juga tidak mau dirimu terluka. Aku bisa menjaga diriku, aku hanya memohon satu
hal, yaitu percayalah padaku. Cepat pergi! Tunggu apa lagi?!” (Menatap tajam ke
arah Choe Yeong).
Choe Yeong berniat membantahku lagi,
tapi dia tidak tega melihat Putra Mahkota yang menggigil karena efek racun
mulai bekerja. Choe Yeong mengangkat tubuh Putra Mahkota dari pangkuanku,
membawanya pergi dengan menunggangi kudaku. Aku melihat ada 2 musuh mengejar
Choe Yeong dan Putra Mahkota. Aku membidik mereka dengan busur panah, membunuh
tanpa ampun.
Aku: “Beraninya
kalian melukai manusia yang ku sayang! Kalian ingin mati?!” (Teriakanku
menggema). “Baik, majulah bersamaan! 1…2…3…20, ada 20 orang disini. Kalian mau
mati dengan panah atau belati kecilku ini? Mau satu kali serang? Atau ingin
merasakan sakit perlahan karena sayatan?” (Menyeringai).
“Berhenti omong kosong nona! Kamu
yang akan mati di tangan kami!”, sahut salah seorang dari sekte kalajengking.
Aku: “Aaaaa… aku
takut. Tolong ampuni aku!” (Berpura-pura takut). “Cih! Mari buktikan!”
(Melompat menyerang seperti terbang).
Pertarungan sengit kembali terjadi,
aku benar-benar membantai musuh dengan penuh amarah. Kali ini, aku tidak
berminat menikam jantung mereka, tapi menyayat leher. Rasanya lebih
menyenangkan, melihat musuh jatuh, namun tidak langsung mati, mereka kejang kesakitan,
sesak nafas sampai ajalnya menjemputnya. Aku benar-benar seperti mandi darah
segar, dari 20 musuh, sekarang hanya tersisa 4 di hadapanku. Dengan serangan
cepat dan tidak terduga, aku menebas leher 3 orang di hadapanku, mereka jatuh
tanpa sempat menghindari seranganku. Aku sengaja menyisakan satu orang, untuk
penyampai pesan.
Aku: “Kamu cukup
beruntung, karena aku memilihmu untuk jadi merpatiku. Sampai kan pada tuanmu,
jangan berani menyentuh sedikitpun Gongminku, apalagi melukainya. Ceritakan
padanya, apa yang aku lakukan hari ini! Jika dia berani mengusik Putra Mahkota,
tandanya dia mengusikku. Dia akan berhadapan denganku! Paham?!” (Menodongkan
belati di leher musuh). “Pergilah! Sebelum aku berubah pikiran.” (Meminta musuh
pergi).
Aku masih berdiri di tempat semula,
memperhatikan musuhku yang semakin lari menjauh, tapi tiba-tiba ada seseorang
membidik musuhku yang seharusnya jadi merpatiku menggunakan panah. Mataku
terbelalak dan heran disaat yang bersamaan, siapa yang menyerangnya? Apakah dia
seorang teman atau lawan untukku?
“Wah… wahh… wahhh, lihat siapakah
wanita pemberani yang ada di hadapanku ini?”, suara seseorang keluar dari balik
pohon besar. Dia bertepuk tangan untukku, tapi sebenarnya dia meremehkanku.
Aku: “Pangeran
Taeguk!” (Bergumam).
Aku mengenalinya meski belum pernah
bertemu dengannya secara langsung, berkat ingatan Noguk yang muncul beberapa
kali. Noguk mengingat jelas wajah manusia iblis yang menusuknya.
Taeguk: “Kamu
Putri Noguk, tunangan Gongmin kan? Cukup cantik, aku tidak menyangka bertemu
denganmu disini.”
Aku: “Jangan
berbasa basi denganku, apa yang kamu inginkan?”
Taeguk: “Semakin
lama memperhatikanmu, kamu semakin membuatku tertarik. Sangat berbeda dengan
rumor yang aku dengar, aku tau kamu memiliki penyakit langka yang sulit untuk
disembuhkan. Sejak kecil kamu juga sering sakit-sakitan, sekarang kamu tumbuh
dewasa menjadi wanita yang kuat dan tangguh, membuatku terkesan.”
Aku: “Jangan
meremehkan seseorang yang terlihat lemah, mungkin saja dia akan menjadi lebih
kuat dari dugaanmu.”
Taeguk: “Putri
Noguk, daripada menikah dengan Gongmin yang tidak berguna itu, bukankah lebih
baik menikah denganku? Gongmin terlalu lemah untuk melindungimu, jauh berbeda
denganku. Bantu aku merebut tahta, akan aku jadikan kamu ratuku yang paling
bahagia.”
Aku: “Apa? Kamu
buruk sekali dalam membuat lelucon, mendengarnya saja membuatku merasa mual.”
(Tertawa).
Taeguk: “Kamu
menertawakan aku? Kamu tidak tau kalau saat kecil Gongmin cukup bodoh? Dia
memiliki pemahaman yang lambat, bahkan gurunya di istana sering mengeluh. Dia
juga mudah dimanipulasi.” (Mulai kesal).
Aku: “Aku tidak
peduli dengan kekurangan pada dirinya, dibalik itu semua, dia memiliki banyak
kelebihan yang tidak kamu ketahui. Pantas saja kamu kalah darinya, menurutku
dia sangat layak menjadi Putra Mahkota, karena ketulusan dan kebijaksanaannya.”
Taeguk: “Tutup
mulutmu! Berhenti seolah kamu benar-benar ada di pihaknya. Kamu pikir aku tidak
tau? Orang-orang Mongol dari dinasti yuan, ingin memperoleh keuntungan dari
pernikahan kalian kan? Yuan ingin mengendalikan pemerintahan Goryeo melalui
kamu! Kamu memanfaatkan Gongmin. Dengar Putri Noguk, kita sama… kita bisa
bekerjasama. Aku akan memberikan keuntungan lebih besar dari yang kamu
inginkan. Yang penting bagiku adalah kekuasaan Goryeo.”
Aku: “Semakin kamu
banyak bicara, semakin terdengar menjijikkan. Aku tidak akan pernah sudi
menjadi istrimu!!!”
Taeguk: “Yang
tidak bisa aku miliki, orang lain juga tidak boleh memilikinya! Kamu lebih
memilih mati daripada menikah denganku?”
Aku: “Ingin
mencoba kemampuanku bertarung, boleh saja! Aku tidak pernah takut padamu.”
Taeguk: “Tangkap
ini! Aku pinjamkan pedang padamu, belati kecilmu tidak akan bisa melukaiku.”
(Memberikan pedang padaku).
Suara langkah kaki terdengar dari
setiap penjuru. “Licik! Dia memiliki banyak pasukan untuk mengepung tempat
ini.”, ucapku dalam hati. Aku memperhitungkan berapa orang yang datang. Ketika
aku mengamati sekelilingku, ternyata ada beberapa prajurit bersiaga dengan
busur panah mereka, seolah bersiap menerima perintah kapan saja untuk
melepaskan anak panah ke arahku.
Taeguk: “Kamu
ketakutan sekarang? Kamu berubah pikiran?” (Menerima pedang lain dari
pengawalnya, sambil melirik ke arahku).
Aku masih terdiam, prajurit yang ada
disini sekarang bukan orang-orang dari sekte kalajengking. Ini jelas-jelas
prajurit istana, ternyata sudah sejauh ini Taeguk merencanakan semuanya.
Taeguk: “Ada apa
Tuan Putri? Kamu terlihat bingung melihat prajuritku? Tentu saja untuk merebut
tahta memerlukan banyak rencana cadangan. Sekte kalajengking hanya pasukan
tambahan, inilah pasukan khusus yang aku buat sebenarnya. Ada seribu pasukan
disini, ini baru sebagian. Total sebenarnya, aku memiliki empat ribu pasukan.”
(Menyeringai).
Aku: “Apa aku
semenakutkan itu untukmu? Bahkan melawan seorang gadis saja kamu memerlukan
seribu pasukan bersiaga.”
Taeguk: “Hanya
untuk berjaga, siapa tau teman-temanmu yang lain tiba-tiba datang bergabung.
Aku bisa melenyapkan kalian sekaligus.”
Aku: “Ayo kita
mulai! Siapa yang terkena tebasan pedang lebih dulu, dia kalah!” (Menggenggam
erat pedang siap untuk mengayunkan serangan).
Taeguk: “Aku
semakin suka padamu, menyenangkan sekali kita bisa bermain-main seperti ini.”
“Sriiing sriiiiing sriiiiiiiing.”,
suara pedang kami beradu. Kami berdua saling menangkis dan menyerang.
Pertarungan kami berlangsung cukup lama, dan belum ada salah satu dari kami
yang terluka. Ku melihat Taeguk kelelahan, disaat itu dia meminta prajuritnya
untuk mengecohku dengan menembakkan anak panah.
Aku: “Kamu
benar-benar selicik ini?!”
Taeguk: “Ini bukan
licik tapi cerdik, aku bisa melakukan apapun untuk memenangkan pertarungan.”
Suasana pertarungan semakin
mencekam, Taeguk menyerangku bertubi-tubi, dengan gerakan cepat ku terus
menghindari. Angin yang semula berhembus dengan tenang, kini berhembus kencang,
menerbangkan dedaunan. Langit cerah menjadi menghitam, sinar matahari tertutup
awan. Tanpa aku tau, ternyata cincin giok yang diberikan Gongmin padaku
beberapa kali bersinar. Suara samar-samar mengalun lembut menenangkan, seperti
ada seseorang sedang memainkan gayageum dari kejauhan.
Serangan misterius datang, terdengar
teriakan diantara para prajurit. Jatuh tersungkur tanpa luka yang kasat mata,
hanya saja prajurit yang dilumpuhkan mengalami patah tulang rusuk, padahal
tidak ada orang datang menyerang. Hal itu membuat Taeguk berhenti menyerangku,
rasa penasaran dalam dirinya menyeruak.
Aku: “Ha Baek?
Lagu ini, Ha Baek sering memainkannya.” (Menerka-nerka).
Ha Baek: “Halo
semua, kalian mencariku?” (Mendarat dengan tenang di sampingku).
Semua mata tertuju padanya,
bagaimana tidak? Dia datang seperti hantu, terbang di udara, dan mendarat
sesukanya.
Ha Baek: “Byeol,
aku merindukanmu.” (Berbisik manja).
Aku: “Ini
benar-benar kamu? Bagaimana bisa kamu sampai disini?”
Ha Baek: “Mago
mengizinkanku menggunakan portal lintas waktu untuk membantumu. Aku beruntung
mengenalmu di masa depan.”
Aku: “Apa
maksudmu?”
Ha Baek: “Karena
saat aku hidup di masa ini, maksudku masa dimana kita berada sekarang. Hidupku
cukup membosankan, aku hanya menjadi penunggu sumur tua, aku menjaga mata air
disana. Selama bertahun-tahun tidak ada hal yang menyenangkan, sekarang semua
akan berubah.” (Tersenyum).
Aku: “Apanya yang
berubah?” (Masih tidak mengerti).
Ha Baek: “Tentu
saja karena kamu ada dalam tubuh Noguk, meski hanya sementara. Tapi itu akan
mengubah sejarah. Seperti yang terjadi hari ini, aku disini bersamamu, akan
bermain dengan seribu lalat nakal. Ha Baek yang dulu, tidak pernah melakukan
hal seseru ini.”
Aku: “Mungkinkah
dimasa depan nanti, akan ada cerita tentang Putri Noguk bertarung dengan
pemberontak dibantu oleh pendekar gayageum?” (Tertawa kecil).
Ha Baek: “Itu
terdengar keren, aku mulai bangga pada diriku sendiri. Penyamaran sebagai
pendekar gayageum sangat sesuai denganku. Jangan ada yang tau kalau aku dewa
air.” (Berbisik).
Taeguk: “Kalian
sudah selesai melepas rindu? Dari tadi berbisik dan tertawa, kalian lupa kalau
nyawa kalian diambang kematian?! Hanya datang satu bala bantuan, tidak akan
mengubah apapun, seharusnya kamu memanggil lebih banyak pendekar untuk
menyelamatkanmu, Noguk!”
Ha Baek: “Jangan
bermulut besar, dua orang akan membunuh seribu prajuritmu! Lebih baik, kamu
bersiap melarikan diri, sebelum semua prajuritmu tumbang ditangan kami!”
Taeguk:
“Prajurit!! Serang merekaaaaaa!” (Memerintah).
Aku melanjutkan pertarunganku dengan
Taeguk, sedangkan Ha Baek menghadapi ratusan prajurit seorang diri. Dia tidak
melakukan gerakan bertarung, dia juga tidak menggunakan senjata apapun. Yang
dia lakukan hanyalah berfokus pada permainan gayageum. Hujan turun dengan
lebatnya di medan pertempuran, tidak ada satupun prajurit yang mampu menyentuh
Ha Baek. Air hujan membentuk perisai melindungi tubuhnya, tidak hanya itu, Ha
Baek juga mengendalikan air hujan untuk menjadi pelurunya, dia mengembalikan
serangan musuh.
Aku: “Masih mau
bertarung atau menyerah? Perhatikan seribu prajuritmu hanya tersisa ratusan
prajurit, coba hitung! Mungkin hanya ada 200 prajurit sekarang.”
Taeguk: “Sial!!!”
(Mendengus kesal). “Jangan senang dulu, aku akan memberimu kejutan lebih dari
ini. Tunggu saja sampai hari itu tiba! Prajurit!! Munduuuuurrr!” (Membawa
pasukannya untuk mundur dan pergi).
Hujan mereda setelah pertempuran
berakhir, itu bagian dari kemampuan sihir Ha Baek. Memanggil hujan dan
mengendalikannya.
Ha Baek: “Kamu
harus waspada terhadapnya, terlalu banyak kebencian dimatanya. Dari yang aku
ingat, akan ada wabah menyerang istana beberapa hari lagi.”
Aku: “Wabah apa?”
Ha Baek: “Wabah
penyakit kulit mematikan, seseorang meracuni sumber mata air yang ada di dalam
istana. Karena di masa itu, ada beberapa dayang pergi ke sumur yang aku jaga
untuk mengambil air, padahal jaraknya cukup jauh dari istana. Untuk mengurangi
perluasan wabah, sumur istana ditutup sementara.”
Mendengar
kisah masa lalu Ha Baek, ku mulai berpikir cara mencegah semua itu terjadi.
Bersambung…
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Postingan Populer
KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (2)
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
mulai tercandu candu dengan byeol yang mode rawrrr
BalasHapusVisit sini sebab live abang harith, x sia-sia this story memang lah best
BalasHapusIkutan kesini karena link di gc kampus, pada rame bahas KRBB. Emang secandu itu KRBB, selalu ditunggu kelanjutannya teh milee
BalasHapusByeol emang kerennn😍
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
berharap gongmin/hwang in x la jadi ubi 😭
BalasHapusSi Taeguk aja yg jadi ubi😭
Hapus@Adiybah kalau ni baru agree, taeguk je ubi 😂
Hapusjgn ada ubi antara kita 😭😭😭
BalasHapusselamatkan gongmin please, writernim
@Fariz @Samell duo penentang ubi ending 🤣
BalasHapuscukup kdrama dan cdrama yg memberi kenangan pahitnya ubi ending, novel ini jgn 😂
Hapusmenolak keras ada character jadi ubi 😭
Hapuspengorbanan gongmin mengandung bawang
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapus