Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (13)
Serupa
Tapi Tak Sama
Di sebuah rumah makan kecil dan
sederhana, namun penataan meja dan kursi di sana sangat rapi, kebersihannya pun
terjaga, memberi rasa nyaman kepada setiap pengunjung yang datang untuk makan.
Rumah makan Maeum, begitulah papan nama yang terpampang di atas pintu masuk.
Tepat berseberangan dengan rumah makan ini, ada sebuah penginapan, mereka
menyebutnya penginapan Tulip.
Hye Soo: “Ini
pertama kalinya aku melihat penginapan Tulip yang legendaris.” (Sambil duduk di
salah satu kursi, matanya tetap tidak bisa berpaling dan terus mengamati
penginapan itu).
Aku: “Ada apa
dengan penginapan Tulip? Tampak biasa saja. Apa yang legendaris? Apa bedanya
dengan penginapan lain?” (Duduk di samping Hye Soo).
Hye Soo: “Menurut
berita yang beredar ditengah masyarakat, penginapan Tulip bukanlah penginapan
biasa, itu lebih seperti kamuflase.”
Aku: “Kamuflase?
Apa maksudmu?”
Hye Soo:
“Penginapan Tulip sangatlah penuh misteri, banyak yang berpikir kalau
sebenarnya penginapan itu adalah tempat menukar atau mencari informasi rahasia
terkait politik pemerintahan.”
Aku: “Benarkah?
Cukup menarik.”
Hye Soo: “Bahkan
pernah ada pembantaian besar di penginapan itu, lebih tepatnya seperti
pertarungan antara 2 sekte atau semacamnya. Meski banyak korban berjatuhan,
biro polisi menutup kasusnya dan bungkam.”
Xiao Yuer: “Apa
yang kalian bicarakan, terlihat serius sekali?” (Menyusul duduk di depanku dan
Hye Soo setelah memesan makanan untuk kami bertiga).
Aku: “Hye Soo
menceritakan tentang penginapan Tulip yang katanya legendaris.” (Jawabku).
Xiao Yuer: “Oh
soal ituuu.”
Aku: “Kamu tau
sesuatu?”
Xiao Yuer: “Itu
sudah menjadi rahasia umum, ada satu peraturan yang tidak boleh dilanggar oleh
masyarakat yang tinggal di sekitar penginapan Tulip, jika mereka ingin aman dan
tidak ingin terusik. Peraturan itu ialah, ketika mendengar suara pertarungan dalam
bentuk apapun, suara teriakan seseorang meminta tolong, atau suara seseorang
beradu mulut hebat, pura-puralah untuk tidak mendengarnya. Tutup mata dan tutup
telinga, semakin sedikit yang kamu ketahui, semakin bagus untuk keselamatanmu.”
Aku: “Dibalik
kesan yang tenang, menyimpan rahasia yang mencekam. Apakah pemiliknya orang
yang kejam?”
“Pendiri penginapan Tulip adalah 7
pendekar wanita dari sekte tulip kuning. Maaf, aku jadi ikut menjawab karena
tidak sengaja mendengar percakapan kalian. Ini jorim yang kalian pesan sudah
siap, silahkan menikmati.”, sahut seorang wanita setengah baya yang masih
terlihat sangat cantik dan terbilang tampak awet muda. Nada bicaranya sangat
lembut, wanita itu pemilik rumah makan Maeum, dia mengantar pesanan ke meja
kami.
Semakin memperhatikan wajahnya,
wanita pemilik rumah makan Maeum semakin terasa familiar. Membuatku teringat
pada Mrs. Bomi, salah satu pelayan arwah yang bekerja cukup lama untukku. Wajah
keduanya terlihat serupa, meski wajah pemilik rumah makan Maeum sedikit lebih
muda, sedangkan Mrs. Bomi sudah muncul kerutan samar. Tapi aku yakin, mereka
orang yang sama. “Namaku nyonya Nara, semua pengunjung di rumah makan ini
memanggilku begitu. Aku senang memiliki pelanggan baru.”, ucapnya sambil
tersenyum.
Xiao Yuer: “Aroma
makanan ini sangat menggugah selera, aku yakin rasanya pasti selezat aromanya.”
Nyonya Nara:
“Suamiku yang memasaknya, dia ahli dalam urusan dapur. Bahkan aku saja kalah
kalau itu menyangkut tentang rasa masakan.” (Tertawa kecil). “Sayang kemarilah,
kita punya pelanggan baru.” (Memanggil suaminya).
“Ya sayang, sebentar. Aku matikan
dulu kompornya.”, terdengar sahutan seseorang dari dalam dan belum menampakkan
diri. Saat sang suami nyonya Nara menghampiri meja kami, untuk menyapa. Aku
seperti melihat Mr. In Pyo di hadapanku, pertemuan tidak terduga dengan mereka
hari ini, sedikit mengobati rasa rinduku. Senang rasanya, mengetahui fakta
ternyata kami saling mengenal lama, jauh dari kehidupan sebelumnya, mengenalku
sebagai Noguk. Aku tau, mereka berdua bukanlah Mr. In Pyo dan Mrs. Bomi yang ku
kenal ketika aku menjadi Byeol. Ini yang dikatakan, serupa tapi tak sama. Itu
berlaku untukku juga, terlihat seperti Noguk, namun jiwa Byeol di dalamnya.
Nyonya Nara: “Ini
suamiku, Namgil. Koki rumah makan kami.” (Tersenyum memperkenalkan suaminya).
Xiao Yuer:
“Nyummm, ini benar-benar lezat. Tuan Namgil memiliki bakat seperti koki
istana.” (Memuji makanan yang baru saja dia cicipi). “Sepertinya, giliran kami
memperkenalkan diri. Namaku Xiao Yuer, kalian boleh memanggilku Tuan Muda Yuer
atau Yuer. Ini adik kesayanganku dan adikku satu-satunya, Noguk. Sedangkan di samping
adikku, ada Hye Soo, dayang keluarga kami.” (Lanjutnya).
Nyonya Nara: “Tuan
Yuer, adikmu sangat cantik, senyumnya juga manis.” (Menoleh menatapku dan
tersenyum). “Tentang perkataan Tuan Yuer sebelumnya, suamiku memiliki bakat
seperti koki istana, itu memang benar. Dulu kami pernah bekerja di istana,
suamiku bekerja sebagai koki, sedangkan aku menjadi tabib. Tapi ada sesuatu
yang akhirnya membuat kami meninggalkan istana, kemudian kami memutuskan untuk
menikah, dan membangun rumah makan Maeum.” (Kembali menatap Yuer).
Namgil: “Aku
senang, lidah kalian cocok dengan cita rasa rumah makan kami.” (Tersenyum).
“Namgil… Nara… Tolong aku!”, seorang
pemuda tiba-tiba masuk menghampiri kami. Wajahnya tampak panik, keringat
bercucuran di wajah tampannya, nafasnya terengah-engah. Membuat kami semua
menoleh menatapnya.
Aku: “Tuan
Gongmin!” (Terkejut).
Gongmin: “Gadis
cincin giok!” (Tidak kalah terkejut).
“Hormat kami Yang Mulia Putra
Mahkotaaaaa.”, ucap Nyonya Nara, Namgil, Xiao Yuer, dan Hye Soo bersamaan.
Mereka semua berdiri memberi hormat, kecuali aku.
Xiao Yuer: “Apa
yang terjadi Yang Mulia?”
Gongmin: “Putra
dari jendral besar Mongol ada disini? Tuan Yuer, apa yang kamu lakukan?”
Xiao Yuer: “Aku
datang untuk mengajak adikku melihat festival hari ini, Yang Mulia. Ini Noguk,
calon istrimu.” (Menunjuk ke arahku).
Gongmin: “Jadi,
gadis cincin giok adalah Noguk tunanganku?” (Semakin terkejut). “Mari kita
bahas ini nanti, ada hal lebih mendesak. Ada 5 orang pembunuh bayaran
mengejarku, beri aku tempat sembunyi, sampai semua aman! Bawa aku ke ruang
bawah tanah!” (Memberi titah).
Namgil: “Ke arah
sini, Yang Mulia. Ikuti hambaaa.” (Memberi petunjuk arah).
Nyonya Nara: “Biar
aku tetap disini, aku akan mengurus mereka, Yang Mulia tenang saja.”
Gongmin: “Aku
mengandalkan kalian!” (Ucapnya dengan penuh wibawa).
Gongmin mengikuti langkah Namgil
menuju tempat persembunyian, untung saja tidak ada pengunjung saat ini, hanya
rombonganku yang datang untuk makan.
Nyonya Nara:
“Maaf, karena tidak mengenali Tuan Yuer sejak awal. Begitu juga dengan Putri
Noguk, dan maaf sekali lagi kalau aku harus mengusir kalian pergi padahal
makanan kalian belum habis. Tapi, demi kebaikan Tuan Muda dan Tuan Putri.
Sebaiknya kalian meninggalkan rumah makan kami, aku tidak bisa menjamin apa
yang akan terjadi setelah ini.” (Menunduk penuh hormat).
Aku: “Semakin
diminta pergi, semakin aku ingin tetap disini.” (Ucapku dengan santainya).
Xiao Yuer: “Noguk,
pergilah bersama Hye Soo! Aku akan tetap disini untuk membantu nyonya Nara.”
Nyonya Nara: “Tuan
Yuer, tapiiiii…” (Belum sempat melanjutkan kalimatnya).
Xiao Yuer: “Jangan
membantahku!” (Memotong ucapan nyonya Nara). “Hye Soo!!” (Dengan nada
membentak).
Hye Soo: “Iii… iya
Tuan Muda.” (Tergagap).
Xiao Yuer: “Tidak
mendengar perintahku?! Bawa Noguk pergi! Sekarang!!!!!” (Semakin tegas).
Hye Soo: “Tuan
Putri, ayo kita pergi. Ku mohooonn, jangan keras kepala untuk kali ini.”
(Menarikku dan mengajakku berlari meninggalkan rumah makan Maeum).
Meski aku meminta Hye Soo melepaskan
tanganku beberapa kali, Hye Soo tetap saja membawaku pergi. Melihat kecemasan
di wajah Hye Soo, melihat kegigihan Hye Soo, mengingatkan aku pada mimpiku di
masa depan. “Dia… Hye Soo dayang yang memintaku pergi meninggalkan Choe Yeong.
Hari mengerikan itu, akankah benar-benar terjadi? Apakah waktunya sudah semakin
dekat?”, renungku dalam hati. Setelah menyadari, wajah samar seorang dayang
yang pernah aku lihat dalam mimpi, dialah Hye Soo.
Hye Soo berhenti
mengajakku berlari, saat dirasa jarak kami cukup jauh dengan rumah makan Maeum,
dan cukup aman. Kami berdiri di dekat tempat penitipan kuda.
Aku: “Bukankah ini
tidak adil? Kamu mendengar perintah Yuer, tapi mengabaikan perintahku?!”
Hye Soo: “Aku
terpaksa melakukannya, karena ini demi keselamatan Tuan Putri.”
(Terengah-engah).
Terdengar suara hentakan kaki yang
seirama memasuki pasar, beberapa orang berteriak karena didorong dengan paksa
untuk menepi dan membuka jalan. Ada pasukan berpakaian serba merah, membawa
pedang, dan menggunakan cadar. Tatapan haus darah, terpancar dari mata mereka,
cara mereka memaksa orang menepi tanpa belas kasih sama sekali. Total ada
kurang lebih 55 orang, semua orang berbaju merah itu, memiliki tattoo
kalajengking di punggung tangan kiri mereka.
Hye Soo: “Sekte
kalajengking!” (Ucapnya dengan tubuh bergetar).
Aku: “Siapa
mereka? Kamu tau tentang mereka?” (Menoleh ke arah Hye Soo).
Hye Soo: “Mereka
adalah kelompok ahli bela diri berdarah dingin, serangan mereka sangat
mematikan, sebagian dari anggota mereka bekerja sebagai pembunuh bayaran.
Pedang mereka bukan sembarang pedang, melawan mereka artinya menantang
kematian. Ada racun di pedang yang mereka gunakan, itu yang aku tau dan sering
dengar, Tuan Putri.”
Aku: “Hye Soo, aku
tidak bisa tenang hanya dengan berdiam diri disini. Kamu melihat itu! Mereka
berjalan menuju penginapan Tulip, bagaimana kalau pembunuh bayaran yang
dibicarakan Gongmin adalah anggota sekte mereka? 5 orang apanya?! Gongmin pasti
tidak memprediksi akan datang bala bantuan sebanyak ini dari sekte mereka.”
(Menggigit ujung ibu jari, penuh kecemasan).
“Nona, apa yang kamu lakukan disini?
Lebih baik kamu pulang. Disini tidak aman, ini perintah Yang Mulia Putra
Mahkota.”, ucap penari pedang yang aku temui sebelumnya. Dia menghampiriku,
mengajakku dan Hye Soo bersembunyi.
Aku: “Siapa kamu
sebenarnya? Darimana kamu mengenal Putra Mahkota?”
“Aku akan memperkenalkan diriku
secara resmi, namaku Bada. Aku murid pertama dari sekte tulip kuning. Kelima
rekanku yang menari bersama nona tadi, mereka pun murid sekte tulip kuning.
Seperti yang nona tau, mungkin nona pernah dengar, penginapan Tulip kami lah
yang mendirikan, rumor miring betapa mengerikannya penginapan itu tidaklah
benar. Karena penginapan itu didirikan atas keinginan Raja, melalui titah Putra
Mahkota.”, ucap Bada menjelaskan yang sebenarnya padaku.
Aku: “Untuk apa
Raja melakukan itu?”
Bada: “Raja ingin
menyelidiki penyelewengan dana yang dilakukan oleh putra sulungnya, Raja juga
mencium rencana pemberontakan putranya sendiri. Pangeran Taeguk tidak terima
bahwa dirinya kalah dari Putra Mahkota Gongmin, dia berpikir seharusnya dia
yang menjadi Putra Mahkota, bukan adiknya.”
Aku: “Sekarang aku
mulai memahami, siapa pendekar ke-7 sekte tulip kuning?”
Bada: “Bersama
dengan guru kami, barulah tulip kuning lengkap 7 pendekar wanita, nyonya Nara
adalah guru sekaligus pemimpin kami.”
Aku: “Kamu akan
pergi ke penginapan Tulip setelah selesai dengan misimu, memastikan aku aman?”
Bada: “Benar, aku
harus mengawal nona kembali ke kediaman. Barulah aku pergi ke penginapan untuk
membantu yang lain.”
Mendengar ucapan Bada, aku berniat
menggunakan sihirku untuk melakukan penerawangan dari jarak jauh, melihat apa
yang sedang terjadi di penginapan Tulip dan rumah makan Maeum. “Sial! Sihirku
tidak bekerja disini.”, gumamku penuh kekesalan. Sudah berulang kali aku
mencoba memejamkan mata dan kembali fokus, tapi tetap saja gagal.
Aku: “Bada, kamu
tau dimana aku bisa mendapatkan busur panah?”
Bada: “Ada pandai
besi yang ku kenal, tinggal tidak jauh dari pasar.”
Aku: “Hye Soo,
dengar perintahku! Kamu pergilah ke kios kain sutra yang tadi kita kunjungi.
Tunggu aku disana, sampai aku kembali. Jangan menyusulku, jika situasi disini
semakin tidak aman, pulanglah tanpaku ke kediaman. Kamu paham?” (Menepuk
punggung tangan Hye Soo).
Hye Soo: “Aku
paham, Tuan Putri. Tapi apa yang Tuan Putri rencanakan?”
Aku: “Aku datang
kesini bukan untuk menyelamatkan diri sendiri, aku kembali ke masa ini dengan
alasan untuk melakukan perubahan, mencegah hal buruk yang akan terjadi. Percaya
padaku, semua akan baik-baik saja.” (Tersenyum). “Ayo Bada! Kita pergi ke tempat
pandai besi.” (Menaiki kuda putih milikku).
Bada: “Baiklah!
Tunggu sebentar, aku akan mengambil kudaku.”
“Yihaaaaa”, seruan ku dan Bada
bersamaan. Kami menaiki kuda kami masing-masing, berlalu meninggalkan pasar.
Setelah beberapa menit perjalanan, sampailah kami disebuah gubuk tua ditepian
hutan.
Bada: “Itu rumah
pandai besi yang aku ceritakan.” (Turun dari kuda, setelah sampai tepat di
depan gubuk).
Aku: “Kita harus
bergegas, kita tidak memiliki banyak waktu.” (Turun dari kuda, dengan langkah
pasti masuk ke dalam gubuk).
Ini tidak seperti dugaanku, meski
dari luar tampak reot dan kumuh, tapi saat masuk ke dalamnya, semua barang
tertata dengan rapi di dinding. Ada beberapa jenis pedang terpajang berjajar,
bukan hanya pedang, disana juga ada belati kecil, tombak besi, dan busur panah.
Pandai Besi: “Ada
yang bisa ku bantu, nona-nona?” (Sapanya sedikit mengejutkanku).
Aku: “Beri aku
busur panah sekaligus anak panahnya, yang ini… aku suka yang ini!” (Menunjuk
salah satu busur panah yang sudah aku perhatikan sedari tadi).
Pandai Besi:
“Silahkan ambilah nona, dan berapa anak panah yang kamu perlukan?”
Aku: “Sebanyak
yang aku bisa bawa, aku juga akan mengambil belati ini.” (Mengambil busur
panah, kemudian mengambil belati kecil dengan sarung belati yang terukir
menyerupai burung phoenix).
Pandai Besi:
“Baiklah, aku akan menyiapkan anak panah yang nona butuhkan.”
Aku:
“Terimakasih.”
“Nona-nona ini seperti akan pergi
berperang saja!”, celetuk seseorang dengan tubuh kekarnya yang menggendong
seikat kayu bakar di punggung.
Aku: “Siapa kamu?
Lancang sekali, ingin tau urusan orang lain.”
Bada: “Dia Daeho,
putra dari pandai besi.” (Berbisik padaku).
Daeho: “Rupanya
ada nona Bada disini, lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?” (Berjalan
mendekat setelah meletakkan kayu bakar pada tempatnya).
Bada: “Kabarku
baik, bagaimana denganmu? Masih dengan hobimu, meneliti tanaman liar?”
(Tersenyum).
Daeho: “Aku bukan
hanya meneliti, kamu pasti akan takjub dengan penemuanku. Aku menemukan penawar
racun yang selama ini dunia bela diri inginkan.”
Bada: “Penawar
racun apa?”
Daeho: “Memangnya
ada racun lain yang paling mematikan dan menakutkan? Yang kabarnya tidak ada
penawar? Tentu saja racun dari sekte kalajengking. Aku membutuhkan waktu lama
untuk meramu beberapa tanaman dan aku sudah membuat resep setelah melakukan
beberapa kali uji coba.”
Aku: “Bolehkah aku
meminta ramuan penawar buatanmu?”
Daeho: “Bada,
siapa dia? Anggota baru tulip kuning? Tadi dengan kasarnya bilang aku lancang,
sekarang ekspresinya seperti sedang memohon.” (Menyeringai).
Bada: “Daeho, jaga
ucapanmu!”
Daeho: “Bada… kamu
seperti baru mengenalku, mulutku memang setajam ini dari dulu. Nona, siapapun
namamu. Memangnya kamu akan bertarung menghadapi sekte kalajengking? Kalau ya,
urungkan saja niatmu.”
Bada: “Daeho,
situasinya tidaklah sesederhana itu. Pertarungan ini melibatkan nyawa Putra
Mahkota. Kami bertarung untuk melindungi Yang Mulia.” (Membantuku menjelaskan
pada Daeho).
Bada mulai menjelaskan detail
situasinya kepada Daeho, pemuda itu seketika menjadi cemas dengan apa yang
terjadi. Dengan cepat dia masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil botol kecil
berisi penawar racun yang dibuatnya.
Daeho: “Ini
penawar racun untuk berjaga, oleskan sedikit di luka tebasan pedang racun
pada tubuh korban sekte kalajengking. Kemudian, beri korban segelas air minum
yang sudah kalian beri 2 tetes ramuan penawar racunku. Dalam waktu semalam,
racunnya akan keluar melalui muntah korban, jangan panik jika dibersamai dengan
darah. Itu hal yang normal jika korban muntah darah berwarna gelap kehitaman,
pertanda racunnya keluar.” (Dengan ekspresi serius).
Aku: “Daeho, aku
berhutang padamu.”
Daeho: “Siapa
namamu?”
Aku: “Aku Noguk.”
Pandai Besi:
“Nona, ini anak panah milikmu.” (Memberi anak panah padaku).
Aku: “Kalau
begitu, aku dan Bada permisi. Ini ada beberapa perak, sebagai tanda
terimakasihku.”
Daeho: “Semoga
kalian memenangkan pertarungan. Jika perlu pertolonganku, kalian datanglah kesini! Aku bisa membuatkan penawar racun lebih banyak lagi. Jaga diri kalian!”
Aku dan Bada hanya mengangguk, kami
segera kembali menaiki kuda masing-masing. “Yihaaaaa!!!”, kuda kami melaju
dengan kecepatan maksimal menuju penginapan Tulip.
Sesampainya di
penginapan Tulip, tampak beberapa prajurit kerajaan tergeletak berlumuran
darah, jasad mereka mengeluarkan busa di mulut. Suara pedang saling menangkis
terdengar di setiap sudut penginapan. Nuansa tenang penginapan hilang, berubah
menjadi mencekam layaknya medan perang.
Bada: “Nona, aku
akan menjagamu!” (Mulai menarik pedangnya keluar).
Aku: “Uhum, mari
kita mulai pertempuran meski terlambat datang.” (Menatap ke depan dengan tajam,
menyiapkan busur panah dan mulai membidik).
Bada maju lebih dulu dengan menaiki
kudanya, siap menebas siapa saja musuh di hadapannya. Aku masih di tempat
semula, dari kejauhan aku membidik beberapa anggota sekte kalajengking tepat
menembus dada dan jantung mereka. Bukan hanya aku dan Bada disana, aku juga
melihat 5 pendekar tulip kuning lainnya sedang mengayunkan pedang mereka,
nyonya Nara berada disana ikut bertarung bersama mereka.
Aku: “Yueeeeerr!
Perhatikan belakangmu!” (Teriakku, saat melihat Yuer hampir ditikam dari
belakang).
Aku kembali meluncurkan anak
panahku, aku berhasil melumpuhkan musuh yang hampir menikam abangku.
Xiao Yuer: “Noguk!
Kamu benar-benar keras kepala, siapa yang mengizinkan kamu kembali kesini?!”
Aku: “Berhentilah
mengomeliku! Kita bahas nanti, fokus pada musuhmu!”
Aku melihat Xiao Yuer kembali fokus
pada pertarungannya, dia juga terlihat mampu menangani beberapa musuh di
dekatnya. Aku mulai maju, mendekat ke arah Bada yang mulai kualahan. Kali ini
aku menyerang menggunakan belati, menyerang pada titik jantung adalah
favoritku. “Aku Byeol, membunuh manusia keji sepertimu ialah hobi lamaku!”,
ucapku berbisik kepada musuh sambil menusukkan belati di dadanya, lalu
mencabutnya dengan kasar. Percikan darah segar membasahi pakaianku.
Bada: “Aku tidak
menyangka, nona petarung cukup tangguh. Terimakasih telah menolongku.”
(Tersenyum).
Aku: “Sama-sama,
tetaplah fokus karena pertarungan belum berakhir!” (Tersenyum).
“Putra Mahkota berlari meninggalkan
penginapan menuju hutan bersama pengawalnyaaaaa! Kejarrrrr!!!”, salah satu
anggota sekte kalajengking berseru memberi tau anggotanya yang lain.
Bada: “Biar aku
yang menyusul Putra Mahkota.”
Aku: “Tunggu!
Tetaplah disini, formasi 7 pendekar tulip kuning tidak akan lengkap tanpamu.
Aku yang akan menyusul Putra Mahkota dan Choe Yeong ke dalam hutan.”
Bada: “Nona
yakin?”
Aku: “Sangat
yakin, jaga mereka untukku! Terutama Xiao Yuer.”
Bada: “Baiklah,
aku akan tetap disini menjaga yang lain. Dan akan lebih memperhatikan abangmu,
nona tenang saja.”
“Yihaaaaa!!!”, melajukan kuda untuk
menyusul Putra Mahkota yang dikejar beberapa pasukan musuh ke dalam hutan. Aku
kembali menusuk beberapa anggota sekte kalajengking yang mencoba menghalangiku
dengan belati, aroma darah membuatku makin bergairah. “Byeol memang seorang
moster! Mau di tubuh siapapun, jiwaku berada. Naluri membunuhku tidak
memudar.”, bergumam dengan senyum menyeringai.
Bersambung…
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Postingan Populer
KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (2)
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
The story is getting more exciting
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapuspulang tarawih langsung disuguhi byeol yg badas ❤️🔥
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
dibuat merinding, suka scene action gini. kebayang banget selama ngebaca, ditambah backsoundnya, buat gw makin masuk dalam imagination writernimnya, kereeen sih ini!!!!!
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapusKereennnn
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
gue berasa ikutan perang 😌
BalasHapusbe like bonceng byeol naik kuda, kerasa tegang bacanya 🤺
sepanjang baca, meringis ngeri dibagian perangnya. karakter byeol kuat banget auranya disini ❤🔥
BalasHapusByeol mode badas nggak pernah gagal ngebuat merinding, sekeren itu 🔥
BalasHapusbyeol kerasukan maung 😭❤
BalasHapus