Langsung ke konten utama

Unggulan

KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (25 - CHAPTER TERAKHIR)

Dua Masa Satu Pilihan   Suara burung menyelinap lewat celah jendela yang sedikit terbuka. Cuitannya berkicau riang di kejauhan, seperti bisikan lembut dari dunia yang lama ku tinggalkan, memanggilku kembali dengan hangat. Aku membuka mata perlahan. Bukan halaman istana yang sunyi penuh reruntuhan dan sisa pertempuran, bukan langit kelabu Goryeo yang muram. Yang ku lihat pertama kali adalah langit-langit kamarku, terbuat dari panel kayu berwarna cokelat madu dengan ukiran tipis yang rapi, dipadu dengan cahaya lembut dari lampu tersembunyi. Pancaran cahayanya membalut ruangan dalam keheningan yang menenangkan.  Jantungku masih berdegup kencang, keringat dingin membasahi pelipis. Aku mengenakan piyama tidurku, kain lembut yang begitu asing jika dibandingkan dengan hanbok yang biasa ku pakai selama di masa lalu. Seketika aku terduduk di atas ranjang, nafasku terengah. Aku bisa merasakan luka, perih, air mata, dan kehangatan terakhir dari Xiao Yuer di pangkuanku. Tanganku gem...

KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (6)



  Beradaptasi Kunci Untuk Bertahan

            Ada yang bilang padaku, untuk menjadi manusia setidaknya bersikaplah manusiawi. Terlihat seperti manusia untuk bisa berbaur dengan manusia lainnya. Sudah ratusan tahun aku lupa bagaimana bersikap manusiawi, apalagi bagaimana cara terlihat seperti manusia di depan manusia lainnya. Aku memang seorang manusia dulunya, tapi itu sudah lama sekali, aku mulai melupakannya.

Ling Ling: “Mamaaa… ah maksudku nona Byeolku tersayang, akhirnya kamu datang juga, aku merindukanmuuu.” (Berlari memelukku).

Aku: “Aku juga merindukanmu. Kamu tidak terkejut lagi dengan kehadiranku secara tiba-tiba seperti ini?” (Membalas pelukan Ling Ling).

Ling Ling: “Kamu pikir aku anak kecil? Seperti yang kamu bilang, aku sudah 31 tahun sekarang, aku sudah menghafal semua tingkah ajaibmu.” (Tertawa).

Aku: “Dasar anak nakal, kamu memang sudah besar sekarang. Ada yang baru dari penampilanmu, kamu terlihat lebih cantik, auramu juga lebih menyegarkan, apa semenyenangkan itu berada di Paris?” (Memperhatikan Ling Ling dengan seksama).

Ling Ling: “Aku memotong rambutku, aku bosan dengan rambut panjang, jadi aku memotongnya menjadi sebahu, dan tidak lupa ciri khas Ling Ling berponi depan, aku merapikan poniku. Bagaimana? Apakah hairstyle ini cocok untukku?”

Aku: “Uhum sangat cocok untukmu, kamu makin manis dan menawan.” (Mengusap kepala Ling Ling dan mencubit gemas pipinya).

Ling Ling: “Bolehkah aku memelukmu lagi? Aku masih sangat merindukan mama.” (Matanya berkaca-kaca).

Aku: “Tentu saja boleh, sejak kapan kamu belajar meminta izin sebelum memelukku? Dulu waktu kamu masih kecil, kamu selalu berlari minta dipeluk, entah untuk mengadu kesedihanmu atau membagi bahagiamu. Kamu bilang, mama orang pertama yang harus tau tentang apapun yang terjadi dalam perjalanan hidupmu kan? Karena dalam hidupmu, kamu hanya punya mama. Ling Ling, dengarkan mama baik-baik, coba kamu ingat saat usiamu 1 tahun sampai 15 tahun, pernahkah aku melarangmu memanggilku dengan sebutan mama? Tapi semakin kamu dewasa, aku melarangmu memanggilku mama di depan orang lain, karena mereka akan bertanya-tanya saat melihat penampilan kita. Mama kamu ini tidak bisa menua, bahkan orang-orang akan menganggap mama adalah adikmu jika kita pergi keluar bersama. Mamanya berusia 25 tahun dan anaknya berusia 31 tahun, apakah logika manusia bisa menerimanya? Dalam lubuk hati terdalam, aku bahagia menjadi mama mu, aku bangga dengan semua kerja keras dan pencapaian anak mama ini.” (Membawa Ling Ling dalam pelukanku). 

Ling Ling: “Uhum aku paham ma, sayang mama.” (Dengan manjanya memelukku erat).

            Ling Ling yang semula sedang sibuk membongkar kopernya, meninggalkan barangnya begitu saja, saat melihatku tiba-tiba datang dan duduk di ranjang tidur miliknya. Kami saling melepaskan rindu satu sama lain.

            Aku memiliki sebuah perusahaan kecantikan yang memproduksi skincare serta produk makeup yang diperlukan para wanita maupun pria. Brand perusahaanku bernama Jinju Beauty, aku mendirikan perusahaan ini kurang lebih sudah hampir 55 tahun, waktu awal aku merintis Jinju Beauty, aku dibantu oleh Min Jae. Benar, dulu kakek dari Dong Min yang menjadi manager pertama di perusahaanku. Aku sangat menyukai kecerdasaan dari Min Jae dalam mengembangkan bisnis, dia memang berbakat dalam hal itu.

            Bisa dibilang, Ling Ling tertarik menempuh pendidikan dalam bidang bisnis karena cukup dekat dengan Min Jae. Bagi Ling Ling, Min Jae sudah seperti kakek untuknya, dari Min Jae juga, Ling Ling belajar mengelola Jinju Beauty. Saat usia Ling Ling 23 tahun, tidak lama setelah lulus dari universitas, Ling Ling menduduki jabatan manager menggantikan Min Jae, tentu saja sampai saat ini. Di tangan Ling Ling, Jinju Beauty makin berkembang pesat, banyak idol, actor, model, dan penyanyi terkenal diajaknya kerjasama, menerima tawaran menjadi ambassador kami.

            Sedangkan aku? Aku tidak sering muncul dalam pertemuan apapun itu terkait dengan Jinju Beauty, dalam 55 tahun berdirinya perusahaanku ini, bisa dihitung dengan jari, berapa kali aku menginjakkan kaki ku di kantor. Aku juga sudah terbiasa saat orang-orang diluaran sana membicarakan tentang CEO Jinju Beauty sangatlah misterius, aku tidak terlalu memperdulikannya.

            Aku memiliki hal lain yang aku suka, daripada bisnis, aku lebih menyukai dunia tulis menulis. Menjadi seorang novelist sejak ratusan tahun yang lalu, aku memiliki nama pena karena tentu saja, aku tidak bisa menggunakan nama asliku. Adanya rekam jejak membuatku waspada, jika aku menggunakan nama asli, aku akan benar-benar terkenal, bukan dikarenakan karyaku melainkan, mungkin akan ada rumor aku seorang penulis yang hidup abadi selama ratusan tahun? Itu akan membuatku gila. Lebih nyaman menggunakan nama pena, aku bisa bebas menggantinya. Jika dihitung dari awal karirku sebagai penulis, sudah ada hampir 150 novel yang aku tulis dengan nama pena yang sempat berganti beberapa kali.

            Setiap berganti nama pena, aku dikenal sebagai penulis muda berusia 25 tahun, setelah itu aku akan terus berkarya selama 40 tahun kurang lebih, aku akan pura-pura pensiun menulis saat usiaku memasuki 65 tahun dalam perhitungan usia manusia. Dan saat usiaku memasuki 90 atau 100 tahun dalam perhitungan manusia, aku akan membuat berita palsu seolah kabar kematianku. Begitulah caraku bertahan menjadi novelist selama beberapa ratus tahun ini. Aku selalu membuat alasan menolak saat acara tv, atau radio, atau wawancara lainnya, dari berbagai media memintaku datang. Karena beberapa novel karyaku menjadi best seller, sungguh merepotkan banyak undangan ditujukan padaku.

            Aku memiliki bakat menulis, sejak aku masih jadi manusia seutuhnya, kenangan itu teringat jelas olehku. Saat aku masih kecil, papa mama selalu membelikan aku buku cerita bergambar, sebagai hadiah ulang tahunku. Bahkan kamarku sudah seperti perpustakaan mini karena aku suka sekali mengoleksi buku-buku. Dari hobi membaca, aku jadi ingin menulis buku karyaku sendiri. Aku juga ingat, moment paling membahagiakan saat salah satu karyaku berhasil diterima oleh penerbit. Itu saat aku berusia 17 tahun, saat aku masih menjadi diriku sendiri, sepenuhnya diriku, aku masih menjadi Kim Min Ji, nama yang diberikan orang tuaku padaku.

            Tanpa aku sadari, aku meneteskan air mata dan sedikit terisak dalam pelukan Ling Ling. Aku tidak mengerti, kenapa kenangan itu tiba-tiba muncul dalam kepalaku? Kenangan yang sudah lama hampir tidak pernah aku ingat-ingat lagi. Aku pikir, aku sudah menerima diriku yang sekarang, aku sebagai Cha Eun Byeol. Tapi ternyata aku masih merindukan diriku yang lama, saat aku masih menjadi manusia biasa, rindu sisi Kim Min Ji dalam diriku.

Ling Ling: “Mama, kamu menangis?” (Menyadari tubuhku sedikit bergetar dan terisak).

Aku: “Aku pikir sudah mengubur semua dan sepenuhnya menerima jati diriku yang sekarang. Tapi ternyata, aku menyimpan rindu pada sisi diriku yang lain.” (Sesekali terisak).

Ling Ling: “Mama, apa yang harus aku lakukan untuk menenangkanmu? Ini pertama kalinya, aku melihat mama menangis.” (Mengusap bahuku, menghapus air mataku).

            Ling Ling semakin panik saat melihat perubahan warna rambutku, beberapa helai rambutku berubah warna menjadi putih. Semakin larut dengan emosi manusia dalam diriku, tubuhku ikut melemah selayaknya tubuh manusia, mengingat lagi usiaku sudah 500 tahun, bisa dibayangkan, betapa lemahnya tubuhku jika aku benar-benar seorang manusia, bukan setengah dewa, dan setua apa aku. Ling Ling memperhatikan cahaya pil kehidupan abadi di perutku, cahayanya perlahan meredup, dan tidak lama cahaya itu padam. Bersamaan dengan cahaya pil kehidupan abadi yang padam, aku jatuh pingsan.

            Bukan hanya warna rambutku yang berubah menjadi putih, meski tidak semua berubah warna. Perubahan juga terjadi di wajah dan tanganku, muncul beberapa kerutan disana.

Ling Ling: “Mama, apa yang sebenarnya terjadi? Jangan menakutiku, aku tidak ingin kehilanganmu, hanya kamu yang aku miliki. Kamu berjanji akan menemaniku menua, apa kekuatan dewa pada diri mama menghilang? Mama, bangunlah ma.” (Bergumam, sambil menggenggam erat tanganku penuh kecemasan).

Aku: “Ling Ling, jangan cemas… aku hanya sedikit kelelahan.” (Perlahan membuka mata).

            Ling Ling kembali memperhatikan pil kehidupan abadi di perutku, bersamaan dengan tersadarnya aku dari pingsan selama 1 jam, cahaya pil kehidupan abadi kembali bersinar. Ling Ling menyaksikan sendiri, tubuhku kembali seperti semula. Rambutku yang memutih kembali menghitam, kerutan di wajah dan tanganku menghilang.

Ling Ling: “Jujur padaku, ada kejadian apa selama aku di Paris? Aku tidak pernah melihatmu seperti ini. Apa yang membuatmu melemah? Kamu melakukan pertarungan dengan roh jahat? Kamu terluka parah karena itu atau hal lainnya?”

Aku: “Aku juga tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, setiap kali aku mengingat sesuatu dari masa laluku, dan aku merindukan masa itu. Atau aku bersedih karena kenangan masa lalu, rasanya aku ingin menangis. Tanpa aku sadari, ada rasa… aku ingin kembali menjadi manusia, ada sisi diriku yang tidak menerima takdirku menjadi setengah dewa. Aku rasa itulah yang membuat pil kehidupan abadi hilang kekuatannya.” (Mulai menerka nerka).

Ling Ling: “Kalau betul seperti itu, kamu harus lebih menerima dirimu yang sekarang. Menjadi manusia setengah dewa cukup keren, kamu yang menyelamatkan aku, jika bukan karenamu, aku tidak akan memiliki kesempatan tumbuh dewasa. Selain itu, berkatmu aku bisa mengenal sosok ibu kandungku yang sudah tiada, kamu memiliki kemampuan menghubungkan aku dengan arwah ibuku.” (Menepuk lembut punggung tanganku).

Aku: “Baiklah, apa aku sekeren itu dimata mu?” (Tertawa tipis).

Ling Ling: “Ayolah, mama mulai lagi?! Mama tau bagaimana Ling Ling, pantang mengulang kalimat pujian untuk seseorang.” (Menggelitiki perutku dan tertawa bersamaku). “Mmm, sebenarnya aku ingin mengajak mama pergi ke suatu tempat untuk menemui ambassador kita yang baru.” (Lanjutnya).

Aku: “Mengajakku? Bertemu ambassador yang baru? Yang benar saja, aku malas bertemu dengan manusia asing.” (Menggelengkan kepala dengan ekspresi malas).

Ling Ling: “Aku tau itu, karena itu aku membuat janji di cafe, mama tidak perlu ikut kami meeting. Seperti yang sebelum-sebelumnya, mama berpura-pura menabraknya atau apapun itu, yang membuat mama ada kesempatan berkontak fisik dengannya, kita perlu memeriksa latar belakangnya bukan? Bagaimana jika ada khasus di masa lalu yang suatu hari mengancam karirnya? Itu akan mempengaruhi pemasaran produk kita juga. Mama hanya perlu membaca kenangan masa lalunya, setelah itu mama boleh pergi, mama bisa berteleportasi pulang saat mama pergi ke toilet. Bantulah aku menyeleksi kandidat ambassador lagi, ma.” (Memohon).

Aku: “Huft… Aku selalu kesulitan menolak permintaanmu. Kamu paling pandai dalam hal membujuk, kapan kita akan pergi?” (Menyerah akhirnya).

Ling Ling: “Tapi mama benar-benar sudah merasa membaik? Aku bisa mengundur pertemuannya besok, kalau mama masih merasa kurang enak badan.”

Aku: “Bukankah lebih cepat, lebih baik? Kita bisa segera cari pengganti kalau kandidat pertama tidak sesuai ekspetasi kita. Kamu jangan khawatir, mama sudah merasa jauh lebih baik.”

Ling Ling: “Syukurlah kalau mama benar-benar sudah merasa lebih baik. Dan mama benar, kita hanya memiliki waktu 2 minggu untuk menemukan ambassador baru. Saat ulang tahun perusahaan yang ke-55, ambassador baru akan langsung melakukan shooting iklan special bertema ulang tahun perusahaan kita.”

Aku: “Siapa kandidat pertama yang akan kita temui?” (Turun dari ranjang tidur).

Ling Ling: “Dia seorang actor yang sedang naik daun sekarang, 5 k-drama yang dia bintangi selalu menjadi rating tertinggi. Di kelima k-drama itu juga dia selalu menjadi pemeran utama pria.” (Masih duduk di tepi ranjang).

Aku: “Kamu memang berbakat dalam memilih target, mmm menarik.” (Mengangguk tersenyum). “Tunggu sebentar, mama harus pulang ke Namwon untuk berganti pakaian, beri waktu 5-10 menit, mama akan segera kembali, dan kamu juga harus segera bersiap.” (Lanjutku).

            Ling Ling tidak menyahut lagi, dia hanya tersenyum dan mengangguk. Aku membalas senyumannya, kemudian kembali melakukan teleportasi untuk pulang ke rumah Namwon, hanya dengan hitungan detik, aku menghilang dari hadapan Ling Ling.

Bersambung…

Komentar

  1. Chapter ini, membuat aku menangis🥺
    Kerennn kk milee! Lanjutkan...😍

    BalasHapus
  2. finally up juga, dh lama tunggu writernim 🥺❤️

    BalasHapus
  3. siapa naruh bawang disini? terharu sama hubungan byeol dan ling ling, emak anak sweet bangett

    BalasHapus
  4. Ling ling beruntung banget ketemu byeol 🥺🤗

    BalasHapus
  5. nunggu chapter ini up, berasa lagi nunggu notif ayang. akhirnya muncul juga, suka bgttt chapter 6 😊

    BalasHapus
  6. telat up dikit ga ngaruh, tetap setia menunggu kelanjutannya. semangat milee writernim 😉

    BalasHapus
  7. 🤓😍😍

    BalasHapus
  8. dibalik badasnya byeol, ternyata sosoknya hangat dan keibuan 🥰

    BalasHapus
  9. byeol luarnya roar, hatinya hello kitty 😇

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer