Langsung ke konten utama

Unggulan

KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (25 - CHAPTER TERAKHIR)

Dua Masa Satu Pilihan   Suara burung menyelinap lewat celah jendela yang sedikit terbuka. Cuitannya berkicau riang di kejauhan, seperti bisikan lembut dari dunia yang lama ku tinggalkan, memanggilku kembali dengan hangat. Aku membuka mata perlahan. Bukan halaman istana yang sunyi penuh reruntuhan dan sisa pertempuran, bukan langit kelabu Goryeo yang muram. Yang ku lihat pertama kali adalah langit-langit kamarku, terbuat dari panel kayu berwarna cokelat madu dengan ukiran tipis yang rapi, dipadu dengan cahaya lembut dari lampu tersembunyi. Pancaran cahayanya membalut ruangan dalam keheningan yang menenangkan.  Jantungku masih berdegup kencang, keringat dingin membasahi pelipis. Aku mengenakan piyama tidurku, kain lembut yang begitu asing jika dibandingkan dengan hanbok yang biasa ku pakai selama di masa lalu. Seketika aku terduduk di atas ranjang, nafasku terengah. Aku bisa merasakan luka, perih, air mata, dan kehangatan terakhir dari Xiao Yuer di pangkuanku. Tanganku gem...

KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (12)


 

  Memainkan Peran Untuk Mendapat Jawaban 

            Bagaimana rasanya berjumpa dengan seseorang yang kamu kenal, tapi dia tidak mengingatmu sama sekali? Aku jadi ingat perkataan Hwang In disaat terakhir kami bersama, tepatnya sebelum akhirnya jiwa kami terlempar kembali ke masa lalu. Hwang In mengatakan, kalau yang mengingat lebih terluka, dibandingkan dengan mereka yang melupakan kenangannya. Pagi ini, bertemu dengan Hwang In dan Dong Min di pasar, aku merasakannya. Aku bahkan tidak bisa menyapa mereka dengan akrab, aku tidak bisa mengatakan pada mereka kalau ini aku, Byeol. Padahal aku sangat ingin mengatakannya, bagi mereka sekarang, aku hanya orang asing yang tidak sengaja mereka temui. 


 

            Sebagai Noguk, seperti yang tertulis di buku sejarah yang aku baca di masa depan, hari ini mungkin hari pertama, dimana Putri Noguk dan Putra Mahkota Gongmin, sang calon Raja Goryeo, bertemu untuk kali pertama.

Gongmin: “Kenapa nona menatapku dengan sendu seperti itu? Apa ada ucapanku yang merusak suasana hatimu?” (Masih memeluk pinggangku erat).

Aku: “Aaa… aku baik-baik saja, kamu bisa melepaskan pelukanmu sekarang.” (Sedikit salah tingkah).

            Aku mengalihkan pandanganku melihat ke arah Choe Yeong, hatiku rasanya perih. “Dong Min, kamu di depanku tapi aku bahkan tidak bisa lari memelukmu. Dong Min, aku merindukanmu.”, ucapku dalam hati. Tanpa tersadar, air mataku terjatuh membasahi pipi.

Gongmin: “Kamu menangis?” (Menyeka air mataku, mengusap pipiku).

Aku: “Apa yang kamu lakukan?” (Perlakuan Gongmin membuatku terkejut dan kembali menatapnya).

Gongmin: “Aku melihat air mata jatuh dari pelupuk matamu.” (Menatapku lekat). “Apa Choe Yeong sempat memperlakukanmu dengan buruk tadi? Kalau ya, aku akan menegurnya nanti.” (Lanjutnya).

Choe Yeong: “Yang Mulia, hamba mohon ampun.” (Menundukkan kepala).

Aku: “Tidak… tidaaakk, jangan marahi dia. Dia bersikap sopan padaku, kamu bahkan melihatnya sendiri, kalau aku lah yang bersikap kasar padanya. Seharusnya aku yang meminta maaf pada kalian berdua. Tuan-tuan, dari hati terdalam, aku meminta maaf.” (Membungkuk pada Gongmin dan Choe Yeong). “Kalau begitu, aku pamit dulu. Kalian bisa memiliki cicin giok itu, aku akan membeli barang lain.” (Memberi salam sebelum pergi).

Gongmin: “Tunggu dulu!!” (Menahan lenganku).

            Aku terdiam, hanya menatap Gongmin penuh tanya. Gongmin membawaku melihat-lihat pernak pernik giok, dia mengambil cincin giok yang aku incar sedari awal. Kemudian membalik telapak tangan kirinya, seakan meminta sesuatu dariku. Aku masih terdiam membeku, tidak tau apa yang sebenarnya dia inginkan.

Gongmin: “Berikan tangan kirimu!” (Tersenyum).

Aku: “Tangan kiriku?” (Meski bingung, aku menuruti ucapannya).

Gongmin: “Terlihat semakin cantik saat berada di jari manismu.” (Memakaikan cicin padaku, dia tersenyum puas).

Aku: “Jadi kamu mengizinkan aku untuk memilikinya?” (Tersenyum lebar, sambil memperhatikan cicin di jariku). “Lalu bagaimana dengan hadiah yang akan kamu berikan pada calon istrimu?” (Seketika senyumanku memudar saat mengingatnya).

            Sebenarnya aku mengalah bukan tanpa alasan, mungkin mereka tidak mengetahui bahwa aku lah calon istri dari Gongmin. Mau menang atau kalah merebutkan cincin giok itu, pada akhirnya tetap akan jadi milikku.

Gongmin: “Aku akan membelikan hadiah lain untuknya, dan cicin ini… aku akan membelikan untukmu.” (Melepaskan tanganku).

Aku: “Jangan tuan! Aku bisa membelinya sendiri.” (Menolak dengan spontan).

Gongmin: “Anggap saja ini sebagai hadiah perkenalan kita. Suatu hari, aku berharap bisa bertemu denganmu lagi.” (Mendekatkan wajahnya dengan wajahku, dia mencolek ujung hidungku sambil tersenyum).

Aku: “Apa kamu sedang menggodaku?!” (Mencengkeram pergelangan tangan Gongmin). “Tapi, terimakasih sudah membelikan ini untukku. Aku akan mengingatmu, sampai jumpa Tuan Gongmin… sampai jumpa Tuan Choe Yeong.” (Melepaskan tangan Gongmin, dan melambaikan tangan pada mereka sembari berlalu pergi).

            “Lalalalala~♪”, aku bersenandung riang saat berjalan. Sesekali aku melompat ke kanan dan ke kiri dengan langkah gembira. Gongmin dan Choe Yeong memperhatikanku dari kejauhan, keduanya tersenyum melihat tingkahku.

Choe Yeong: “Yang Mulia menyukainya?” (Menggoda Gongmin).

Gongmin: “Dia gadis manis bukan? Cukup unik sampai membuatku tertarik.” (Pipinya mulai memerah). “Setelah pernikahanku dengan Putri Mongol, aku akan mencari gadis itu sampai ketemu. Semoga dia mau menjadi selirku.” (Lanjutnya).

Choe Yeong: “Yang Mulia, benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama.” (Tersenyum).

Gongmin: “Bodohnya aku tidak menanyakan siapa namanya.” (Kesal pada diri sendiri). “Sudah lah, dia sudah pergi. Memikirkannya saja membuat jantungku berdegup kencang, jika memang berjodoh, kami pasti bertemu kembali.” (Memegang dadanya yang berdebar).

Choe Yeong: “Lalu kemana tujuan kita sekarang, Yang Mulia?”

Gongmin: “Kamu beli lah hanbok yang cantik, dan juga beberapa perlengkapan make up! Aku ingin membeli itu sebagai hadiah pengganti.”

Choe Yeong: “Siap laksanakan Yang Mulia, aku permisi dulu.” (Memberi hormat).

Gongmin: “Setelah mendapatkan barang yang aku minta, temui aku di penginapan Tulip, kita akan bermalam disana!”

Choe Yeong: “Titah Yang Mulia, dimengerti!” (Berlalu pergi).

            Setelah Choe Yeong semakin menghilang dari pandangan, Gongmin berniat melangkah pergi juga dari tempatnya berdiri semula. “Tuan, kamu masih ingin memiliki cincin giok hijau putih seperti yang tuan beli untuk gadis manis tadi?”, ucap nenek pemilik kios pernak pernik giok. Hal itu membuat Gongmin mengurungkan niatnya pergi.

Gongmin: “Apa maksud nenek? Jadi nenek memiliki cicin serupa tapi diam saja, membiarkan kami hampir ribut karena merebutkannya?” (Sedikit kesal).

Nenek Giok: “Ukuran cincin ini lebih besar, jika diberikan kepada seorang wanita, rasanya akan kebesaran di jarinya. Karena sebenarnya, cincin giok ini sepasang. Kalau tuan membelinya untuk diri tuan sendiri, ini pas sekali. Itu sebabnya, sedari tadi aku terdiam, semoga tuan tidak salah paham.” (Menjelaskan).

Gongmin: “Maaf nek, aku berbicara dengan nada tinggi padamu. Boleh aku melihatnya?”

Nenek Giok: “Ini tuan, cincinnyaaa.” (Memberikan cincin giok).

Gongmin: “Warnanya cantik sekali, baiklah aku akan membelinya.” (Memasang cincin pada jarinya sendiri, kemudian memberi sang nenek penjual giok, emas batang sebagai tanda pembayaran).

Nenek Giok: “Tapi tuan, ini terlalu banyak. Harga cicin itu tidak semahal emas yang tuan berikan.”

Gongmin: “Tidak apa-apa, ambil saja. Aku permisi dulu nek.” (Tersenyum dan beranjak pergi).

Nenek Giok: “Takdir baik akan menghampirimu kali ini, tuaaaaaannnn.” (Ucap sang nenek sedikit berteriak, karena Gongmin sudah menjauh dari kiosnya).

            Gongmin mengangguk tanpa menoleh, dia melambaikan tangan dari kejauhan. Di tempat yang lain, aku mengejutkan Hye Soo yang sedang asik melihat-lihat kain sutra.

Aku: “Bwaaa.” (Menepuk kedua bahunya dari belakang).

Hye Soo: “Tuan Putri dari mana saja? Putri… putriii lihat ini! Apakah sutra ini cantik?” (Meminta pendapatku).

Aku: “Aku tadi ke kios pernak pernik giok disana, untuk melihat-lihat.” (Jawabku). “Aku rasa warna merah muda itu cukup cantik.” (Lanjut dengan menyampaikan pendapatku).

Hye Soo: “Kenapa tidak mengajakku kesana? Kan aku yang membawa tas berisi perak untuk kita berbelanja. Putri menemukan giok yang ingin dibeli? Ayo kembali kesana! Kita beli giok yang Putri inginkan.” (Menoleh ke arahku).

Aku: “Tidak usah, aku sudah mendapatkannya.” (Menunjukkan jari yang terpasang cincin giok).

Hye Soo: “Bagaimana Putri bisa membayar? Sedangkan peraknya, aku yang bawa.” (Terheran).

Aku: “Seseorang membelikannya untukku. Jangan cemas, dia orang yang baik.” (Menenangkan Hye Soo).

Hye Soo: “Jangan sembarangan menerima barang atau mempercayai orang yang baru saja Putri temui, banyak penjahat memiliki senyuman manis untuk memikat korbannya. Putri harus lebih berhati-hati.” (Sedikit mengomel).

Aku: “Uhum aku akan lebih berhati-hati.” (Mengangguk).

Hye Soo: “Jadi, Putri suka warna merah muda ini? Aku akan membelinya, aku ingin mendekorasi ulang kamarmu, dan menjahit kasur lantai baru untukmu.” (Tersenyum).

Aku: “Hye Soo baik sekali, aku menyayangimu.” (Memeluk Hye Soo dengan manja).

Hye Soo: “Reaksi Putri berlebihan, ini memang tugasku, untuk menjagamu dengan baik. Jika bukan karena pertolongan keluargamu, mungkin aku sudah dijual menjadi budak. Membalas budi seumur hidup pun, tidak akan cukup. Terlalu banyak kebaikan keluarga Putri padaku.” (Mengusap punggungku).

            Aku melepas pelukan, saat tersadar ada suasana aneh di pasar tidak lama kemudian, tampak orang-orang berlarian ke satu arah, lalu membentuk kerumunan. Disusul dengan bunyi janggu ditabuh dan membentuk sebuah irama. Janggu atau disebut juga dengan seyogo adalah gendang tradisional korea, selain itu janggu sering disebut dengan nama gendang jam pasir, karena bentuk bagian tengahnya ramping terlihat seperti jam pasir.

Aku: “Ada apa disana?” (Terheran).

Hye Soo: “Mungkin pertunjukan tarian pedang sudah dimulai.”

Aku: “Tarian pedang? Hye Soo ayo kesana! Aku ingin menonton pertunjukan!” (Menarik tangan Hye Soo).

Hye Soo: “Tunggu! Bayar dulu kain sutranya.” (Mengambil kain sutra yang sudah dikemas oleh penjualnya, dan membayarnya).

            Aku berlari berbaur dengan orang-orang yang berkerumun, sedangkan Hye Soo menyusul di belakangku, tidak lupa dia mengikat kuda putih milikku di tempat penitipan kuda. Kami berdua berjalan beriringan menembus kerumunan, sampailah kami di barisan paling depan. Ada panggung pertunjukan berbentuk persegi dan tidak terlalu tinggi di hadapan kami. Tampak 6 gadis cantik menggunakan hanbok dengan warna hitam, mereka berseragam, menggunakan model dan warna yang sama. Hanbok hitam yang mereka gunakan terlihat sederhana, namun elegant, ditambah dengan penggunaan cadar tipis pada wajah mereka, memberikan kesan berkarisma, mereka berpenampilan seperti pendekar wanita.

            Ada 6 pedang di bawah mereka, awalnya mereka bergerak ke kanan dan ke kiri dengan anggun, mereka juga melangkah ke depan dan ke belakang mengikuti irama musik yang dimainkan, tubuh mereka bergerak meliuk-liuk dengan indahnya, sampailah pada gerakan utama tarian mereka. Diambil lah pedang yang semula tergeletak dibawah, mereka mulai menghunuskan pedang. Seperti sedang menusuk, menebas, dan menangkis, mereka mengayunkan pedang dengan lihainya. Aku memperhatikan setiap detail gerakan yang mereka lakukan, entah mengapa aku ingin mencobanya juga.

            “Nona disana! Mau bergabung bersama kami di atas panggung?”, salah satu penari pedang menyapaku dengan senyuman di wajahnya. Dia juga memberiku sebuah pedang, mengajakku menari bersama mereka.

Aku: “Maaf, aku tidak bisa melakukannya karena memang belum pernah melakukan tarian ini.” (Berusaha menolak).

            “Aku tidak sembarangan mengajak penonton menari bersama, daritadi aku memperhatikan kamu, nona. Kaki kananmu tidak berhenti kamu gerakkan, seolah kamu mengikuti hentakan kaki kami, dan temponya sesuai dengan irama janggu. Jangan sembunyikan bakatmu!”, ucap penari itu. Dia mengulurkan tangannya padaku.

            Aku sempat menoleh ke arah Hye Soo yang ada di sampingku, aku meminta pendapatnya tanpa bertanya. Hye Soo hanya mengangguk, dia memahami kalau aku memerlukan pendapat darinya. “Baiklahhh…!”, jawabku penuh semangat. Aku menerima uluran tangan penari yang mengajakku naik ke atas panggung. Suara riuh tepuk tangan dan sorakan penyemangat dari penonton lain mulai bergema.

Hye Soo: “Tuan Putri, kamu pasti bisa!” (Ikut bersorak)

            5 penari lainnya menepi, hanya ada satu penari yang mendampingiku, saat ini rasanya jantungku berdebar, puluhan pasang mata fokus padaku. Aku menarik nafas dalam-dalam, ku hembuskan perlahan, aku berupaya menghilangkan perasaan tegang yang ku rasa. Suara penonton menjadi hening, saat janggu ditabuh.

            Ku letakkan pedangku, ku pejamkan mataku, ku berfokus pada pendengaranku, tubuhku bergerak mengikuti irama janggu, langkah kaki ku hentakkan mengikuti tempo tabuhan janggu. Ketika janggu berhenti dimainkan, ku membuka mata, semua orang menatapku penuh kagum, aku bahkan tidak percaya pada diriku sendiri, aku melakukannya dengan baik? Aku tersadar, ternyata sedari tadi aku menari sendirian, penari yang aku pikir mendampingiku, dia ikut menepi. Tarian ini belum selesai, 6 penari membentuk formasi, saatnya menutup pertunjukan dengan ayunan 7 pedang, karena aku bergabung bersama mereka.

            Penonton sempat bertepuk tangan untuk penampilan soloku, tidak lama kemudian, semua kembali hening, janggu kembali ditabuh. Aku dan 6 penari pedang, menari bersama. Dibalik ketajaman pedang yang menakutkan, menyimpan keindahan jika dipadukan dengan tarian. “Berkat nona, kami mendapat lebih banyak perak dari penonton. Bahkan ada yang memberi emas, hasil yang kami dapatkan dari pertunjukkan hari ini benar-benar memuaskan. Ini 4 perak dan 1 emas untukmu, nona! Karena kamu mau menari bersama kami, ini bagianmu.”, ucap penari yang sama, dengan penari yang tadi mengajakku naik atas panggung. Dia menghampiriku, ketika melihatku berniat pergi meninggalkan tempat pertunjukan. Penonton pun perlahan membubarkan diri, pertunjukan telah usai.

Aku: “Kamu tidak perlu memberiku bagian, aku justru berterimakasih sudah mengizinkan ku bergabung dengan kalian. Aku cukup bersenang-senang hari ini. Salam untuk temanmu yang lain, sampai jumpa lain waktu.” (Sedikit menunduk memberi salam, ku tersenyum).

            “Sampai bertemu lagi, nonaaaaa!!!”, ucap serentak tim tari pedang. Mereka semua melambaikan tangan ke arahku, aku membalas lambaian tangan mereka.

Hye Soo: “Aku tidak pernah tau, Tuan Putri memiliki bakat terpendam.”

Aku: “Benarkah penampilanku sebaik itu?”

Xiao Yuer: “Tentu saja!!! Adikku tampil memukau tadi, aku hampir tidak percaya bahwa itu kamu yang berada di atas panggung. Semakin mendekati panggung, baru ku yakin kalau itu benar-benar kamu.” (Sahutnya, muncul secara tiba-tiba).

Hye Soo: “Tuan Muda mengejutkan saja!” (Terkejut).

Aku: “Sejak kapan kamu melihatku? Dan bagaimana kamu bisa menemukan aku dan Hye Soo?”

Xiao Yuer: “Saat aku menitipkan kuda, aku melihat kuda putih milikmu ada disana juga. Jadinya aku pikir, kamu pasti di sekitar sini. Kebetulan aku melihat ada kerumunan orang menonton pertunjukan, aku menduga kamu dan Hye Soo pasti sedang menonton. Aku memutuskan mencari kalian diantara kerumunan. Benar dugaanku kamu ada disana, aku berniat menghampiri tapi saat itu, aku melihatmu ditawari naik panggung. Itu membuatku penasaran, apa kamu menerima tawaran atau tidak, sampai akhirnya kamu naik, aku menikmati pertunjukan hingga usai. Begitulah, tapi darimana kamu mempelajari tarian pedang?”

Aku: “Entahlah, aku mempelajarinya begitu saja, disaat pertama kali melihatnya.”

Xiao Yuer: “Maksudmu, sekali melihatnya… kamu bisa menghafal detail gerakannya?”

Aku: “Uhum, itulah yang terjadi.” (Mengangguk).

            Lagi dan lagi, aku kembali membuat alasan dan berbohong untuk menutupi jati diriku. Di masa depan, saat aku hidup sebagai Kim Min Ji atau Byeol, aku belajar berkuda dari ayahku. Setiap weekend tiba, aku dan ayah pergi ke tempat berpacu kuda, berkuda adalah hobi ayah. Jadi jangan heran, jika aku ahli dalam berkuda. Lalu dari mana aku bisa melakukan tarian pedang? Itu bakat yang diwariskan oleh ibuku, sebelum ibu menikah dengan ayah, di masa mudanya, ibu seorang penari tradisional Korea. Tarian pedang adalah tarian favorit ibu, aku seperti melihat ibuku di atas panggung, saat menonton pertunjukan di pasar tadi. Moments indah masa kecilku bersama orang tuaku, kini menjadi kenangan tidak terlupakan, yang sesekali aku rindukan.

Xiao Yuer: “Bagaimana mungkin aku tidak menyadari kalau adikku memiliki kecerdasan luar biasa?” (Menatapku takjub).

Aku: “Berhenti menatapku seperti itu!!! Aku lapar, ayo pergi makan!” (Mengusap perut yang sudah mulai berbunyi).

Xiao Yuer: “Disana ada rumah makan yang menyediakan menu jorim, kalian mau makan jorim?” (Bertanya padaku dan Hye Soo).

Aku: “Mauuu.” (Bersemangat).

Hye Soo: “Aku ikut saja dengan Tuan Muda dan Tuan Putri.”

            Jorim adalah sebuah hidangan yang dibuat dengan merebus sayuran, daging, ikan, atau tahu dalam kaldu berbumbu hingga cairannya terserap ke dalam bahan-bahan dan menyusut. Hidangan jorim biasanya berbahan dasar kecap asin, tetapi gochujang atau gochugaru juga dapat ditambahkan. Dalam masakan Kerajaan Korea, jorim disebut jorini. Jorim memiliki beberapa variant, seperti jang-jorim merupakan daging sapi yang direbus dengan kecap asin, lalu ada dubu-jorim atau tahu rebus, gamja-jorim atau kentang rebus, godeungeo-jorim atau ikan makarel rebus, gyeran-jang-jorim atau telur rebus dengan kecap asin, yeongeun-jorim atau akar teratai yang direbus, dan ueong-jorim atau akar burdock yang direbus.

Xiao Yuer: “Aku ingat sesuatu! Kalian mengabaikan perintahku?! Aku bilang naik tandu kesini, kalian nekad berkuda!”

Hye Soo: “Tuan Muda jangan salahkan Tuan Putri karena hal ini. Aku yang membantunya keluar kediaman dengan menunggangi kuda, aku juga yang membuatnya lolos dari para pengawal yang Tuan Muda siapkan. Ini semua salahku, Tuan Muda.” (Merasa bersalah).

Xiao Yuer: “Berhentilah membelanya, Hye Soo! Kamu terlalu menyayangi dan memanjakannya, lihat kamu dimanfaatkan olehnya.” (Mendecak).

Aku: “Aku tidak pernah memanfaatkan siapapun!” (Memukul lengan Xiao Yuer).

Xiao Yuer: “Lalu apa namanya?!” (Menatapku tajam sambil mencubit pipiku).

Aku: “Aku hanya ingin membuktikan kemampuanku berkuda! Itu saja! Hye Soo tidak pernah mempercayaiku, kalau aku sudah pandai berkuda sekarang. Hari ini dia percaya, aku berhasil membuktikannya, bukan begitu Hye Soo?!”

Hye Soo: “Uhum, Tuan Putri berkuda dengan aman sepanjang perjalanan.”

Aku: “Kamu dengar itu Yuer?!” (Menjulurkan lidah dan berlari).

Xiao Yuer: “Kembali kesini gadis nakal! Aku akan mencubitmu lagi!” (Mengejarku).

            Aku dan Xiao Yuer tertawa bersama. Jauh di dalam lubuk hatiku, aku iri pada Noguk. Meski aku reinkarnasi Noguk dimasa depan, tapi dimasa depan, aku terlalu kesepian terlahir sebagai anak tunggal, setelah orang tuaku tiada, aku benar-benar sendiri. Bertemu dengan Yuer, aku merasakan kasih sayang dan kehangatan memiliki seorang yang bisa ku panggil abang.

Bersambung…

Komentar

  1. ⭐⭐⭐⭐⭐

    BalasHapus
  2. Siapa yang naruh bombai disini? Musiknya ngebuat makin baper 🤧

    BalasHapus
  3. ndak bisa nahan air mata keluar, bawaannya terharu 🥺 musiknya ngedukung

    BalasHapus
  4. Hati mungilku tersentuh, byeol.... lenna padamu 🥺🤗

    BalasHapus
  5. Yuer sosok abang idaman 😍

    BalasHapus
  6. This chapter touched my heart 🥺💗

    BalasHapus
  7. Byeol, i feel u. I pon tunggal 🥲

    BalasHapus
  8. Ini dong min sama gongmin orangnya beda ya, di masa depan dan di versi masa lalunya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. gongmin (masa lalu) = hwang in (masa depan)

      Hapus
    2. Beda bestie. Gongmin itu hwang in, sedangkan choe yeong itu dong min

      Hapus
    3. @Vey @Anum @Claudia Sari, tengkyu udh bantu jwb. Nah sekarang paham xixixi

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer