Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (11)
Dua
Jiwa Yang Berbeda
Pagi ini, aku berpikir… aku akan
menemukan jalan pulang. Aku berharap setelah membuka mata dari tidur malam yang
panjang, aku kembali ke duniaku, ke masa depan dimana seharusnya aku berada.
Ternyata aku masih di tubuh ini, tubuh seorang Putri Bangsawan Mongol. Mungkin
dia adalah diriku yang dulu, aku adalah reinkarnasinya, tapi kami bukan orang
yang sama, jelas jiwa kami berbeda.
“Noguk, kamu sudah bangun?”,
terdengar seorang pria berteriak memanggil namaku. Suara itu terdengar familiar
untukku.
Aku: “Siapa yang
datang? Mari kita lihat, ada kejutan apa lagi di kehidupan seorang Noguk.”
(Bergumam sambil menghela nafas panjang).
Hye Soo: “Tuan
Putri sudah bangun rupanya, baru saja aku berniat membangunkan mu.” (Masuk ke
dalam kamarku).
Aku: “Apa kita
kedatangan tamu? Aku mendengar ada seseorang berteriak di luar.” (Perlahan
bangun, lalu duduk).
“Aku yang datang, adikku sayang.”,
tampak seorang pemuda masuk ke dalam kamarku, tanpa dipersilahkan masuk
terlebih dulu. Pemuda yang membuat kedua mataku membulat menatapnya, aku sangat
jelas mengenalinya. Pemuda itu terlihat begitu gagah menggunakan deel mewah,
selayaknya bangsawan. Parasnya yang rupawan, senyumnya pun menawan. Deel
merupakan pakaian tradisional bangsa Mongol, desain atasannya longgar dengan
lengan panjang dan kerah tinggi. Dilengkapi aksen kain menumpuk di bagian
depannya, deel biasanya dipadukan dengan selendang yang diikat di bagian
pinggang. Panjang deel hanya seperempat dari panjang kaki, sehingga orang
Mongol juga memadukannya dengan celana panjang longgar. Disamping itu,
penggunaan perhiasan, jubah, tali pinggang, dan sepatu boot juga menjadi bagian
ciri khas pakaian bangsa Mongol.
“Mawang… dia benar-benar terlihat
seperti Mawang.”, mulutku berucap tanpa suara. Aku masih terpaku menatapnya,
hal yang tidak pernah terpikir olehku sebelumnya, menjadi kejutan luar biasa.
Hye Soo: “Tuan
Muda Xiao Yuer silahkan duduk.” (Ucapnya memberi hormat, menyambut pemuda itu).
Aku hanya mengamati gerak gerik
pemuda bernama Xiao Yuer, berusaha mencerna keterkaitan antara kami berdua. Dia
menyebutku adiknya, sedangkan Hye Soo begitu menghormatinya dan memanggilnya
Tuan Muda? Mawang adalah reinkarnasi Xiao Yuer? Dan kami bersaudara di
kehidupan ini, dia abangku?
Xiao Yuer: “Apa
yang membuatmu menatap abangmu seperti itu? Setelah kembali dari medan perang,
apakah aku semakin terlihat tampan?” (Tertawa kecil dan gelengkan kepala
melihat reaksiku).
Aku: “Aku semakin
yakin, kalau Mawang adalah reinkarnasinya, tingkah menyebalkan dan narsisnya
sama!” (Menggerutu).
Xiao Yuer: “Apa
yang kamu katakan? Bibirmu seperti sedang baca mantra. Lihatlah penampilanmu!
Matahari semakin naik, hari hampir siang, tapi kamu baru bangun tidur dan
berantakan, adikku sama sekali tidak memiliki sisi keanggunan, bagaimana
mungkin kamu akan jadi ratu Goryeo di masa depan?” (Mendecak).
Aku: “Jika bukan
karena politik, aku juga enggan menerima perjodohan ini!” (Tidak mau kalah).
Xiao Yuer:
“Baiklah, adikku sangat berjasa untuk negara. Aku sangat bangga.”
(Mengacak-acak rambutku).
Hye Soo hanya menunduk sambil
menahan tawa melihat tingkah kekanakan dua kakak beradik di hadapannya.
Xiao Yuer: “Hye
Soo, bisa siapkan sarapan untuk kami? Perutku terasa lapar, aku ingin makan
bersama adikku disini.” (Memberi perintah).
Hye Soo: “Baik
Tuan Muda, akan segera aku siapkan.” (Memberi salam, berlalu meninggalkan
kamarku).
Xiao Yuer:
“Keningmu sudah membaik, apa itu masih sakit?” (Meringis saat memperhatikan
keningku yang lebam, seolah ikut merasakan sakitnya).
Aku: “Sudah
membaik, jangan terlalu cemas dengan luka kecilku ini.” (Tersenyum).
Xiao Yuer: “Apa
kamu benar-benar adikku?” (Menatapku tajam, nada suaranya berubah menjadi
serius).
Jantungku berhenti berdetak untuk
beberapa saat, setelah mendengar pertanyaan dari Xiao Yuer. Aku bingung harus
menjawab apa, karena aku memang bukan Noguk, disisi lain bagaimana cara aku
menjelaskan padanya? Apa logikanya bisa menerima penjelasan dariku?
Xiao Yuer: “Kenapa
kamu berkeringat di pagi hari? Padahal udara pagi ini cukup sejuk.” (Sembari
membuka jendela kamarku). “Aku hanya menggodamu, responmu terlalu gugup
membuatku merasa aneh. Aku menanyakan hal itu, karena kamu terlihat lebih
dewasa sekarang. Dulu… terluka sedikit saja, kamu akan berlari memelukku sambil
merengek mengadu.” (Lanjutnya, kembali duduk).
Aku: “Aku tidak
gugup, aku hanya sedikit gerah. Terimakasih sudah membuka jendela untukku,
rasanya jauh lebih menyegarkan.” (Mengusap keringat yang ada di kening).
“Kenapa aku lebih terlihat dewasa, karena aku belajar untuk menjadi dewasa, aku
tidak ingin selalu manja dan menyusahkan. Aku akan segera menikah, aku memiliki
tanggung jawab menjadi seorang istri dan calon ratu, dan juga ibu dari seorang
anak nantinya.” (Memberi penjelasan lebih lanjut).
Tiba-tiba terdengar bunyi dengungan
di telingaku, membuatku merasa sedikit pusing. Sejenak aku memejamkan mata, aku
melihat ada bayangan seperti sebuah ingatan masa lalu yang sekilas muncul dalam
benakku. Setelah suara dengungan itu hilang, rasa pusingku ikut menghilang
bersamanya. “Itu ingatan milik Noguk.”, ucapku dalam hati. Kini separuh jiwa
Noguk seakan menyatu dengan jiwaku, sebelumnya aku tidak mengingat atau
mengetahui apapun tentang wanita ini. Ingatannya membersamai raganya, membuatku
perlahan mengingat setiap kenangan miliknya, meski hanya sepenggal kisahnya,
belum keseluruhannya.
Xiao Yuer: “Kamu
baik-baik saja? Apa benturan di kepalamu, membuatmu merasa pusing?” (Kembali
cemas saat melihat aku, memijat pelipisku).
Hye Soo: “Makanan
sudah siap! Selamat menikmatiiiii.” (Seruannya, sambil membawa nampan makanan).
Kehadiran Hye Soo yang diikuti 2
dayang lain di belakangnya, mengalihkan kecemasan Xiao Yuer. Hye Soo mulai
sibuk menata meja dan menata hidangan. Kami berdua mengucapkan terimakasih pada
Hye Soo dan para dayang, barulah kami menyantap sarapan yang disediakan. Hye
Soo hanya tersenyum dan kembali memberi hormat, dia bersama dayang lainnya
meninggalkan kamarku.
Aku: “Nyummm, ini
enak!” (Mata berbinar saat mencoba satu suapan).
Xiao Yuer:
“Makanlah yang banyak supaya lekas pulih.” (Tersenyum saat melihatku makan
dengan lahapnya).
Aku: “Kamu
makanlah juga, jangan kalah dariku. Kalau sedang lapar seperti ini, bisa-bisa
aku menghabiskan semua tanpa tersisa. Jangan sampai aku menghabiskan yang
seharusnya jadi bagianmu juga.” (Tertawa kecil).
Xiao Yuer: “Nafsu
makan adikku bertambah sekarang, dasar gadis kecil.” (Ikut tertawa). “Kamu ada
acara hari ini?” (Ucapnya kemudian).
Aku: “Aku rasa
tidak, ada apa menanyakan hal itu?” (Berusaha menutupi rencanaku untuk pergi ke
pasar bersama Hye Soo).
Xiao Yuer: “Aku
dengar ada festival di pasar, akan ada banyak pertunjukan disana, mau
melihatnya? Kamu terlalu sering dirumah, pasti rasanya bosan kan? Jadi ikutlah
denganku, aku akan menyiapkan tandu untukmu.”
Aku: “Untuk apa
tandu? Kenapa tidak berkuda? Itu akan lebih menyenangkan.”
Xiao Yuer: “Kamu
yakin? Bukannya kamu tidak bisa berkuda, kamu tidak takut akan terjatuh lagi?
Sudahlah menurut padaku, menggunakan tandu lebih aman untukmu.” (Mengomel).
“Astagaaa! Aku hampir melupakan sesuatu, aku ada janji bertemu dengan seorang
teman lama. Bagaimana kalau kamu berangkat sendiri, biar Hye Soo menemanimu?
Aku akan menyusulmu, kita bertemu di pasar.” (Lanjutnya, teringat sesuatu).
Aku hanya mengangguk dan tersenyum,
seolah menurut dengan perkataan Xiao Yuer. Melihat dari gelagatnya, dia sama
keras kepalanya sepertiku, aku tidak ingin berdebat panjang dengannya, apalagi
membuat masalah yang mungkin akan menguras energi dan melelahkan. Suasana
seketika menjadi hening, kami berdua fokus makan dan bergegas menghabiskan
sarapan. Setelah hidangan dihadapan kami habis tidak bersisa, Xiao Yuer bangkit
dari duduknya, dia berpamitan untuk pergi menemui teman yang dia ceritakan.
Jadi aku mengantarnya sampai depan rumahku, yaaa… rumah Noguk adalah rumahku
juga, karena aku berada di dalam tubuhnya. Bukan hanya aku yang mengantarnya,
beberapa dayang dan pengawal berkumpul untuk mengantar kepergian Xiao Yuer.
Sebelum pergi, Xiao Yuer sempat
memelukku dan mengusap lembut kepalaku. Aku bisa merasakan betapa dia
menyayangi adiknya, Noguk beruntung memiliki abang seperti Xiao Yuer. Dari
kejauhan salah satu pengawal rumah kami, tampak berjalan menghampiri kami, dia
menarik seekor kuda berwarna coklat, yang tidak lain adalah kuda milik Xiao
Yuer.
Xiao Yuer: “Aku
pergi… daaa sampai jumpa di pasar nanti. Hye Soo jaga putri Noguk baik-baik!”
(Mulai menaiki kuda).
Hye Soo: “Baik
Tuan Muda.”
Aku: “Perhatikan
langkah kudamu, hati-hati selama menungganginya di perjalanan.”
Xiao Yuer: “Uhum…
Tenang saja.” (Mengangguk). “Yihaaaaaaaaaa.” (Seruannya, mulai menarik tali
kekang. Kuda berlari membawanya meninggalkan halaman rumah).
Aku masih berdiri mematung disana,
melihat Xiao Yuer yang perlahan menghilang dari pandanganku.
Hye Soo: “Aku
sudah menyiapkan air hangat untukmu mandi, Tuan Putri mau mandi sekarang?”
(Melangkah mendekat ke arahku).
Aku: “Kebetulan
sekali, aku perlu menyegarkan diriku. Uhum aku akan mandi sekarang, bisa
antarkan aku ke tempat pemandian?”
Hye Soo: “Mari
Tuan Putri.” (Menunjukkan arah).
Saat mengikuti langkah Hye Soo, aku
sambil memperhatikan setiap sudut rumah ini. Benar-benar rumah khas tradisional
korea, kesan kunonya sangat terasa pada desain bangunannya. Sebenarnya rumah
ini sederhana, tapi cukup luas, jika dibandingkan dengan rumah sekitarnya,
rumah ini terbilang cukup mewah. Mungkin ini lah, yang membuat kasta pada masa
ini terlihat jelas.
Aku: “Hye Soo, apa
itu kandang kuda keluarga kami? Lalu kuda putih milik siapa disana?” (Langkahku
terhenti, saat melihat kandang kuda di kejauhan).
Hye Soo: “Ya
benar, dan kuda disana milikmu. Kamu suka memelihara kuda tapi tidak bisa cara
menungganginya. Kamu pernah merengek pada ayahmu untuk membelikanmu kuda,
dengan bantuan Tuan Muda membujuk Tuan Besar, akhirnya keinginanmu
terkabulkan.”
Aku: “Xiao Yuer
ternyata cukup memanjakanku.” (Tersenyum).
Hye Soo: “Meski
Tuan Muda terkadang terlihat dingin dalam bersikap, namun hatinya hangat. Tuan
Putri adalah adik satu-satunya dan kesayangan Tuan Muda.” (Ikut tersenyum).
“Sebelum mendiang ibu kalian meninggal, Nyonya Besar memberi wasiat kepada Tuan
Muda untuk senantiasa menjagamu Tuan Putri. Sakit mendiang Nyonya Besar karena
wabah, membuatnya tidak bisa bertahan. Saat itu, usia Tuan Muda dan Tuan Putri
masih kanak-kanak. Mungkin usia Tuan Muda 10 tahun dan Tuan Putri 8 tahun.”
(Lanjutnya).
Aku hanya terdiam mendengar
penjelasan Hye Soo, itu sama persis dengan sekilas ingatan masa lalu Noguk yang
aku dapatkan tadi.
Hye Soo: “Tuan
Putri, disana pemandian di kediaman ini.” (Menunjuk salah satu ruangan yang
sudah tidak jauh dari tempat kami berdiri).
Aku: “Terimakasih
Hye Soo.” (Tersenyum). “Oh ya, kamu juga harus bersiap. Setelah mandi, aku
ingin kita segera berangkat ke pasar.” (Ucapku sebelum berlalu meninggalkan Hye
Soo).
Hye Soo: “Ya Tuan
Putri, baju ganti Putri sudah aku siapkan di dalam.” (Hye Soo berlalu pergi
setelah melihatku masuk ke ruang pemandian).
Baru beberapa langkah memasuki
ruangan, aku sudah dimanjakan dengan aroma harum yang khas. Aroma bunga
semerbak memenuhi ruangan, ada satu bathtub dari kayu, bentuknya menyerupai
mangkuk besar. Ada air hangat di dalamnya, dan ada kelopak bunga mengapung di
atasnya.
Aku: “Aku
benar-benar Tuan Putri disini, ini sama persis seperti film atau drama kerajaan
yang sering aku lihat di tv, mengalaminya secara nyata terasa lebih
menakjubkan.” (Dengan mulut terbuka penuh kekaguman).
Aku melepas satu persatu pakaian
yang membalut tubuhku, setelah semua terlepas dan tidak ada satu helai kain pun
yang melekat, aku perlahan masuk ke dalam bathtub. Rasanya relax berendam dalam
air hangat. Tidak terasa beberapa menit berlalu, aku bahkan terlalu menikmati
mandi pagi ini, sampai suara Hye Soo menyadarkan aku, kalau aku sudah terlalu
lama berendam.
Hye Soo: “Tuan
Putri belum selesai mandi?” (Sedikit teriak dari balik pintu).
Aku: “Tunggu
sebentar, aku akan segera berganti pakaian.” (Keluar dari bathtub, dan
mengeringkan tubuh menggunakan handuk). “Hye Soo, tidak ada pakaian lain selain
ini?” (Mendengus kesal saat melihat pakaian ganti yang disiapkan oleh Hye Soo).
Hye Soo: “Ada yang
salah dengan pakaian yang aku siapkan, Tuan Putri? Itu hanbok favoritmu,
biasanya kamu suka menggunakan pakaian yang membuat Putri terlihat cantik dan
anggun, setiap kali keluar dari kediaman.” (Kebingungan).
Aku sudah menduganya, Putri Noguk
seorang wanita yang lembut dan anggun. Bukan aku tidak suka style feminim, aku
juga wanita feminim, tapi rok panjang mengembang… aaaaa ini terlalu berlebihan
untukku. Aku tidak leluasa saat memakainya, dan aku tidak bisa bersikap
seanggun Noguk yang asli.
Aku: “Bukan aku
tidak menyukai hanbok yang kamu siapkan untukku, tapi aku ingin sedikit
menyamar saat ke pasar. Bisakah kamu menyiapkan hanbok yang sering digunakan
oleh pria Goryeo?” (Jawabku setelah memikirkan alasan yang tepat untuk meminta
Hye Soo mencarikanku pakaian yang lain).
Hye Soo: “Apakah
Putri berniat menyamar sebagai seorang pria?”
Aku: “Siapkan saja
apa yang aku perintahkan! Kamu akan tau nanti.”
Hye Soo: “Baik
Tuan Putri, aku akan mencarikannya untukmu, dan aku akan segera kembali.”
Tidak lama kemudian, Hye Soo kembali
membawakan hanbok pria Goryeo yang aku inginkan, aku segera mengganti pakaianku
menggunakan hanbok itu. “Sempurna, cukup nyaman.”, gumamku sambil tersenyum.
Sebelum keluar dari ruang pemandian, aku melihat ada meja rias disana, terlihat
beberapa perlengkapan untuk make up berjajar dengan rapi. Aku mulai mencobanya,
dari mulai menggunakan bedak, memberi warna pada kelopak mataku, menggunakan
perona pipi, sampai menggunakan pewarna bibir, aku membuat wajahku menjadi lebih
fresh. “Byeol, kamu cantik sekali.”, ucapku memuji diri sendiri saat menatap
cermin.
Hye Soo: “Siapa
Byeol?” (Tiba-tiba muncul di dekatku, saat aku sedang asik make up).
Aku: “Sejak kapan
kamu masuk? Siapa yang mengizinkan kamu masuk? Mengejutkanku saja.” (Terkejut).
“Byeol itu aku, maksudku adalah aku menyebut diriku seperti bintang karena
terlihat cantik, mmm begitulah.” (Kembali membuat alasan).
Hatiku terasa lega karena melihat
reaksi Hye Soo hanya tersenyum, mengiyakan kalau pagi ini aku terlihat cantik.
Untungnya aku bisa dengan cepat memikirkan jawaban yang tidak membuat orang
lain curiga siapa diriku sebenarnya.
“Hufttt, aku tidak salah memilih
nama. Keputusanku saat itu benar, untuk mengubah nama dari Kim Min Ji menjadi
Cha Eun Byeol, setidaknya nama itu menyelamatkan aku di situasi seperti ini.”,
ucapku dalam hati. Dulu, ada seorang penggemar novelku menyarankan aku
menggunakan nama pena Byeol untuk karyaku selanjutnya. Itu terjadi saat aku
berusia kurang lebih 300 tahun. Sampai akhirnya aku menemukan perpaduan nama
yang cantik, Cha Eun Byeol. Makna dari kata Byeol sendiri, adalah bintang.
Siapa sangka, sebelum aku
bereinkarnasi sebagai Kim Min Ji, di kehidupanku sebelumnya sebagai Noguk, aku
juga seorang penulis pada masa Goryeo? Aku jadi semakin bangga pada diriku,
bakat menulis adalah bakat yang benar-benar melekat padaku. Bahkan bakat itu
muncul sejak kehidupan pertamaku.
Hye Soo: “Tuan
Putri, kenapa termenung seperti itu? Mau aku bantu mengikat rambutmu?”
Aku: “Boleh, aku
ingin mengikatnya jadi satu. Gunakan pita ini untuk mengikatnya, bisa kamu
lakukan itu untukku?” (Tersenyum sambil memberikan pita warna putih pada Hye
Soo).
Hye Soo kembali tersenyum dan
mengangguk, dengan sigap dia melakukan apa yang aku perintahkan. Setelah
selesai dengan ikatan rambut, aku menggunakan jepit rambut kecil berbentuk
kupu-kupu untuk mempercantik tampilanku.
Aku: “Bagaimana
penampilanku sekarang?” (Meminta pendapat Hye Soo).
Hye Soo: “Wahhh,
Tuan Putri sangat cantik. Mungkin tidak seanggun biasanya, tapi dengan
perpaduan hanbok untuk pria, dengan ikatan rambut seperti itu, dengan riasan
wajahmu, dan jepit rambut yang lucu… memberi kesan kalau Putri seorang gadis
ceria, lincah, serta menggemaskan.” (Memperhatikan aku secara detail).
Aku: “Luar
biasaaa, Hye Soo ku pandai menilai penampilan secara terperinci.” (Bertepuk
tangan). “Memang itu kesan yang ingin aku tunjukkan dengan berpenampilan
seperti ini.” (Tersenyum puas).
Hye Soo: “Tandu
Tuan Putri sudah siap di halaman kediaman, akan ada 4 pengawal juga yang akan
ikut serta untuk mengawal perjalanan kita.”
Aku: “Bisakah kita
hanya pergi berdua? Aku tidak suka dikawal, aku juga tidak suka menggunakan
tandu, aku lebih suka kalau kita pergi dengan berkuda, rasanya lebih leluasa
dan bebas pergi kemanapun yang aku inginkan.”
Hye Soo: “Tapi ini
perintah Tuan Muda, bagaimana kalau Tuan Muda tau kemudian menyalahkan aku,
jika terjadi sesuatu pada putri? Putri tidak tau, betapa bahayanya meninggalkan
kediaman ini. Kalau ada seorang yang berniat menyakiti Putri, aku tidak bisa membiarkan
hal itu terjadi. Aku harus memastikan, Putri mendapat pengawalan yang aman.”
Aku: “Aku bisa
menjaga diriku sendiri, percayalah padaku Hye Soo.” (Menatap Hye Soo dengan
tatapan memohon).
Hye Soo: “Berhenti
menatapku seperti itu, Tuan Putri membuatku tidak bisa menolak perintah. Kamu
semakin keras kepala sekarang. Baiklah! Aku akan mengalihkan perhatian
pengawal, Tuan Putri pergilah diam-diam dengan kuda, tunggu aku sedikit jauh
dari kediaman, aku akan menyusulmu.”
Aku: “Hye Soo
memang yang terbaik.” (Memeluk Hye Soo).
Hye Soo keluar dari ruang pemandian
untuk menjalankan rencana kami, dan benar dia membuat keributan. Terdengar
suara teriakan Hye Soo dari arah dapur. Semua pengawal tampak terkejut, dengan
spontan mereka berlari meninggalkan halaman menuju ke arah suara teriakan Hye
Soo berasal. Aku yang memperhatikan diam-diam dari tempat yang aman, perlahan
keluar dari tempat persembunyian, menuju ke kandang kuda. “Yihaaaaaaaaaa.”,
seruanku sambil menarik tali kekang. Aku dengan mudah keluar dari halaman
rumah, karena penjagaan disana lengah.
“Hye Soo, kamu tidak apa-apa?”,
tanya salah satu pengawal. Hye Soo menjawab tidak apa-apa, dia berteriak karena
melihat ada tikus tadi, dia terkejut. Begitulah alasan yang Hye Soo berikan
pada para pengawal. Para pengawal hanya menghela nafas, mereka mendecak sambil
menggelengkan kepala, kemudian membubarkan diri untuk kembali menjaga kediaman
Noguk.
Aku dan kuda putihku berhenti di
depan kedai arak, menunggu Hye Soo menyusulku. Beberapa saat kemudian, tampak
Hye Soo berlari dari kejauhan, dia terlihat sekali terengah-engah karena lelah.
Hye Soo: “Aku
lelah sekali, hah hah hahhh.”
Aku: “Ayo naik!”
(Mengulurkan tangan).
Hye Soo: “Tuan
Putri yakin bisa menungganginya?” (Penuh keraguan).
Aku: “Kamu tidak
lihat aku sedang berada di atas kuda sekarang? Tentu saja aku menunggangi kuda
ini dari kediaman sampai ke sini. Jangan takut, aku akan memberimu tumpangan
dengan aman, sebenarnya aku diam-diam belajar naik kuda meski sering terjatuh.”
(Sedikit berbohong untuk meyakinkan Hye Soo).
Hye Soo menerima uluran tanganku,
aku membantunya naik dan duduk di belakangku. Aku memintanya berpegangan padaku
agar tidak terjatuh, kembali ku tarik tali kekang. “Yihaaaaaaaaaa.”, kudaku pun
kembali melaju menuju pasar. Dari belakang, Hye Soo sambil menunjukkan rute
yang harus aku lalui.
Memerlukan waktu kurang lebih 15
menit, sampailah kami di pasar. Sesampainya disana, kami turun dari kuda,
suasana pasar begitu ramai, suara riuh antara penjual dan pembeli yang saling
menawar harga barang terdengar bersahutan. Sambil menarik kuda, aku dan Hye Soo
berjalan beriringan.
Hye Soo: “Tuan
Putri, biarkan aku yang menarik kuda untukmu. Kamu berjalanlah dengan santai
dan lihat-lihat sesukamu.” (Berbisik padaku).
Aku: “Uhum, aku
titipkan si putih padamu. Jangan berjalan terlalu jauh dariku!” (Tersenyum dan
memberikan tali kekang pada Hye Soo).
Aku mulai berlari kesana kemari,
melihat beberapa kios dagang disana. Ada yang menjual makanan, ada kios kain
sutra, ada yang menjual topeng, ada kios barang antik, kios make up, kios
pernak pernik dari giok juga, dan masih banyak lagi. Dari semua barang yang ku
lihat, aku tertarik pada cincin giok dengan perpaduan warna hijau dan putih,
jadi aku memutuskan untuk pergi ke kios pernak pernik giok, aku ingin
mengamatinya lebih dekat.
“Aku ingin membelinyaaa!”, ucapku
pada sang penjual. Tapi ada seorang pemuda mengucapkan hal yang sama, dan
membersamaiku saat mengucapkannya. Bahkan tangan kami tanpa sengaja saling
bersentuhan, saat memiliki niatan yang sama mengambil cincin giok hijau putih
itu. Aku merasa kalau akulah yang datang lebih dulu ke kios dan mengincarnya,
beraninya dia! Mau mengambil cincin giok incaranku! Itu membuatku sedikit
kesal.
“Maaf tuan, tapi aku yang datang
lebih dulu, jadi ini milikku. Tuan bisa memberi barang yang lain!”, ucapku
menahan kesal. Tanpa melihat dan menoleh ke arah pemuda di sampingku. “Tapi
nona, tuanku ingin membeli sesuatu yang berharga untuk calon istrinya. Jadi
tolonglah aku, tuanku bisa memarahiku. Aku hanya seorang pengawal, giok ini
terlihat special di matanya. Tuanku berpikir kalau ini hadiah terbaik untuk
calon istrinya.”, sahut pemuda itu.
“Dimana Tuanmu?! Minta dia kesini,
mau berkelahi denganku untuk merebutkan cincin ini. Jangan kamu kira, aku tidak
berani menghadapi seorang pria!”, aku mulai hilang kesabaran. Betapa
terkejutnya aku, saat aku menoleh ke arah pemuda di sampingku dan menarik
bajunya, wajah yang tidak asing untukku kembali hadir. “Dong Min!”, gumamku.
Tanganku menjadi lemas, aku melepaskan cengkeramanku dari bajunya. Aku bahkan
mundur beberapa langkah dan hampir terjatuh.
“Awas nona! Hati-hati dengan
langkahmu!”, suara pemuda lainnya berteriak memperingatkan aku. Ada seorang
pemuda yang berbeda, berlari dari arah belakangku, berusaha menangkapku.
Badanku terhuyung ke belakang, aku kehilangan keseimbangan, pemuda yang memperingatkan
aku tadi berhasil memeluk pinggangku, aku berpegang pada bahunya, mata kami
saling beradu pandang. Ketika menatapnya, ada desiran tidak biasa di hatiku.
“Hwang In!!”, mulutku mengucap namanya tanpa suara.
“Nona, kamu baik-baik saja? Apa
kakimu terkilir? Ada yang terluka?”, ucap pemuda yang menangkapku. Dia terlihat
begitu mencemaskanku. “Maafkan pengawalku, dia tidak mengalah karena mematuhi
titahku. Aku juga meminta maaf kepadamu. Perkenalkan, aku Gongmin. Dan dia
pengawal setiaku, sekaligus sahabat baikku, dia Choe Yeong.”, pemuda yang
menangkapku memperkenalkan dirinya, juga memperkenalkan pengawalnya.
Semua semakin jelas sekarang, Hwang
In adalah reinkarnasi dari Raja Gongmin. Sedangkan Dong Min adalah reinkarnasi
dari pengawal istana sekaligus sahabat dari Gongmin, dia Choe Yeong. Kepingan
puzzle yang aku lihat di masa depan melalui mimpi, atau melalui sekilas
bayangan yang muncul secara tiba-tiba kala itu, perlahan menemukan titik
terangnya. Memang benar adanya, baik aku, Hwang In, dan Dong Min, saling
mengenal dan saling terhubung di kehidupan sebelumnya. Sebagai Noguk, Gongmin,
dan Choe Yeong.
Bersambung…
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Postingan Populer
KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (2)
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Akhirnya yg ditunggu 😍
BalasHapustelat upnya termaafkan, chapter 11 gk mengecewakan 😍
BalasHapusasik makin seru, semakin buat readers nebak²
BalasHapusaromanya kok ke hwang in yaaaaa 🥲 penumpang kapal dong min siap pelampung
BalasHapuskretek2 cemas sama kapal yang gue tumpangi 🏊🏻♀ siap berenang kalo tenggelam thor. overall makin seru parah 😍
BalasHapusngga siap naik kapal manapun, takut salah pilih kapal entar tenggelem. tim netral ikut arus author ajalah 🤣
BalasHapuskeren thor, ditunggu next chapter 12
⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapusNo comment karna keren, jadi kasih bintang ajalah yaaa
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapusAbsen komen dengan bintang hahha
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapusalways awesome kat tiap chapters
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
Confused nak comment apa, good story yang pasti. Terikut yang lain bagi bintang, rate 5 stars
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
seperti biasa, one word from me! "KEREN"
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapusSaya suka jalan ceritanya, menarik, saya boleh faham bahasanya juga 🥰
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapus