Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (10)
Kepingan
Puzzle
Petunjuk yang satu persatu mulai
mencuat ke permukaan, bagaikan kepingan puzzle. Benarkah bayangan yang sering
muncul secara tidak terduga belakangan ini, serta mimpi yang sering membuatku
gelisah dan bertanya-tanya diwaktu yang bersamaan, merupakan ingatan lamaku
dari kehidupan sebelumnya?
Matahari semakin terik, tidak terasa
pemotretan Hwang In di tempat pemanahan berlangsung selama 3 jam, dan kini
hampir selesai. Ada hal diluar rencana terjadi hari ini, bukan sebuah hal
buruk, melainkan hal baik. Siapa sangka, tim photographer dari Jinju Beauty
tertarik dengan visual Dong Min. Oleh karenanya, mereka meminta Dong Min untuk
melakukan pemotretan bersama dengan Hwang In. Dia akan menjadi model
pendamping, dan Hwang In selaku model utamanya.
Hwang In: “Kamu
keren sekali, bukan hanya memiliki bakat terpendam dalam memanah, kamu juga
berbakat dalam modeling.” (Puji Hwang In, menepuk bahu Dong Min).
Dong Min: “Tadi
aku benar-benar gugup, ini pertama kalinya, aku diminta menjadi model. Jika
bukan karena bimbinganmu, aku pasti sudah mengacaukan semuanya. Ini juga
berkatmu, kamu seorang professional.” (Mengacungkan ibu jarinya).
Dari kejauhan, tanpa sadar aku
tersenyum melihat Dong Min dan Hwang In yang bercengkrama selayaknya teman
lama. Salah satu tim photographer memanggilku, lalu menunjukkan kamera padaku,
memintaku melihat hasil pemotretan hari ini. Aku mengangguk dan tersenyum puas
dengan hasilnya. “Mohon perhatian semuanya.”, ucapku kemudian.
Aku: “Aku sudah
melihat hasil dari pemotretan tadi, dan itu sangat memuaskan, aku menyukainya.
Terimakasih untuk kerja keras kalian, dan terimakasih untuk kerja sama tim yang
luar biasa diproject ini. Pemotretan selesai, selamat beristirahat kalian semua.”
(Bertepuk tangan).
Dong Min, Hwang In, Ling Ling, dan
semua tim photographer ikut bertepuk tangan serta menjawabku dengan sorakan
penuh semangat.
Aku: “Setelah
berkemas, aku akan mengajak kalian ke restaurant tidak jauh dari sini. Karena
sudah jam makan siang juga, jadi aku akan mentraktir kalian.” (Tersenyum).
Ling Ling: “Mama,
kemana perginya Mawang?” (Menghampiriku kemudian berbisik).
Aku: “Mungkin dia
berteleportasi dan pergi diam-diam, apakah ketiga pria yang dia awasi sudah
meninggalkan tempat ini?” (Berbisik).
Ling Ling: “Sudah,
aku tadi melihat ketiganya berjalan ke arah pintu keluar. Apa Mawang pergi
mengikuti mereka?”
Aku: “Uhum,
mungkin.” (Mengangguk).
Dong Min: “Apa
yang kalian bicarakan sampai berbisik-bisik seperti itu?” (Tiba-tiba berdiri di
dekatku).
Aku: “Rahasia
perempuan, kamu tidak boleh tau.” (Sedikit terkejut, dan mencoba bersikap
santai). “Kemana Hwang In?” (Lanjutku, saat menyadari Hwang In tidak bersama
Dong Min).
Dong Min: “Dia
bilang mau pergi ke toilet.”
Ling Ling: “Nona
Byeol, Dong Min, aku tinggal kesana sebentar ya. Ada salah satu investor kita
datang kesini, aku harus menemuinya.” (Ucap Ling Ling kembali bersikap formal
karena ada banyak mata memperhatikan).
Aku & Dong
Min: “Uhum.” (Mengangguk bersamaan).
Dong Min: “Byeol,
aku perlu isi daya.” (Berbisik).
Aku: “Handphone
kamu lowbat? Kalau begitu, ayo kembali ke mobil. Kita bisa charger disana.”
Dong Min: “Bukan
itu maksudku, bukan handphoneku yang kehabisan daya, tapi aku.” (Tersenyum dan
bersikap manja).
Aku mengerutkan kening mencoba
mencerna apa makna dari ucapan Dong Min. Bukannya menjelaskan saat melihatku
kebingungan, Dong Min justru makin tersenyum lebar. Dia mulai menoleh ke kanan
dan ke kiri mengamati suasana sekitar, tampak orang-orang sedang fokus dengan
kesibukan masing-masing.
Dong Min: “Charger
seperti ini yang aku inginkan.” (Menggenggam tanganku erat, setelah memastikan
tidak ada orang yang memperhatikan kami).
Aku: “Dasar, suka
cari kesempatan dalam kesempitan.” (Tertawa kecil).
Dong Min:
“Menggenggam tanganmu seperti ini, membuat lelahku terobati.” (Memasukkan
tangan kami yang saling menggenggam ke dalam saku blazer yang dia kenakan).
♫ Naege jom deo gakkai wayo,
geudaereul deo neukkil su issge, gidarineun siganjocha uimiga dwaeyo, geudaega
naege deureo on sunganbuteo~ ♫. Terdengar handphone Dong Min berdering, dia
menggunakan lagu berjudul Lean On You by Jung Yup sebagai ringtone. Ternyata
panggilan masuk dari nomor telephone rumah Namwon. Mrs. Bomi memberitahu Dong
Min, kalau tidak lama lagi akan ada mobil bak terbuka datang untuk mengantar
sayur serta bahan makanan lainnya ke rumah Namwon. Hari ini adalah schedule
rutin restock bahan dapur, Mrs. Bomi cemas kalau pengantar bahan makanan
mengetahui fakta rumah itu kosong.
Dong Min:
“Sepertinya aku harus segera pulang ke Namwon, kita melupakan sesuatu, hari ini
schedule rutin restock bahan dapur. Harus ada manusia yang menerima barang,
sebagai formalitas.”
Aku: “Bodohnya,
aku melupakan hal ini.” (Memukul kening sendiri). “Para arwah tidak akan bisa
menanganinya. Kalau begitu, aku akan mengantarmu pulang dengan berteleportasi.”
(Lanjutku).
Dong Min: “Lalu
bagaimana denganmu? Kamu ikut pulang, atau hanya mengantarku?”
Aku: “Aku tidak
bisa pulang sekarang, karena sudah berjanji akan mentraktir mereka makan siang.
Kamu tidak perlu cemaskan aku, aku bisa mengemudi sendiri.”
Dong Min:
“Baiklah, dimana kita akan melakukan teleportasi? Disini terlalu ramai, tidak
ada ruang tertutup atau tempat yang sepi untuk kamu melakukan sihir.”
Aku: “Kita lakukan
teleportasi di dalam mobil saja, ayo kembali ke sana!”
Dengan langkah sedikit terburu-buru,
aku dan Dong Min berjalan beriringan menuju pintu keluar untuk pergi ke tempat
dimana mobilku terparkir. Setelah memasuki mobil, aku segera membawa Dong Min
berteleportasi pulang ke Namwon.
Mrs. Bomi:
“Syukurlah kalian datang tepat waktu, mereka sudah menekan bel rumah ini
berkali-kali.” (Ucapnya saat melihat aku dan Dong Min tiba-tiba muncul di ruang
tengah).
Dong Min: “Apa?
Pengantar bahan dapur sudah tiba?” (Ikut panik saat melihat Mrs. Bomi panik).
Aku: “Dong Min,
tenanglah. Atur nafasmu, kepanikanmu akan membuat mereka heran, jadi bersikap
biasa saja mmm.” (Menepuk bahu Dong Min).
Dong Min mengusap tanganku yang ada
di bahunya, dia mengangguk menurutiku. Menarik nafasnya dalam-dalam, kemudian
menghembuskannya perlahan, dia melakukan itu berulang, sampai dia merasa
benar-benar tenang.
Dong Min: “Hufttt…
aku pergi ke depan dulu untuk membuka pintu. Nona Byeol, kamu juga harus segera
kembali ke Seoul. Orang-orang disana pasti akan mencarimu, jika kamu menghilang
terlalu lama.” (Ucapnya setelah merasa lebih tenang).
Aku: “Uhum, aku
percayakan urusan rumah ini padamu, Dong Min. Kalau begitu, aku pamit.”
(Jawabku, sambil berpamitan ke Dong Min dan Mrs. Bomi).
Dong Min memintaku menjaga diri,
kemudian berlalu untuk membuka pintu. Aku dan Mrs. Bomi saling tersenyum, dia
membungkuk memberi salam, sebelum akhirnya aku kembali menghilang. Aku merasa
sangat lega, setibanya di dalam mobilku lagi, setelah berhasil melakukan
teleportasi.
‘♫ KakaoTalk ♫’,
ada pesan masuk dari Ling Ling, dia memintaku untuk langsung saja pergi ke
restaurant tempat kami semua merencanakan makan siang bersama.
Ling Ling: “Mama
dimana? Apa ada sesuatu yang terjadi? Mama dan Dong Min menghilang secara
tiba-tiba. Aku harap semua baik-baik saja, jika mama kembali, kita bertemu di
restaurant, karena aku dan tim dalam perjalanan kesana.” (Typingnya dalam pesan
itu).
Aku membalas pesan Ling Ling hanya
dengan mengirim stiker kakao friends yang menggambarkan memberi jawaban “Oke”.
Ku hidupkan mesin mobil, dengan perlahan melajukan mobil keluar dari area
parkir. Tidak jauh dari tempat mobilku terparkir semula, aku melihat Hwang In
dengan tangan bergetar, mencoba membuka pintu mobilnya sendiri, wajahnya tampak
pucat seperti seseorang yang ketakutan. Jadi aku memutuskan untuk membuka salah
satu jendela mobilku dan menyapanya. Melihatku berada disana, reaksinya sedikit
terkejut, bersamaan dengan hal itu, pada wajahnya tersirat ekspresi penuh
syukur dengan keberadaanku. Tanpa berpikir panjang, dia menghampiriku. Hwang In
bertanya, apakah dia boleh menumpang mobilku, tentu saja aku memperbolehkannya.
Hwang In terus menunduk selama di
perjalanan, tangannya erat mengepal, seperti sedang menggenggam sesuatu. Jelas
terlihat, tubuhnya masih belum berhenti bergetar sedari tadi. Aku menepikan
mobilku.
Aku: “Hwang In,
kamu baik-baik saja?” (Mencoba meraih tangan Hwang In, saat mobil sudah
berhenti di tepi jalan).
Tangan Hwang In terasa begitu
dingin, membuatku semakin cemas. Untungnya Hwang In perlahan mau menatapku, aku
baru menyadari pipi kanan Hwang In sedikit memar, ada luka goresan benda tajam
pada lehernya juga. Meski luka di lehernya tidak begitu serius, tapi darah
segar mengalir disana. Spontan aku meraih wajahnya, mengusap pipinya yang
memar, Hwang In sedikit meringis menahan sakit.
Aku: “Jangan diam
saja, siapa yang melakukan ini? Apa yang terjadi sebenarnya?” (Semakin cemas
karena Hwang In terus saja bungkam).
Aku menggunakan sihirku untuk
menyembuhkan semua lukanya, memar pada wajahnya perlahan memudar dan
menghilang, begitu juga dengan luka lehernya. Sambil menyembuhkan luka Hwang
In, aku juga membaca memorinya, menerawang kejadian apa yang terjadi sebelumnya,
sehingga Hwang In mengalami shock berat seperti sekarang.
Dari hasil penerawanganku, aku
melihat ada seorang pria menggunakan jacket kulit warna hitam menghadang Hwang
In saat dirinya hendak keluar dari toilet. Disana Hwang In tidak terlihat takut
sama sekali, Hwang In terbilang cukup berani beradu mulut dengan pria itu.
Mereka sempat berkelahi, Hwang In yang memiliki kemampuan bela diri taekwondo,
bisa menangkis serangan pria itu dengan baik, Hwang In juga berhasil melakukan
serangan balik.
Hanya saja, saat
pria berjacket kulit hitam itu semakin marah, ada kabut hitam menyelimuti
tubuhnya. Muncul selaput hitam pada mata, membuat matanya berubah menjadi hitam
secara menyeluruh. Bermunculan urat yang tampak menonjol dan mulai memenuhi
area wajah. Ada 2 gigi taring tumbuh, tidak hanya itu, kukunya menghitam dan
memanjang. Pria itu berwujud moster menyeramkan, auranya begitu gelap, ada
tattoo bulgae memakan matahari di bahu kanannya.
Bulgae sendiri adalah anjing api
legendaris dari mitologi Korea yang konon menghuni kerajaan kegelapan bernama
‘Gamangnara’. Bulgae melayani Raja kegelapan dari kerajaan tersebut, Raja
kegelapan berupaya menguasai matahari dan bulan untuk membawa cahaya ke
kerajaannya. Namun setiap kali bulgae mencoba mengambil benda-benda langit
untuk tuannya, bulgae selalu gagal karena matahari membakar mulutnya dan bulan
membekukan mulutnya, sehingga mustahil baginya untuk membawa matahari dan bulan
kembali ke Gamangnara. Masyarakat Korea percaya saat bulgae malahap matahari
atau bulan, saat itulah terjadi gerhana.
Setelah membaca ingatan Hwang In,
aku menduga, pria yang berkelahi dengan dirinya, memiliki hubungan dengan roh
jahat. Tidak mungkin manusia biasa berubah wujud seperti itu, apalagi memiliki
tattoo dengan simbol kegelapan. Tapi siapa pria tadi? Aku tidak bisa melihat
wajahnya dengan jelas, membuatku semakin ingin mencari tau.
Aku: “Hwang In,
jangan takut. Aku sudah melihat semuanya, semua lukamu… aku tau, dia melukaimu
tanpa menyentuhmu. Sayatan di lehermu, terkena kuku hitam panjangnya kan?”
(Menggenggam tangan Hwang In, menepuk lembut punggung tangannya).
Hwang In: “Ka…
kamu, melihat moster itu?”
Aku: “Uhum aku
melihatnya, aku bisa membaca ingatan seseorang melalui kontak fisik. Aku juga
sudah menyembuhkan lukamu.”
Hwang In terdiam sejenak, sambil
meraba pipinya, meraba lehernya, dia tidak merasakan sakit lagi. Dengan cepat,
dia berkaca pada rear-vision mirror/spion dalam di mobilku.
Hwang In:
“Terimakasih sudah menyembuhkan lukaku, kamu juga memberiku tumpangan, sekarang
aku sedikit malu, karena kamu mengetahui sisi lemahku. Aku bukan takut, aku
hanya terkejut.”
Aku: “Ya aku
percaya, kamu cukup berani melawannya. Hal yang normal kamu bergetar karena
terkejut melihat moster pertama kalinya.”
Hwang In: “Bukan
kali pertama aku melihat moster seperti itu, ini kedua kalinya. Moster pertama
yang aku lihat, lebih besar, lebih menyeramkan, dan membunuh banyak orang yang
aku sayang. Orang-orang yang sudah aku anggap seperti keluarga, mati satu persatu
di hadapanku.” (Dengan tatapan nanar).
Aku: “Hwang In…”
(Merasakan amarah dan kesedihan Hwang In).
Hwang In: “Maafkan
aku, apa aku membuatmu takut? Aku tidak marah padamu, aku hanya marah pada
diriku di masa lalu. Aku yang tidak berdaya melindungi mereka, dan malah
bersembunyi di belakang punggung mereka.” (Meneteskan air mata).
Aku: “Aku masih
menggenggam erat tanganmu, tapi aku tidak bisa melihat apapun tentang masa lalu
yang kamu ceritakan. Hanya saja, dadaku sakit mendengar kamu menyalahkan diri
sendiri.” (Ikut meneteskan air mata).
Hwang In: “Masa
lalu yang aku ceritakan terlalu lama berlalu, bahkan sangaaaaaaaattttt lama
sekali, sampai tidak terdeteksi oleh kekuatan supranaturalmu. Atau kekuatanmu
yang terlalu lemah?” (Menghapus air mataku, mencoba menggodaku untuk
menghiburku).
Aku: “Kamu
meremehkan aku?!” (Memanyunkan bibir dan menghapus air mata Hwang In).
Hwang In: “Aku
bercanda, aku hanya menggodamu, supaya kamu tidak menangis lagi dan tertular
oleh emosi yang aku rasakan. Nona Byeol, bolehkah aku menggenggam tanganmu
seperti ini lebih lama lagi? Rasanya menenangkan.” (Tersenyum).
Aku: “Genggamlah!
Selama mungkin… berapa lama pun yang kamu mau.” (Mempererat genggaman).
Jika
bayangan aneh yang sering muncul itu benar, Hwang In seorang Putra Mahkota, dan
jika mimpiku juga benar, aku seorang Putri Mahkota. Artinya dia suamiku di
kehidupan sebelumnya? Apakah di kehidupan sebelumnya, kami hidup dengan
bahagia? Sosok suami seperti apa dia dulunya, apa dia mencintaiku, dan aku juga
mencintainya?
Hwang In: “Nona
Byeol, kenapa menatapku seperti itu? Seperti ada sesuatu yang sedang kamu
pikirkan.”
Aku: “Tidak
apa-apa, hanya saja… saat melihatmu, kamu mirip sekali dengan seseorang yang
aku kenal, duluuu.”
Hwang In:
“Benarkah? Jangan-jangan kita memang pernah bertemu di kehidupan sebelumnya.
Sehingga kamu berpikir kalau aku begitu familiar, padahal belum lama saling
mengenal dan bertemu.” (Tersenyum).
Aku: “Omong kosong
macam apa itu? Orang sepertimu, percaya hal semacam itu?”
Hwang In: “Orang
sepertiku? Memangnya bagaimana aku dimatamu?” (Menatapku dengan lekat).
Aku: “Maksudku,
orang yang berpikiran modern. Memangnya apa lagi? Kepercayaan seperti itu,
terkait mitos atau semacamnya, biasanya dipercaya oleh orang-orang kuno saja.”
(Tiba-tiba merasa gugup, saat ditatap oleh Hwang In).
Hwang In: “Aaa,
mungkin karena orang tuaku. Lebih tepatnya keluarga mamaku, mereka masih sangat
kental dengan kepercayaan seperti itu. Kamu tau? Bahkan mamaku selalu
membelikanku jimat keberuntungan, setiap kali aku akan mengikuti casting.”
(Tertawa).
Aku: “Jimat itu
cukup ampuh kalau begitu, kamu sering lolos penyeleksian saat mengikuti casting
kan?”
Hwang In: “Aku
hanya menerima dan menyimpannya, kemudian menunggu waktu yang tepat untuk
membuangnya. Jimat itu seharusnya aku bawa ke tempat casting, tapi aku tidak
pernah membawanya.”
Aku: “Kamu bilang,
kamu mempercayai hal semacam itu. Tapi kamu mengabaikan jimat pemberian mama
mu?”
Hwang In:
“Tentunya, aku tidak mempercayai semuanya begitu saja. Aku hanya percaya
beberapa diantaranya. Seperti adanya kehidupan sebelumnya, kemudian adanya
reinkarnasi, dan takdir bertemu lagi dengan orang-orang yang sama dari
kehidupan yang lama, setelah bereinkarnasi. Kamu percaya kalau ada orang yang
mungkin mengingat kenangan dari kehidupan lama mereka?”
Aku: “Aku memang
bukan manusia, tapi aku pernah jadi manusia. Manusia mana yang ingin mengingat
kenangan kelam dari kehidupan sebelumnya? Meskipun banyak kenangan indah,
mereka tetap diharuskan meminum tea penghapus ingatan di akhirat. Jadi
menurutku, apa yang kamu katakan, sangatlah tidak mungkin terjadi.”
Hwang In: “Kamu
benar… hanya manusia gila yang menolak meminum tea penghapus ingatan. Karena
rasanya begitu menyakitkan, merindukan seseorang yang bahkan tidak ingat siapa
kita.” (Muram sambil menghela nafas panjang).
Aku: “Hwang In,
mendengar ucapanmu tadi. Apakah kamu orangnya?” (Menatap lekat wajah Hwang In).
Hwang In: “Apa
maksud dari pertanyaanmu?”
Aku: “Uhum, kamu
menceritakan dirimu sendiri. Kamulah manusia gila itu? Manusia keras kepala
yang menolak meminum tea penghapus ingatan? Jika benar, sebanyak apa yang kamu
ingat? Siapa dirimu sebenarnya? Siapa yang begitu ingin kamu kenang, sampai
melakukan hal bodoh seperti itu.” (Memandang bola matanya, aku merasa sedikit
sesak).
Hwang In: “Byeol…”
(Semakin menggenggam erat tanganku).
Tanpa kami berdua sadari, ada
kunang-kunang dalam mobilku, yang entah masuk dari mana. Kunang-kunang terbang
mengitari kami, kemudian hinggap pada tangan kami yang masih saling
menggenggam. “Mago…”, ucap kami bersamaan secara spontan, saat melihat keberadaan
kunang-kunang itu. Aku menatap heran ke arah Hwang In, darimana dia tau soal
Mago? Kami saling menatap tanpa kata terucap.
Tidak lama kemudian, Hwang In dan
aku tersadar adanya keanehan lain. Saat kami melihat keluar kaca mobil,
orang-orang berhenti bergerak, semua mematung, begitu juga dengan kendaraan
yang berlalu lalang sebelumnya. “Apa yang terjadi sebenarnya? Aku sama sekali
tidak menggunakan sihirku.”, gumamku.
Hwang In: “Kamu
familiar dengan situasi ini?”
Aku: “Ini sihir
menghentikan waktu, aku bisa melakukannya. Tapi ini bukan sihirku, aku tidak
melakukan sihir apapun.”
Hwang In: “Pasti
Mago yang melakukannya.”
Aku dan Hwang In kembali menatap
kunang-kunang yang hinggap di tangan kami, cahaya yang dikeluarkan awalnya
redup, semakin lama, semakin bersinar dengan terangnya. Membuat aku dan Hwang
In memejamkan mata, dan menghalau sinarnya dengan telapak tangan karena
silaunya.
Saat sinar yang menyilaukan perlahan
menghilang, aku membuka mata. Aku tidak menemukan Hwang In di sampingku. Aku
mulai mengedarkan pandanganku ke setiap sudut ruangan yang terasa asing bagiku.
Duduk di sebuah kasur lantai dengan
meja kecil di depanku. Ada hanji, dan kuas serta tinta di atas meja. Hanji atau
disebut juga goryeo-ji adalah kertas yang digunakan untuk menulis pada masa
Goryeo. “Apa ini? Sebuah puisi?”, memperhatikan kertas yang ada di hadapanku.
Ada bait puisi indah tertulis disana.
Saat aku mencoba membaca puisi itu,
ada suara langkah kaki mendekat, aku segera bangkit dari duduk, bersiaga
menyerang siapapun yang datang. Rasa waspada yang besar menjadi tidak
terkendalikan. Pintu ruangan itu terbuka perlahan, seorang gadis masuk membawa
nampan dan ada semangkuk rebusan obat, aroma herbalnya sedikit menyengat.
“Siapa kamu?!”, ucapku dengan tegas sambil mencekik lehernya.
“Tuan Putri, ini aku Hye Soo. Kenapa
Putri mencekik leherku?”, jawab gadis itu dengan sedikit terbatuk. Aku segera
melepas cengkraman ku dari lehernya, mataku terbelalak karena wajah yang ku
kenal ada disana. “Ling Ling.”, gumamku penuh rasa tidak percaya.
Aku: “Tempat apa
ini?” (Menatap gadis yang berpakaian seperti seorang dayang).
Hye Soo: “Putri
membuatku takut sekarang, apa efek terjatuh dari kuda kemarin, membuat Putri
hilang ingatan?” (Merapikan mejaku).
Gadis bernama Hye Soo kemudian
meletakkan nampan di atas meja, dia juga meraih tanganku, memintaku untuk
duduk, dengan telatennya dia menyuapiku obat herbal yang disiapkan olehnya.
Hye Soo: “Apakah
kita perlu memanggil tabib? Kita sekarang sedang berada di Songdo, beberapa
minggu lalu keluarga Putri memutuskan pindah kesini, karena Putri akan
dijodohkan, Putri lupa?”
Aku: “Kamu bisa
menjelaskannya lebih detail?” (Pintaku).
Songdo adalah ibu kota Goryeo, kota
inilah yang menjadi pusat pemerintahan dan juga pusat perdagangan pada masa
itu. Hye Soo mulai menceritakan tentang keluargaku, aku seorang putri bangsawan
tersohor dari bangsa Mongol pada dinasti Yuan. Putri Noguk, begitulah mereka
memanggilku. Untuk keperluan politik, ayahku menjodohkan aku dengan putra
mahkota dari Goryeo, Putra Mahkota Gongmin. “Jadi, aku kembali ke masa lalu?
Ini kehidupanku sebelum reinkarnasi? Dan Ling Ling adalah reinkarnasi dari Hye
Soo?”, bertanya dalam hati.
Hye Soo: “Kenapa
melamun seperti itu, Putri kembali menyesali tentang menerima perjodohan dengan
Putra Mahkota Gongmin?” (Muram karena mencemaskanku).
Aku: “Untuk apa
menyesalinya? Lagi pula ini demi politik, bukankah sebagai seorang Putri,
memang sudah seharusnya aku berperan untuk kebaikan negaraku? Aku juga harus
menjaga nama baik ayahku.”
Hye Soo:
“Sejujurnya setelah pingsan seharian karena terjatuh dari kuda, Putri tampak
berbeda. Lebih bijaksana dan dewasa.” (Tersenyum).
Aku: “Memang
bagaimana aku sebelumnya?”
Hye Soo: “Kalau
aku mengatakan yang sebenarnya, jangan marah dan jangan hukum aku.”
Aku: “Baiklah aku
berjanji padamu.” (Tertawa kecil).
Hye Soo: “Banyak
dayang di rumah ini tidak kuat dengan perilaku Putri. Sikap manja Putri,
temperamen Putri juga membuat para dayang kualahan. Dan kejadian berkuda
kemarin, sebenarnya Putri berniat kabur karena terpaksa menerima perjodohan.
Padahal putri tidak bisa naik kuda. Jangankan berkuda, Putri bahkan tidak bisa
memasak, tidak bisa merajut, Putri tidak bisa melakukan apapun. Hanya satu hal
yang putri suka dan ahli dalam hal ini.”
Aku: “Aku sepayah
itu?! Apa satu hal yang kamu bilang, aku ahli dan aku suka?”
Hye Soo: “Menulis
puisi, Putri memiliki nama pena dan memiliki buku kumpulan puisi ciptaan Putri
sendiri di pasaran. Hanya aku dan putri yang tau, putri memintaku merahasiakan
dari semua orang.”
Aku: “Benarkah?
Kalau begitu, maukah kamu ikut aku pergi ke pasar besok? Antar aku ke toko buku
dimana ada buku-buku ku terjual.”
Hye Soo: “Baik
Tuan Putri, aku siap mengantar. Jadi… Putri benar-benar mengalami hilang
ingatan? Aku akan membantu Putri mengingat semua, sebelum hari pernikahan
tiba.” (Bertekad penuh semangat).
Betapa
polosnya Hye Soo menceritakan banyak hal padaku, tanpa menyadari kalau aku
bukanlah Putri Noguk yang dia kenal.
Bersambung…
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Postingan Populer
KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (2)
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Lg kerja jaga toko, dan ada notif up. Mumpung toko masih sepi langsung cus baca hehe. Serius merinding waktu play musiknya di part byeol kembali ke masa lalu, berasa bgt. Goodluck thor, sekeren ni alurnya
BalasHapuspembaca baru hadir, langsung maraton 10 bab. tersesat kesini gegara nemu ig authornya, keren abis!
BalasHapusyang gw tunggu2 akhirnya, lega akhirnya tau kelanjutannya. tapi lega ini hanya sementara, karena rasa penasaran yang kemarin berganti sama rasa penasaran baru wkwkw. waiting for chapter 11
BalasHapusKak milee yang nulis, tapi aku yang berasa keren sebagai pembaca. Waktu musiknya main di bagian itu, berkelas banget alurnya 🥰
BalasHapusSuka banget baca sambil dengerin musik ❤️
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapus⭐⭐⭐⭐⭐
BalasHapus