Langsung ke konten utama

Unggulan

KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (25 - CHAPTER TERAKHIR)

Dua Masa Satu Pilihan   Suara burung menyelinap lewat celah jendela yang sedikit terbuka. Cuitannya berkicau riang di kejauhan, seperti bisikan lembut dari dunia yang lama ku tinggalkan, memanggilku kembali dengan hangat. Aku membuka mata perlahan. Bukan halaman istana yang sunyi penuh reruntuhan dan sisa pertempuran, bukan langit kelabu Goryeo yang muram. Yang ku lihat pertama kali adalah langit-langit kamarku, terbuat dari panel kayu berwarna cokelat madu dengan ukiran tipis yang rapi, dipadu dengan cahaya lembut dari lampu tersembunyi. Pancaran cahayanya membalut ruangan dalam keheningan yang menenangkan.  Jantungku masih berdegup kencang, keringat dingin membasahi pelipis. Aku mengenakan piyama tidurku, kain lembut yang begitu asing jika dibandingkan dengan hanbok yang biasa ku pakai selama di masa lalu. Seketika aku terduduk di atas ranjang, nafasku terengah. Aku bisa merasakan luka, perih, air mata, dan kehangatan terakhir dari Xiao Yuer di pangkuanku. Tanganku gem...

KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (3)



Kembali Peka Dan Perasa

Masih bisakah, aku menyebut diriku manusia? Aku beberapa kali memikirkannya. Manusia memiliki rasa sayang dan cinta, sebagian dari mereka juga peka dan perasa, emosi dalam diri manusia justru yang membuat kehidupan berwarna. Sedangkan aku? Aku sudah lama kehilangan semuanya, itu yang membuat kehidupanku berwarna abu-abu.

Dong Min: “Nona Byeol, aku membawakan tea chamomile hangat untukmu. Apa yang sedang kamu lakukan? Ini sudah larut malam, lihat jam dinding itu! Pukul 00:30, sudah lewat tengah malam.” (Membawakan secangkir tea untukku).

Aku: “Kamu tidak melihat aku sedang sibuk? Pekerjaanku membuatku terjaga.” (Duduk di meja makan, dan masih fokus pada laptop di depanku).

Dong Min: “Kalau begitu aku akan menemani kamu disini.” (Tersenyum dan duduk di dekatku).

Aku: “Siapa yang menyuruhmu duduk?! Dan berhentilah tersenyum seperti itu!” (Menatap tajam ke arah Dong Min).

Dong Min: “Apa yang salah dengan tersenyum? Apa itu membuatku terlihat aneh?”

Aku: “Bu… Bukan itu maksudku, dengan senyuman seperti itu, kamu…” (Menatap lekat Dong Min).

Dong Min: “Uhum aku kenapa?” (Menungguku melanjutkan kalimatku).

Aku: “Kamu seperti anak anjing.” (Menghela nafas sambil menggelengkan kepala, kembali menatap laptop).

Dong Min: “Anak anjing? Julukan yang manis. Jika aku anak anjing, maka aku akan menjadi anak anjing yang setia hanya pada satu tuan, hanya padamu Nona Byeol.” (Memegang dada, dengan kepala sedikit menunduk, seperti memberi hormat).

Jantungku berdebar mendengar jawaban Dong Min, jawaban itu terasa familiar untukku, jawaban itu juga berhasil membuatku terpaku. Hanya saja, disaat bersamaan dadaku terasa sesak, sampai membuat mataku berkaca-kaca, apa ini perasaan terharu? Padahal aku tau, Dong Min hanya bercanda untuk menggodaku.

Dong Min: “Nona Byeol, ada apa denganmu? Kenapa berekspresi seperti itu? Apa aku mengucapkan kalimat yang menyinggungmu? Maafkan aku, aku bersalah sudah membuatmu menangis.” (Mencemaskan aku).

Aku: “Menangis? Tidak mung…” (Menoleh ke arah Dong Min).

Dong Min yang tiba-tiba menghapus air mata di pipiku, membuatku tidak mampu melanjutkan kalimatku. Sentuhannya lembut, aku merasa nyaman disentuh olehnya, itu membuatku jauh lebih tenang. Tanpa aku sadari, aku menahan tangan Dong Min untuk tetap mengusap pipiku, aku memejamkan mata menikmati kelembutan belaian darinya.

            Beberapa saat kemudian, barulah aku perlahan membuka mata. Tapi yang ku lihat, bukan Dong Min di depanku, aku melihat seorang pria yang memiliki wajah seperti Dong Min, rambutnya panjang setengah terikat, dia terlihat seperti pendekar dari dinasti goryeo. Ada luka sayatan pedang di pipi kanannya, di ujung bibirnya masih ada darah segar mengalir, tatapan matanya seolah mengatakan padaku, kalau dia baik-baik saja, dia tidak ingin membuatku cemas karenanya. Senyuman di bibirnya, benar-benar terlihat seperti milik Dong Min.

Aku: “Kamu bukan Dong Min! Siapa kamu sebenarnya?!” (Melepaskan tangan Dong Min, spontan bangkit dari duduk, dan melangkah menjauh).

Dong Min berulang kali memanggil namaku, berusaha menyadarkanku dari ilusi, tapi aku justru semakin menangis histeris dan menjauh, tubuhku mulai lelah, akhirnya aku jatuh pingsan di pelukan Dong Min. Dong Min menggendongku, mengantarku untuk beristirahat di kamarku.

Dong Min: “Sebenarnya apa yang kamu lihat pada diriku, nona Byeol? Kenapa kamu setakut itu melihatku?” (Menggenggam tanganku, mengusap kepalaku).

            Tubuhku seperti menggigil karena demam, suhu tubuhku mulai naik, keringat dingin mulai bercucuran, Dong Min semakin panik melihat kondisiku. Dia berlari meninggalkanku untuk pergi ke dapur, Dong Min memberanikan diri berinteraksi dengan para pelayan arwah. Dia meminta bantuan pelayan arwah untuk menyiapkan baskom yang diisi air hangat, serta handuk kecil untuk mengompresku. Pelayan arwah menuruti perintah Dong Min dan memberikan apa yang Dong Min perlukan. Dengan tangan gemetar, Dong Min menerima baskom yang diberikan oleh pelayan arwah padanya.

“Ini bukan saatnya kamu takut Dong Min, nona Byeol membutuhkanmu, kamu harus berani!”, dia bergumam meyakinkan dirinya sendiri. Setelah menerimanya, Dong Min tidak lupa berterimakasih pada pelayan arwah, kemudian Dong Min bergegas kembali ke kamarku.

            Setibanya di kamarku, dia dikejutkan dengan kehadiran seseorang disana, seorang pemuda dengan pakaian kuno style dinasti goryeo, yang entah darimana datangnya. Siapa dia? Kenapa dia menatap nona Byeol dengan tatapan cemas? Apa dia juga hantu? Apa mereka saling mengenal? Satu persatu pertanyaan muncul dalam benak Dong Min.

Dong Min: “Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam rumah ini? Apa yang kamu lakukan di kamar nona Byeol? Siapa kamu?” (Meletakkan baskom di meja dekat ranjang tidurku).

            Pemuda dengan pakaian kuno itu, hanya tersenyum saat menoleh menatap Dong Min. Dia tidak lain adalah Ha Baek, sang dewa air.

Ha Baek: “Perkenalkan namaku Ha Baek, sahabat baik nona Byeol.” (Sedikit menundukkan kepala, memberi salam).

Dong Min: “Tapi bagaimana kamu bisa masuk? Seingatku, aku sudah mengunci rapat semua pintu dan jendela.”

Ha Baek: “Teleportasi.” (Menjawab dengan entengnya).

Dong Min: “Te… teleportasi?” (Sedikit tidak mempercayai jawaban Ha Baek).

Ha Baek: “Katakan padaku, apa yang terjadi pada nona Byeol? Kenapa tubuhnya melemah? Selama beberapa ratus tahun, kejadian semacam ini tidak pernah terjadi.”

Dong Min: “Aku juga tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, tapi nona Byeol sempat menangis karena terharu dengan ucapanku.” (Mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya).

Ha Baek: “Menangis? Kamu yakin dengan hal itu?” (Terkejut).

Dong Min: “Aku yakin, aku yang mengusap sendiri air matanya.” (Mengangguk yakin).

Ha Baek: “Begitu rupanya, kelemahannya kembali, emosi manusia dalam dirinya kembaliii.” (Mengangguk mulai memahami).

Dong Min: “Tunggu… apa maksudmu? Kelemahan? Emosi manusia dalam dirinya? Kamu mengatakan seolah nona Byeol bukan manusia.”

Ha Baek: “Adakah manusia yang tidak bisa menua seperti dia? Byeol adalah manusia setengah dewa, dia adalah dewa yang dapat mencampuri hidup dan mati manusia. Ada sisi dimana dia tampak seperti malaikat penolong, membangkitkan seseorang yang mati karena dianggap masih layak hidup, misalkan orang itu baik, masih banyak orang-orang disekitar yang membutuhkannya, membutuhkan kebaikan orang tersebut. Byeol akan bernegosiasi pada malaikat maut untuk mengembalikan jiwa orang mati, dan memperpanjang waktu hidupnya, atau Byeol juga menolong seseorang untuk terhindar dari kematian. Tapi dibalik wajah cantik dan manisnya ini, dia memiliki sisi dimana dia lebih seram dari iblis.” (Menoleh ke arah Dong Min, dengan senyum masam).

Dong Min: “Apa yang dia lakukan? Sehingga kamu menyebut nona Byeolku, lebih seram dari iblis? Itu jelas tidak mungkin, hatinya lembut.” (Menentang ucapan Ha Baek).

Ha Baek: “Dia membunuh seseorang yang tidak seharusnya mati.” (Menatap tajam ke arah Dong Min).

Dong Min: “Kamu mengatakan keburukan orang yang sedang sakit?! Bahkan itu semua adalah kebohongan belaka, aku meragukanmu. Benarkah kamu sahabat nona Byeol? Tuan Ha Baek.” (Membalas tatapan tajam Ha Baek).

Ha Baek: “Aku lebih lama mengenal Byeol dibandingkan dirimu. Jelas aku lebih tau baik dan buruknya. Kalau tidak percaya, aku bisa menunjukkan padamu.”

            Ha Baek menjentikkan jarinya, dari kejauhan dia mengendalikan air di dalam baskom, air itu perlahan terbang ke udara. Ha Baek mengarahkan air ke salah satu sisi kamarku, mendorong air ke arah dinding, permukaan dinding yang basah memperlihatkan kenangan masa laluku. Moment kebaikan dan kejahatanku, Dong Min melihat semuanya. Aku pernah membunuh beberapa ketua gangster yang meresahkan masyarakat, dari membunuh manusia jahat sampai membunuh manusia yang sudah tidak berdaya, aku melakukannya.

Saat itu ada seorang nenek yang memiliki penyakit parah, dokter bilang hidupnya hanya tersisa 6 bulan, nenek hidup sebatang kara, ekonomi yang rendah, dan anak-anaknya yang sibuk dengan keluarga mereka masing-masing, sang nenek tidak memberitahu anaknya tentang penyakitnya. 

            Aku yang saat itu duduk memandang langit malam, duduk di kursi panjang di tengah ladang bunga soba yang tidak terlalu jauh dari gubuk milik nenek itu, telingaku dari kejauhan mendengar doanya. Aku berteleportasi ke gubuk dimana nenek itu berada, nenek bertanya padaku apakah aku dewa? Apakah aku malaikat maut? Atau aku iblis sekalipun, dia memintaku mengambil nyawanya, nenek tidak tahan lagi dengan rasa sakit yang dirasakannya. Tanpa rasa iba sedikit pun, aku mengabulkannya. Aku menjadikan jiwa nenek itu, sebagai bahan bernegosiasi di hadapan para malaikat maut. Untuk menyelamatkan satu jiwa yang seharusnya mati, aku harus menggantikannya dengan jiwa lain. Jadi saat aku menolong seseorang dari kematian, di hari yang sama, aku juga membunuh orang lainnya. Dong Min meneteskan air mata, saat dia tau jiwa nenek yang sakit tidak berdaya itu, ternyata aku tukar untuk menyelamatkan jiwa kakek Min Jae, yang tidak lain ialah kakeknya sendiri.

            Setelah menunjukkan semua kenangan masa lalu yang aku miliki, melalui dinding basah yang dipengaruhi oleh sihirnya, Ha Baek menyerap kembali energi air dari dinding, mengembalikannya ke dalam baskom.

Ha Baek: “Kamu percaya padaku sekarang, setelah melihatnya sendiri? Aku menunjukkan padamu bukan bermaksud ingin kamu membenci Byeol atau semacamnya. Aku melihat kamu sangat menyayangi Byeol, aku senang melihatnya, ketulusan darimu membuat hati dia yang sempat mengeras, dewa tanpa belas kasih, mengabaikan perasaan manusia, hanya mengandalkan logika dan hanya fokus pada tugas-tugasnya. Sejak hadirnya dirimu di sisi Byeol, hatinya menghangat, dia perlahan mencair, meski ini akan menjadi kelemahannya, tapi ini cukup bagus, dia akan menjadi dewa yang memiliki belas kasih untuk manusia, bukankah manusia juga membutuhkan kesempatan untuk bertaubat? Bukan hanya hukuman dan penghakiman.”

Dong Min: “Apa yang harus aku lakukan sekarang?” (Mengangguk sambil mengusap air matanya).

Ha Baek: “Kamu hanya perlu selalu berada disisinya, temani setiap langkahnya, dampingi dia dalam setiap proses dia mempertimbangkan keputusan yang akan dia ambil. Aku melihat ada kelembutan hati, dan kebijaksanaan berpikir dalam dirimu.”

Dong Min: “Uhum aku akan melakukannya. Mmm tuan Ha Baek, sebenarnya ada hal lain yang ingin aku ceritakan padamu.”

Ha Baek: “Apa itu?”

Dong Min: “Bermula dari menangis haru, nona Byeol kemudian… seperti melihat orang lain dari dalam diriku, dia terus saja mengatakan kalau aku bukan Dong Min, aku meyakinkan dia kalau aku Dong Min dan menanyakan apa maksud dari ucapannya, tapi dia tidak menghiraukanku, seperti terjebak pada ilusi yang dia buat sendiri. Dia malah bertanya siapa aku, sampai akhirnya nona Byeol pingsan.”

Ha Baek: “Aku semakin yakin, kalian berdua saling terhubung atau bahkan saling mengenal di kehidupan sebelumnya.” (Menerka-nerka).

Dong Min: “Saling mengenal di kehidupan sebelumnya?” (Mengerutkan kening).

Ha Baek: “Aku belum bisa menjelaskan detailnya, ini hanya dugaanku. Hanya Mago yang tau, karena dia yang membuat takdir berjalan seperti ini.”

Dong Min: “Siapa Mago sebenarnya? Dimana kita dapat menemuinya, untuk meminta penjelasan darinya?”

Ha Baek: “Dia berada dimana-mana, keberadaan tepatnya sulit dilacak. Meski tidak sengaja bertemu dengannya, kamu tidak akan mengenalinya. Dia seorang dewa yang sering merubah wujudnya, sebenarnya Mago adalah seorang wanita, dia sering menunjukkan wujudnya sebagai wanita paruh baya dengan wajah yang bersinar dan bijaksana. Tapi dia juga pernah menyamar menjadi seorang pria, dia bisa menjadi tua, dia bisa juga menjadi muda. Jika Byeol pernah menceritakan padamu, tentang peristiwa kecelakaan yang dia alami, tentang seorang dewa yang sering dia sebut dengan kakek kunang-kunang, dewa yang memberikan Byeol pil kehidupan abadi, dialah Mago.”

Dong Min: “Tentang hal ini, apakah nona Byeol tau? Kalau dewa itu adalah Mago?”

Ha Baek: “Uhum Byeol tau hal itu. Dong Min, aku mau bertanya padamu, apakah kamu tau alasan Byeol mempekerjakan para arwah sebagai pelayan disini?”

Dong Min: “Aku baru bekerja untuknya, jadi aku tidak tau banyak hal. Aku tidak tau kenapa ada banyak pelayan hantu.”

Ha Baek: “Aku akan menceritakan padamu, tapi kamu duduklah terlebih dulu di dekat Byeol, bukankah kamu mengambil air itu untuk mengompresnya? Aku sudah memasukkan sedikit energiku ke air dalam baskom, Byeol akan segera membaik.”

            Dong Min melihat air dalam baskom sedikit berbeda, ada cahaya biru menyelimuti air. Meski baru bertemu dengan Ha Baek, Dong Min merasa Ha Baek dapat dipercaya, walaupun awalnya Dong Min sempat tidak mempercayai, tapi Ha Baek selalu bisa membuktikan apa yang diucapkan olehnya. Apalagi saat mengingat ekspresi Ha Baek sebelumnya, terasa begitu jelas kecemasan pada raut wajahnya.

Dong Min berpikir, Ha Baek tidak akan mungkin melukai sahabatnya sendiri, jadi tanpa bertanya apapun, dia melakukan apa yang diminta Ha Baek.

Dong Min: “Aku masih menunggu cerita yang tuan Ha Baek berniat ceritakan.” (Celetuk Dong Min, tanpa menoleh dan masih fokus mengompresku).

Ha Baek: “Kamu masih menunggu rupanya, padahal ekspresimu terlihat seperti tidak terlalu ingin mengetahuinya.”

Dong Min: “Mulai sekarang aku akan menggali informasi apapun yang bisa aku gali, aku akan mencari tau semuanya, untuk menemukan jalan membantunya, dan cara melindunginya.” (Menatap lekat wajahku).

Ha Baek mengangguk dan tersenyum mendengar jawaban Dong Min, dia pun mulai menceritakan beberapa kisah.

Bersambung…

Komentar

  1. Akhirnya perlahan terungkap juga jati dirinya si byeol 😍 bakal badas kayaknya

    BalasHapus
  2. langsung otw baca waktu ada notif up. ini konsepnya terungkap satu, tapi dikasih misteri lainnya, gk da habis2nya penasaran 🧐😍

    BalasHapus
  3. Byeol menyala ❤🔥😆

    BalasHapus
  4. ga sabar byeol semakin membadas 🤣

    BalasHapus
  5. Nahkoda mana ini? Kapal dong min & byeol siap berlayar 🚢❤︎

    BalasHapus
  6. plisss up tiap hari, paling ngga bisa dibuat penasaran ಥ◡ಥ

    BalasHapus
  7. anak anjing gak tuh, beli anak anjing selucu dong min dimana yah?
    ε٩(๑> ₃ <)۶з

    BalasHapus
  8. gue bingung cara mendiskripsikan perasaan gue, makin diungkap misterinya tpi makin penasaran cuks. thor tolong tanggung jawab, next chapter selalu gue tunggu

    BalasHapus
  9. misteri berlapis cem kue lapis awokwkwk. chapter 4, oit i am waiting

    BalasHapus
  10. ⭐⭐⭐⭐⭐ ٩(^ᗜ^ )و ´-

    BalasHapus
  11. Aaaa ga sabar nunggu selanjutnya😆😍

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer