Langsung ke konten utama

Unggulan

KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (25 - CHAPTER TERAKHIR)

Dua Masa Satu Pilihan   Suara burung menyelinap lewat celah jendela yang sedikit terbuka. Cuitannya berkicau riang di kejauhan, seperti bisikan lembut dari dunia yang lama ku tinggalkan, memanggilku kembali dengan hangat. Aku membuka mata perlahan. Bukan halaman istana yang sunyi penuh reruntuhan dan sisa pertempuran, bukan langit kelabu Goryeo yang muram. Yang ku lihat pertama kali adalah langit-langit kamarku, terbuat dari panel kayu berwarna cokelat madu dengan ukiran tipis yang rapi, dipadu dengan cahaya lembut dari lampu tersembunyi. Pancaran cahayanya membalut ruangan dalam keheningan yang menenangkan.  Jantungku masih berdegup kencang, keringat dingin membasahi pelipis. Aku mengenakan piyama tidurku, kain lembut yang begitu asing jika dibandingkan dengan hanbok yang biasa ku pakai selama di masa lalu. Seketika aku terduduk di atas ranjang, nafasku terengah. Aku bisa merasakan luka, perih, air mata, dan kehangatan terakhir dari Xiao Yuer di pangkuanku. Tanganku gem...

KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (15)


         
   Kasih Sayang Menghangatkan Hati

            Pertempuran yang cukup melelahkan telah berakhir, hampir seribu prajurit khusus yang dibentuk oleh Taeguk berhasil dilumpuhkan. Tapi aku tidak boleh berpuas diri dulu, aku tau ini hanya permulaan, mengingat Taeguk memiliki persiapan yang matang untuk merebut tahta sang Raja.

Xiao Yuer: “Noguk! Kamu tidak terluka kan? Aku sangat mencemaskanmu.” (Berlari menyambutku dan memelukku, saat melihat aku tiba di istana).

            Semua orang sudah berkumpul di istana, termasuk 7 pendekar wanita tulip kuning juga berada disana. Kami semua berkumpul di depan kediaman Putra Mahkota.

Aku: “Yuer…” (Mataku berkaca-kaca, membalas pelukannya).

Xiao Yuer: “Tenanglah semua sudah berakhir sekarang, Raja sudah tau tentang ini. Putra Mahkota sempat tersadar tadi, dia meminta Choe Yeong mengantarnya ke kediaman Raja untuk menyerahkan semua bukti penyelewangan dana yang di lakukan Pangeran Taeguk, ada beberapa surat lainnya, seperti perjanjian antara Taeguk dengan beberapa pihak, termasuk dengan sekte kalajengking, surat perjanjian berisikan imbalan yang fantastis jika bersedia membantunya menggulingkan Raja.”

Aku: “Aku lega mendengarnya, Raja pasti akan mempertimbangkan untuk menghukum Taeguk kan, Yuer? Taeguk tidak akan bisa melukai Gongmin lagi kan?” (Terisak dipelukan Yuer).

Xiao Yuer: “Pasti… itu pasti, kamu bisa beristirahat. Tenangkan dirimu, kamu tidak perlu mencemaskan apapun.” (Mengusap lembut kepalaku).

            Aku melepaskan pelukan Yuer, saat melihat Choe Yeong keluar dari kediaman Putra Mahkota. Raja memberi titah, tidak boleh sembarangan orang masuk selama proses pengobatan Putra Mahkota berlangsung.

Aku: “Choe Yeong, bagaimana kondisi Putra Mahkota?” (Berlari ke arah Choe Yeong, dengan tatapan penuh kecemasan).

Choe Yeong: “Tuan Putri sudah tiba disini, bagaimana keadaanmu? Apa kamu terluka?” (Tidak menjawab pertanyaanku, malah berbalik bertanya karena cemas).

Aku: “Jangan cemaskan aku, jawab pertanyaanku Choe Yeong! Putra Mahkota baik-baik saja kan?”

            Choe Yeong menatapku lekat, tatapannya seperti sedang membendung air mata. Dari ujung rambutku, sampai ujung kakiku, dia memperhatikanku dengan seksama.

Choe Yeong: “Lihat penampilanmu! Ayo ikut aku, kamu juga harus diperiksa oleh tabib!” (Melihat telapak tanganku mengeluarkan darah segar karena bertarung dengan Taeguk).

Aku: “Aku sudah bilang, aku baik-baik saja! Yang terpenting bagiku sekarang, adalah pulihnya Putra Mahkota!”

Choe Yeong: “Berhenti bersikap keras kepala! Kamu tidak sadar tanganmu terluka? Itu harus segera diobati.” (Melihat luka di telapak tanganku, ada sayatan pedang disana).

Aku: “Sakit!” (Meringis kesakitan).

Choe Yeong: “Masih berlagak kuat? Kamu tidak perlu mencemaskan Yang Mulia, aku sudah melakukan apa yang kamu minta, soal penawar racun itu. Sebelumnya, Yang Mulia sempat kejang, tapi berkat penawar yang kamu berikan, keadaannya berangsur membaik. Di dalam kediamannya ada banyak tabib merawat dan menjaganya.” (Meniup luka di tanganku dengan lembut).

Aku: “Dia benar-benar akan segera sadarkan diri kan?” (Menatap pintu kediaman Putra Mahkota).

Choe Yeong: “Uhum, dia tidak selemah itu. Tubuhnya akan pulih dengan cepat. Jadi, kamu juga harus memperhatikan dirimu, bayangkan bagaimana perasaan Yang Mulia kalau melihat penampilanmu berantakan seperti ini? Dia akan bersedih. Tunggu aku di pavilion di belakang kediaman Putra Mahkota, aku akan mengobati lukamu disana. Aku pergi mengambil obat dulu.”

Aku: “Baiklah, aku tunggu kamu disana.” (Menurut).

            Saat pertarunganku dan Taeguk berlangsung, saat perjalanan menuju ke istana juga, aku tidak merasakan perihnya beberapa luka di tubuhku. Pikiranku benar-benar terfokus pada Putra Mahkota. Rasa cemasku, membuatku tidak merasakan lelah dan sakit yang sebenarnya tubuhku rasa. Dengan sedikit tertatih, aku berlalu menuju pavilion. Choe Yeong menghela nafas panjang, dia masih memperhatikanku dari kejauhan.

            Choe Yeong berniat pergi ke balai pengobatan istana untuk mengambil beberapa obat yang akan dia gunakan untuk mengobatiku. Namun langkahnya tertunda, saat menoleh ke arah dimana Xiao Yuer dan 7 pendekar wanita tulip kuning masih menunggu dengan cemas. Choe Yeong mengubah arah langkahnya, untuk menghampiri mereka lebih dulu. 

Choe Yeong: “Kalian masih disini?” (Tersenyum).

Nyonya Nara: “Tentu saja, kami semua cemas dengan keadaan Putra Mahkota. Kami langsung kesini saat mendengar kabar, Yang Mulia terkena racun.”

Xiao Yuer: “Apa racunnya menyebar dengan cepat? Tabib istana bisa mengatasinya? Yang Mulia akan pulih kan?”

Choe Yeong: “Semua dalam kendali, berkat adikmu, Tuan Yuer. Untung saja, adikmu memiliki penawar racunnya, dan aku sudah memberikan pada Yang Mulia, kondisi Putra Mahkota mulai membaik sekarang. Yang Mulia, sudah melewati masa kritisnya.” (Menepuk Bahu Yuer).

            “Syukurlaaahh.”, ucap semua orang bersamaan. Mereka benar-benar bisa bernafas lega pada akhirnya.

Choe Yeong: “Raja sudah menyiapkan tempat istirahat untuk kalian semua, kalian bisa bermalam di istana. Terlalu berbahaya, jika kalian kembali ke rumah di hari yang sudah gelap.”

Nyonya Nara: “Sepertinya aku tetap harus pulang, suamiku di rumah sendirian. Dia terlalu payah dalam hal bela diri, keunggulannya adalah memasak.” (Tertawa kecil). “Aku tidak bisa meninggalkannya seorang diri, hatiku tidak tenang.” (Tersenyum).

Bada: “Aku dan pendekar tulip kuning yang lain, akan mengawal guru. Kami juga harus pulang.”

Choe Yeong: “Baiklah kalau keputusan kalian begitu, aku harap kalian tetap waspada. Musuh masih berkeliaran di luar sana. Terimakasih untuk bantuan dan kerja keras kalian hari ini.” (Memberi hormat pada semua pendekar wanita tulip kuning).

Nyonya Nara: “Kamu terlalu sungkan Tuan Choe, ini sudah bagian dari tugas kami. Putra Mahkota sudah banyak berjasa, jika bukan karena Putra Mahkota mungkin aku dan suamiku sudah tiada hari ini, karena dieksekusi.” (Mengenang jasa Putra Mahkota).

            Alasan Namgil dan nyonya Nara keluar dari istana karena tuduhan yang diberikan pada mereka. Dulu ada kasus menggemparkan di istana, Ratu hampir saja tiada karena racun pada makanannya. Waktu itu, Namgil lah kepala dapur yang bertanggung jawab atas makanan yang dihidangkan pada Ratu. Membuatnya menjadi tersangka utama, sedangkan selama proses pemulihan Ratu, nyonya Nara adalah salah satu tabib yang menangani.

            Beberapa hari setelah kejadian Ratu diracuni, Ratu berangsur membaik, namun tiba-tiba saja kondisi Ratu memburuk lagi. Hal itu membuat nyonya Nara ikut tertuduh ingin mencelakai Ratu, semua orang berpikir Namgil dan nyonya Nara berkomplot. Amarah Raja, membuat Raja buta dengan fakta, Raja mudah terkena hasutan dan mengabaikan proses pencarian kebenaran serta bukti-bukti yang seharusnya diselidiki lebih lanjut.

            Putra Mahkota memohon kepada Raja, agar kasus tentang Ratu yang diracuni dilimpahkan padanya. Biar dia yang menyelidiki dan mengusut tuntas, Raja memberikan izin pada akhirnya. Selama Putra Mahkota mengawal penyelidikan, banyak bukti-bukti baru yang dia temukan, bukti yang membuktikan bahkan Namgil dan nyonya Nara tidak bersalah. Justru semua bukti itu mengarah pada Selir Agung, ibunda dari Pangeran Taeguk. Namgil dan nyonya Nara, dibebaskan dari hukuman, namun keduanya tetap memutuskan meninggalkan istana, mereka ingin memulai hidup yang baru.

            Selir Agung mendapatkan hukuman, jabatan Selirnya dicabut, dia diasingkan. Apa yang dialami oleh ibundanya, membuat Pangeran Taeguk semakin membenci Putra Mahkota.

Nyonya Nara: “Mungkin aku tidak pantas mengatakan ini, tapi Putra Mahkota sudah seperti putraku sendiri, aku sangat menyayanginya.” (Meneteskan air mata).

Choe Yeong: “Nyonya Nara pantas mengatakan hal itu, aku selalu diberada di samping Yang Mulia. Jadi aku tau, Yang Mulia juga menyayangimu.” (Tersenyum).

Nyonya Nara: “Aku rasa, aku akan mampir ke kediaman Ratu sebelum pulang. Pasti saat ini, jiwanya sangat terguncang, mengetahui kondisi putra semata wayangnya.” (Menyeka air mata).

Choe Yeong: “Uhum, tolong tenangkan Ratu.”

Nyonya Nara: “Kalau begitu, aku dan murid-muridku pamit dulu.” (Memberi hormat kepada Choe Yeong dan Xiao Yuer).

            Choe Yeong dan Xiao Yuer membungkuk membalas salam hormat 7 pendekar wanita tulip kuning. 7 wanita itu pun pergi meninggalkan kediaman Putra Mahkota menuju ke kediaman Ratu.

Xiao Yuer: “Sepertinya, aku juga harus pergi. Aku harus kembali ke camp Mongol, untuk melaporkan kejadian ini pada ayahku. Aku akan meminta bantuan pada ayah, untuk mengirim pasukan kami, jika Taeguk berniat melakukan serangan susulan pemberontakan.”

Choe Yeong: “Kamu yakin? Ayahmu mau ikut turun tangan dalam problem internal kerajaan kami?”

Xiao Yuer: “Aku tidak tau, aku juga tidak bisa menjanjikan apapun. Tapi yang aku tau, ayah sangat menyayangi Noguk. Adikku sangat mencintai Putra Mahkota, bahkan aku baru melihat sisi lain darinya. Adikku yang manis dan manja, memiliki sisi pemberani dan keras kepala untuk melindungi pria yang dia cinta. Jadi, aku dan ayah ingin mendukungnya… itu saja. Kebahagiaan Noguk kami, yang utama.” (Menarik nafas panjang). “Choe Yeong, selama adikku di istana ini. Jaga dia untukku.” (Tersenyum).

Choe Yeong: “Kamu bisa mengandalkan ku.” (Mengangguk). “Kamu mau aku siapkan pengawalan? Aku akan meminta beberapa prajurit kerajaan kami mengantarmu sampai camp.” (Memberi penawaran).

Xiao Yuer: “Tidak perlu, aku akan kembali ke pasar lebih dulu. Aku mau mengecek sesuatu, apakah dayangku masih bersembunyi ketakutan disana, atau sudah pulang. Aku pergi dulu, sampai bertemu lagi di pesta pernikahan Putra Mahkota.” (Memberi salam dan berlalu pergi).

Choe Yeong: “Sampai bertemu lagi, teman!” (Membungkuk membalas salam).

            Xiao Yuer tersenyum saat Choe Yeong menyebutnya teman, mereka saling tersenyum dan melambaikan tangan satu sama lain. “Aku harus segera menemui Noguk, gadis itu pasti sudah menunggu lama.”, gumam Choe Yeong sambil bergegas menuju balai pengobatan. 



            Dengan membawa kotak berisi dedaunan dari tumbuhan obat yang sudah ditumbuk, Choe Yeong berjalan menghampiriku di pavilion.

Choe Yeong: “Tuan Putri, kamu tertidur?” (Mencolek pipiku saat melihatku berbaring dengan mata terpejam). “Putri Noguk, kamu benar-benar tidur kan? Bukan Pingsan?” (Berubah menjadi cemas karena aku tidak kunjung membuka mata).

Aku: “Kenapa kamu berisik sekali? Aku hanya memejamkan mata sebentar karena lelah dan mengantuk.” (Masih dengan mata yang terpejam).

Choe Yeong: “Kamu seharusnya menyahut dari tadi! Membuatku cemas saja!” (Mengomel).

Aku: “Choe Yeong… kamu sedang mengomeliku?!” (Menatap tajam Choe Yeong).

Choe Yeong: “Maafkan hamba Tuan Putri, hamba tidak bermaksud.” (Menahan kesal).

Aku: “Bagus, aku maafkan. Jangan berani mengomeliku lagi, aku akan mengadukanmu pada Putra Mahkota nanti.” (Mengancam dengan kekanakan).

Choe Yeong: “Kamu tidak perlu mengancamku seperti itu, berikan tanganmu, aku akan mengobati lukamu.”

Aku: “Pelan-pelan saja, ternyata lukanya terasa perih.” (Bangun dari baring, duduk di samping Choe Yeong dan memberikan tanganku yang terluka). “Andai kekuatan supranaturalku sebagai Byeol masih ada, pasti aku bisa menyembuhkan luka sendiri, sembuh tanpa bekas.” (Bergumam tanpa sadar).

Choe Yeong: “Kekuatan supranatural apa yang kamu bicarakan?” (Menahan tawa).

Aku: “Oh…! Bukan apa-apa, aku hanya asal bicara, berandai punya kekuatan supranatural.” (Mencari-cari alasan).

Choe Yeong: “Apa itu tema bukumu yang baru, membuat cerita tentang wanita Goryeo pemberani dan memiliki kekuatan supranatural?” (Tertawa kecil, masih sambil mengobatiku).

Aku: “Darimana kamu tau aku seorang penulis?”

Choe Yeong: “Aku tau karena Putra Mahkota adalah penggemarmu. Beberapa buku cerita kamu buat, Putra Mahkota memiliki koleksinya.” (Menatapku dan tersenyum). 

Aku: “Benarkah? Choe Yeong, kamu terlihat sangat dekat dengan Putra Mahkota. Kamu sudah bekerja lama untuknya?”

Choe Yeong: “Kami lebih akrab dari yang terlihat. Hubungan kami bukan sekedar antara Putra Mahkota dan pengawalnya, tapi hubungan kami sudah seperti saudara. Kami tumbuh bersama.”

Aku: “Bolehkah aku mendengar kisahmu dan Putra Mahkota?” (Tersenyum, semakin bersemangat mendengarkan).

Choe Yeong: “Uhum aku akan menceritakannya. Aku dan Putra Mahkota…” (Mulai menceritakan kisah mereka berdua).

            Penghuni istana sempat meragukan kemampuan Gongmin untuk mewarisi tahta dan menjadi Putra Mahkota, karena sedari kecil, Taeguk lah yang tampak lebih pintar saat mengikuti pembelajaran istana. Hampir semua aspek, Taeguk lebih unggul, selain akademi, dalam hal militer pun Taeguk terlihat lebih menguasainya. Kecerdasan Taeguk diatas rata-rata, benar-benar berbanding jauh dengan Gongmin, yang harus membaca berulang-ulang baru memahami. Harus berlatih berulang-ulang untuk bisa menguasai sesuatu hal yang baru.

            Kelebihan pada diri Gongmin adalah ketekunannya, sedangkan Taeguk cenderung meremehkan sesuatu dan over percaya diri, karakter arogan dari Taeguk menjadi satu-satunya kekurangan yang dia miliki. Saat usia Gongmin memasuki 15 tahun dan Taeguk 16 tahun, Taeguk enggan jika kelas berkuda, dan kelas bela dirinya, harus berlatih bersama Gongmin, dia merasa kalau Gongmin hanya menghambatnya.

            Gongmin muda sedih, abangnya menjauhinya, padahal Gongmin tidak pernah berpikir akan mengambil tahta, dia tidak terlalu memperdulikannya. Sampailah pada keputusan, Raja mencarikan teman belajar untuk Gongmin, agar dia tidak merasa jenuh. Choe Yeong lah yang terpilih, Choe Yeong anak salah satu bangsawan yang cukup popular karena bakat bela dirinya yang luar biasa. Meski masih muda, Choe Yeong sangat tertarik dengan strategi perang dan hal lain terkait dengan militer. Sejak saat itulah, Putra Mahkota Gongmin dan Choe Yeong menjadi dekat satu sama lain, mereka sering menghabiskan waktu bersama-sama, baik untuk belajar akademi istana, ataupun belajar bela diri, memanah, serta berkuda.

            Hanya Choe Yeong yang memahami Gongmin dengan baik, hanya Choe Yeong juga yang mengetahui bakat lain dari sahabatnya itu. Gongmin memiliki bakat seni kaligrafi, yang selama ini dia sembunyikan dari orang lain, termasuk Raja dan Ratu. Selain memiliki tulisan tangan yang indah, Gongmin juga pandai dalam hal melukis. Beberapa kali Gongmin mengajak Choe Yeong keluar istana diam-diam untuk membeli perlengkapan melukis.

            Ada sebuah rahasia yang mungkin hanya Choe Yeong, yang mengetahuinya. Gongmin memiliki nama samara yang dia gunakan untuk identitasnya sebagai pelukis, Nae Sang yang artinya kegembiraan batin, itulah nama yang dia pilih. Lukisan karya Gongmin sangat dicari dipasaran, bahkan banyak orang berlomba-lomba mendapatkannya, membuat harganya cukup mahal, lukisan Nae Sang banyak menjadi perbincangan di tengah para pejabat. Banyak pejabat saling menghadiahkan lukisan Nae Sang, sebagai hadiah kehormatan.

Aku: “Waaahh aku tidak menyangka, jadi Nae Sang adalah Putra Mahkota?” (Terkejut penuh kekaguman).

Choe Yeong: “Kamu semakin mengagumi calon suami mu sekarang?” (Menggodaku).

Aku: “Semakin tau banyak hal tentangnya, memang dia tampak semakin mengagumkan, dia juga memiliki kharismanya sendiri.” (Tersipu). “Tapi Choe Yeong, kamu tidak takut dia akan membunuhmu?! Kamu baru menceritakan rahasianya padaku.” (Membalas menggoda Choe Yeong).

Choe Yeong: “Seharusnya kamu melindungiku bukan? Aku sudah menceritakan padamu, aku hanya ingin membuat skor kalian sama. Jadi, Tuan Putri tolong lindungi aku jika Putra Mahkota berniat membunuhku.” (Tertawa kecil).

            Aku menghela nafasku tanpa menjawab ucapan terakhir Choe Yeong, tiba-tiba saja pikiranku terbang ke arah lain. Aku masih mempertanyakan bagaimana perasaanku sebenarnya, mengingat moment manis yang aku lalui bersama Dong Min di masa depan, disini… di tempat ini… di waktu ini… aku sedang menghabiskan waktu bersama diri lama Dong Min. Senyuman manis Choe Yeong yang aku lihat, perhatiannya yang menghangatkan hati, tidak heran jika Dong Min juga memiliki senyum manis serta kehangatan yang sama. Rasanya seperti sedang bersama orang yang sama tapi di dimensi yang berbeda.

Choe Yeong: “Tuan Putri, kenapa menatapku seperti itu?” (Melirikku, masih sambil mengobati lukaku).

Aku: “Senyumanmu semanis anak anjing.” (Berucap tanpa sadar).

Choe Yeong: “Anak anjing? Apa aku semanis itu? Kalau aku anak anjing dan kamu tuan pemiliknya, seumur hidupku aku hanya akan setia pada satu tuan. Hanya padamu, Putri Noguk. Menghiburmu dengan kelucuanku, kemudian melindungimu, tidak jauh darimu sedikit pun. Kamu harus sabar menghadapi anak anjing sepertiku, aku akan manja padamu.” (Tersenyum).

            Jawaban Choe Yeong, mengingatkan aku pada jawaban Dong Min saat itu. Apakah di masa depan, aku merasa familiar dengan jawaban Dong Min, karena di kehidupan lamaku, Choe Yeong pernah mengatakan hal serupa, tepatnya dihari ini?

Choe Yeong: “Kamu menangis? Apa aku terlalu keras menekan lukamu? Rasanya sakit? Maafkan aku, aku akan mengobati dengan lebih lembut.” (Cemas saat melihatku meneteskan air mata sambil menatapnya). 

Aku: “Uhum, perih! Lebih berhati-hatilah saat mengobati.” (Mengiyakan untuk menutupi alasan sebenarnya). “Choe Yeong.” (Panggilku).

Choe Yeong: “Uhum ada apa?”

Aku: “Aku suka kamu bersikap tidak formal padaku, rasanya lebih nyaman.”

Choe Yeong: “Benarkah? Aku akan bersikap seperti ini, saat tidak ada orang lain. Bagaimana pun, kamu akan menikah dengan Putra Mahkota, aku harus menghormatimu. Di depan orang lain, aku harus bersikap sebagai pengawal istana.”

Aku: “Baiklah.” (Mengangguk).

Choe Yeong: “Kamu kecewa?”

Aku: “Tidak, aku memahaminya.” (Tersenyum).

Choe Yeong: “Baguslah, kita teman sekarang?” (Tersenyum).

Aku: “Uhum teman… ah benar, tentang ucapanmu menyamakan skor antara aku dan Putra Mahkota, apa maksudmu?”

Choe Yeong: “Mmm, aku bingung bagaimana cara menjelaskannya dan harus cerita dari mana. Yang Mulia, tau rahasiamu. Hari itu, saat kami pergi membeli alat melukis, kami ada pergi ke sebuah toko buku juga sebelum kembali ke istana…” (Mencoba mengingat, mulai bercerita).

            Ternyata moment Putra Mahkota dan aku bertemu di kios pernak pernik giok, yang aku pikir adalah moment kami bertemu untuk kali pertama, tidak sepenuhnya benar. Jauh sebelum itu, Putra Mahkota beberapa kali melihatku, lebih tepatnya seperti mengamati dari kejauhan. Putra Mahkota juga meminta Choe Yeong untuk mencari informasi tentang siapa diriku.

            Semua berawal dari kebiasaan Yang Mulia yang mudah jenuh saat belajar, dibalik ketekunannya, dia butuh refreshing dengan melakukan hal yang dia sukai, barulah dia dapat kembali fokus belajar. Disisi lain, Yang Mulia tidak bisa sesukanya melukis, apalagi jika itu masih jam belajarnya. Hal itu membuat Choe Yeong mendapatkan ide, untuk memberikan novel pada Putra Mahkota, dia berharap Yang Mulia bisa sedikit terhibur membaca kisah novel yang ringan dan menyegarkan, disela kegiatannya membaca buku pembelajaran akademi istana. Putra Mahkota sering membaca novel di saat jam belajar, berpura-pura itu adalah buku pembelajaran yang sedang di bacanya.

Aku: “Novel?” (Mengerutkan kening).

Choe Yeong: “Uhum, novel karya Danpung. Kamu mengenalnya bukan?” (Tersenyum).

            Mendengar nama itu, membuatku teringat pada ingatan Noguk yang aku lihat. Danpung adalah nama pena yang digunakan olehnya. Danpung memiliki makna dedaunan berubah warna pada musim gugur, Noguk memilih nama itu karena kisah yang dia tulis kebanyakan tentang perubahan, dia sering mengabadikan moment yang dilaluinya menjadi cerita. Bagi Noguk tidak ada yang abadi dalam kehidupan ini, kecuali perubahan itu sendiri. Menulisnya adalah cara Noguk mengenangnya, dia tidak pernah menduga kalau buku puisi dan novel karyanya, memiliki banyak peminat.

Choe Yeong: “Kamu terdiam sebab merasa tertangkap basah? Kamu tidak perlu cemas, Yang Mulia memutuskan untuk melindungi penyamaranmu. Putra Mahkota mengagumi karya tulismu, Yang Mulia memberikanmu kesempatan untuk melanjutkan bakatmu menulis, bahkan setelah kalian menikah.”

Aku: “Maksudmu… saat kita bertemu di kios pernak pernik giok, Putra Mahkota mengetahui kalau aku adalah Putri Noguk tunangannya?”

Choe Yeong: “Aaa saat itu belum, dia mengenalmu sebagai Danpung saat itu. Yang Mulia baru tau identitas aslimu, saat kalian bertemu di rumah makan Maeum.”

            Percakapan kami terhenti saat ada seorang dayang berlari memberi kabar baik tentang Putra Mahkota yang sadarkan diri. Aku dan Choe Yeong saling menatap, kami tersenyum lega.

Bersambung…

Komentar

  1. Chapternya ngaduk2 perasaan. Sedihnya ada, manisnya ada, terharunya ada 🥺

    BalasHapus
  2. Setiap orang punya keahlian masing-masing
    ⭐⭐⭐⭐⭐

    BalasHapus
  3. ⭐⭐⭐⭐⭐

    BalasHapus
  4. kangen bgt novel ini update, tapi tetap sabar sampai habis lebaran, pokoknya setia menunggu authornya yang hiat 🤗

    BalasHapus
  5. thor masing nunggu kelanjutannya, jangan lama2 hiatnya hiiiksss

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer