Langsung ke konten utama

Unggulan

KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (25 - CHAPTER TERAKHIR)

Dua Masa Satu Pilihan   Suara burung menyelinap lewat celah jendela yang sedikit terbuka. Cuitannya berkicau riang di kejauhan, seperti bisikan lembut dari dunia yang lama ku tinggalkan, memanggilku kembali dengan hangat. Aku membuka mata perlahan. Bukan halaman istana yang sunyi penuh reruntuhan dan sisa pertempuran, bukan langit kelabu Goryeo yang muram. Yang ku lihat pertama kali adalah langit-langit kamarku, terbuat dari panel kayu berwarna cokelat madu dengan ukiran tipis yang rapi, dipadu dengan cahaya lembut dari lampu tersembunyi. Pancaran cahayanya membalut ruangan dalam keheningan yang menenangkan.  Jantungku masih berdegup kencang, keringat dingin membasahi pelipis. Aku mengenakan piyama tidurku, kain lembut yang begitu asing jika dibandingkan dengan hanbok yang biasa ku pakai selama di masa lalu. Seketika aku terduduk di atas ranjang, nafasku terengah. Aku bisa merasakan luka, perih, air mata, dan kehangatan terakhir dari Xiao Yuer di pangkuanku. Tanganku gem...

KENANGAN RASI BINTANG BIDUK (5)


 

  Dua Sisi

            Terdengar suara telephone rumahku berbunyi dengan nyaringnya, salah satu pelayan arwah berusaha mengangkatnya tapi beberapa kali gagal karena tembus dari genggamannya.

Aku: “Kamu arwah baru itu? Kekuatanmu terlalu lemah, coba lebih fokus lagi, kumpulkan lebih besar tekad dan keinginanmu untuk menyentuh benda di depanmu!” (Ucapku tanpa menoleh).

Dong Min: “Kenapa dia terlihat paling lemah dari pelayan hantu lainnya?” (Memperhatikan pelayan arwah yang mencoba mengangkat telephone).

Aku: “Dia hanya belum terbiasa dengan kematiannya. Dia baru saja meninggal 1 bulan yang lalu, karena sebuah kecelakaan lalu lintas.”

Dong Min: “Oh begitu, dengan kata lain dia penghuni baru disini. Mmm dia harus banyak belajar dari para senior hantu di rumah ini.” (Mengangguk-angguk mendengar jawabanku).

Aku: “Lama kematian pelayan arwah disini tidaklah sama, ada yang sudah meninggal puluhan tahun, ada yang baru meninggal belum lama ini, arwah paling senior disini adalah Mr. In Pyo dan Mrs. Bomi. Lama kematian mereka 80 tahun lalu, mereka memiliki sisa waktu 20 tahun lagi untuk naik ke akhirat.”

Dong Min: “Apa yang membuat mereka tidak segera naik ke akhirat? Mereka berdua terlihat tenang tanpa kegelisahan ataupun dendam, urusan dunia apa yang menahan mereka tetap disini?”

Aku: “Akulah alasan mereka tetap tinggal disini, urusan dunia mereka sudah lama terselesaikan, tapi tetap saja mereka terus menunda berangkat ke akhirat, mereka ingin tetap melayaniku dan menemaniku, sampai batas waktu mereka benar-benar habis. Mereka selalu mengatakan padaku, kalau aku seperti putri kecil bagi mereka.” (Membersihkan mulut dengan tisu setelah menghabiskan sarapanku).

Dong Min: “Kamu memang semanis itu, lihat saja Mr. In Pyo dan Mrs. Bomi pun berat berpisah denganmu.” (Menatapku sambil tersenyum).

Aku: “Kamu sedang merayuku dengan kalimat manismu?” (Menyeringai).

Dong Min: “Kenapa? Apa kalimatku membuatmu berdebar?” (Menggodaku). “Nona Byeol, lihat itu! Pelayan hantu yang baru, akhirnya bisa mengangkat telephonenya!” (Lanjutnya, ketika kembali menoleh mengamati pelayan arwah).

            Spontan aku menoleh, ikut mengamati pelayan arwah, saat melihat Dong Min berseru. Aku menanyakan kepada pelayan arwah, siapa yang menelpon? Pelayan arwah menyebutkan bahwa yang menelpon adalah Ling Ling. Mendengar nama itu, aku segera meninggalkan meja makan, menghampiri pelayan arwah untuk meminta telephonenya, serta meminta pelayan arwah kembali bekerja.

Aku: “Halo, Ling Ling” (Sapaku kepada seseorang diseberang telephone).

Ling Ling: “Mama, kenapa lama sekali mengangkat telephone dariku?!” (Mengomel).

Aku: “Sekali lagi kamu panggil aku mama, akan aku matikan telephonenya!” (Tidak kalah mengomel).

Ling Ling: “Baiklah, temperamenmu sungguh tidak ada perubahan dalam 5 tahun ini. Masih saja menakutkan, apakah kamu sama sekali tidak merindukan aku? Aku sudah di Korea sekarang, aku pulang… bisakah kamu menyuruh seseorang menjemputku di bandara?”

Aku: “Tunggu saja dalam 5-10 menit, aku akan mengirim supir kantor untuk menjemputmu. Pulang lah ke rumah kita yang ada di Seoul, kabari aku jika kamu sudah sampai rumah. Nanti aku akan berteleportasi kesana.”

Ling Ling: “Tapi aku ingin pulang ke Namwon.” (Sedikit merengek).

Aku: “Kita bisa berteleportasi bersama untuk kembali ke Namwon, berhentilah bersikap seperti anak kecil, kamu sudah 31 tahun sekarang!” (Mendecak).

Ling Ling: “Jadi mama akan menjemputku? I’m so happy, love you mama.” (Ucapnya dengan nada manja, dan dengan cepat dia mengakhiri telephone).

Aku: “Ling Ling!!! Heiiii Ling… aaarrggghh anak ini.” (Kesal setelah tau telephone sudah terputus).

            Dong Min yang sedari tadi memperhatikan ku, berusaha menahan tawanya, aku semakin kesal dibuatnya saat melihat ekspresi Dong Min seperti itu. Aku menatap tajam ke arah Dong Min sembari meletakkan kembali gagang telephone. Dong Min menyadari kalau aku semakin kesal, dia menutup mulutnya dengan kedua tangannya, kemudian berpura-pura melihat ke arah lain. Tidak mau bertambah kesal, aku berlalu meninggalkan ruang makan menuju ruang tengah. Aku membanting tubuhku ke sofa, melihat ada remote tv disampingku, aku mengambilnya dan mulai menekan tombolnya untuk menyalakan tv.

            Tidak lama, Dong Min menghampiriku untuk membujukku agar tidak kesal lagi, dia berusaha menghiburku. Dia duduk disampingku, mengatakan hal-hal manis padaku, atau sesekali dia mengatakan lelucon yang membuatku hampir tertawa, tapi tentu saja aku menahannya, aku ingin tunjukkan kalau tidaklah mudah membujukku. Sampai pada saat dia mencubit kedua pipiku, dan memberiku kecupan di pipi, membuatku harus mengaku kalah. Aku tidak bisa menahan senyumku, aku tidak bisa menyembunyikan ekspresi tersipuku.

Dong Min: “Akhirnya… nona Byeol yang manis kembali tersenyum.” (Masih memegang pipiku dengan kedua tangannya).

Aku: “Bukankah itu curang? Siapa yang mengizinkan kamu mengecup pipiku?” (Menggenggam tangan Dong Min).

Dong Min: “Aku tidak memiliki pilihan lain, aku tidak suka kamu membisu karena kesal padaku. Saat marah atau kesal padaku, lebih baik kamu mengomeliku, kamu membentakku, jangan diamkan aku.” (Memeluk pinggangku, membawaku untuk bersandar padanya).

            Sejak hadirnya Dong Min di sisiku, aku menyadari ada yang berubah pada diriku sendiri, aku tidak pernah merasa senyaman ini dengan manusia manapun. Tapi Dong Min berbeda, bersamanya aku merasakan kenyamanan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya, bersamanya aku merasakan hangatnya kasih sayang yang sudah lama tidak pernah aku dapatkan. Berada dalam pelukannya, rasanya seperti tidak pernah ingin ku melepaskannya.

Dong Min: “Nona Byeol, apakah kamu tertidur?” (Mengusap kepalaku).

Aku: “Mmm tidak, aku sedang fokus menikmati acara tvnya.” (Membalas pelukannya, masih nyaman bersandar pada dada Dong Min).

Dong Min: “Kamu terdiam begitu lama, aku pikir kamu tertidur karena terlalu nyaman dalam pelukanku.” (Mencoba menggodaku).

Aku: “Memang nyaman dalam pelukanmu, jadi jangan berani coba-coba beranjak dari tempat dudukmu atau meninggalkan aku! Meski tanganmu atau tubuhmu kram, tetaplah pada posisimu, ini perintah.” (Mendongakkan kepala, menatap Dong Min).

Dong Min: “Perintahmu diterima, dan akan aku laksanakan. Lagipula posisi ini juga sangat nyaman untukku, aku suka dipeluk olehmu seperti sekarang, jadi berapa lama pun yang nona Byeol inginkan, aku tidak keberatan.” (Menunduk membalas menatapku).

            Bola mata indah Dong Min selalu memancarkan ketulusan, memberiku keteduhan, saling beradu mata seperti ini dengannya membuatku teringat moment tadi, saat kami berdua berciuman mesra terbawa suasana.

Dong Min: “Nona Byeol, kamu merasa tidak enak badan lagi? Wajahmu memerah, apa kamu demam lagi seperti semalam?” (Memeriksa suhu di keningku).

Aku: “Aku… aku baik-baik saja.” (Sedikit gelagapan saat Dong Min menyadari wajahku tersipu karena membayangkan moment kami berciuman).

Dong Min: “Syukurlah kalau begitu. Aaa nona Byeol, sebenarnya siapa wanita yang menelponmu tadi? Aku mendengar kamu memanggil dia Ling Ling, dan kenapa dia memanggilmu mama?”

Aku: “Dia adalah manusia yang aku besarkan, aku menemukan dia saat masih bayi, karena itu dia memanggilku mama. Tapi aku sungguh tidak menyukai panggilan itu, aku masih tampak muda untuk jadi mama kan?” (Bertanya dengan nada manja).

Dong Min: “Uhum kamu lebih cocok dipanggil dedek.” (Tertawa sambil mencubit pipiku lagi). “Dimana kamu menemukan dia? Dimana orang tuanya? Kenapa kamu yang membesarkannya?” (Kembali bertanya penuh rasa penasaran).

            Aku terdiam sejenak, mencoba mengingat-ingat kejadiaan malam itu. Aku mulai menjawab pertanyaan Dong Min satu persatu dan menceritakan semua hal tentang Ling Ling padanya. Beberapa puluh tahun yang lalu, di malam bulan purnama, aku berjalan seorang diri mencari udara segar sambil membawa buku untuk ku baca. Ladang bunga soba adalah tempat favoritku menikmati kesendirian, ditengah keasikanku membaca, angin seolah memberi tau ku, ada kejadian apa di kejauhan sana. Terdengar jelas suara bayi menangis di telingaku, aku memiliki kemampuan mendengar dan melihat sesuatu meski jaraknya berpuluh-puluh mil dari tempatku berada.

            Ku pejamkan mataku, ku mencoba menerawang darimana suara itu berasal, aku melihat seorang wanita berjalan tergopoh-gopoh memasuki hutan, tanpa menggunakan alas kaki. Ada darah segar mengalir di kakinya, ada bayi perempuan di gendongannya, rambut wanita itu tergerai sedikit berantakan, dia semakin jauh memasuki hutan. Disisi lain aku juga melihat 2 pria menggunakan setelan jas lengkap layaknya seorang bodyguard. “Hei wanita jalang mau lari kemana kamu?!”, ucap salah satu dari 2 pria itu. Mereka berdua sedang mengejar wanita lemah yang aku lihat sebelumnya.

            “Dewaaa, ku mohon selamatkan putriku. Tolong selamatkan bayiku.”, wanita itu berdoa disela tangisnya, dia berusaha berlari menghindari 2 pria yang mengejarnya. Awalnya aku tidak terlalu peduli, aku memutuskan untuk tidak ikut campur ke dalam urusan mereka. Ku menghela nafas, perlahan membuka mataku, ku kembali fokus membaca buku di hadapanku. Meski aku sudah mencoba untuk fokus tetap saja suara bayi itu cukup mengganggu. “Kenapa harus aku? Apakah hanya aku dewa di dekat sini? Pasti akan ada dewa lain yang menolong mereka kan? Byeol tenang lah, kamu tidak perlu kesana berurusan dengan manusia-manusia itu.”, aku bergumam berdebat dengan diri sendiri.

            Sampai akhirnya terdengar suara tembakan, membuatku tidak tahan lagi, aku berteleportasi ke tempat dimana wanita itu bersama dengan bayinya berada. Sesampainya disana aku melihat wanita itu terjatuh dan memiliki luka tembak di perutnya, dengan perut yang terluka, dia tetap berusaha menopang badannya, posisinya terduduk lemah, merintih kesakitan tapi masih menenangkan bayinya yang menangis dipelukannya. Seperti tidak puas setelah menembak satu kali, 2 pria itu berniat menembaknya untuk kedua kalinya, dengan gerakan cepat aku berdiri menghadang, melindungi wanita itu.

Bodyguard A: “Siapa kamu?! Kamu cari mati dengan berdiri disana? Cepat minggir atau aku akan menembakmu juga!!!” (Mengancamku).

Aku: “Siapa aku? Apakah itu penting? Jika kalian berdua mau menembak wanita ini, tembak dulu aku! Pistol mainan seperti itu, tidak akan bisa melukai ku.” (Menyeringai).

Bodyguard A: “Kamu tidak kalah jalangnya dengan wanita yang kamu lindungi, jadi rasakan ini!” (Menarik pelatuk pistol miliknya).

            Aku tertawa terbahak melihat ekspresi kedua bodyguard itu kebingungan, aku mengubah pistol di tangannya menjadi pistol air mainan.

Bodyguard B: “Siapa kamu sebenarnya?!” (Mulai ketakutan).

Bodyguard A: “Kami hanya menjalankan perintah boss kami, kenapa kamu mengganggu kami menjalankan misi? Kami tidak pernah memiliki urusan denganmu.”

Aku: “Aku juga tidak tau kenapa aku ingin sekali terlibat dalam permasalahan ini, sepertinya karena aku bosan, jadi ingin bermain-main dengan kalian.” (Tersenyum).

            “Nona Byeol, apa yang kamu lakukan disini?”, terdengar suara memanggilku. Saat aku menoleh ke kanan, dimana suara itu berasal, ternyata ada Jeoseung Saja duduk bersantai sambil memainkan pena di tangannya.

Aku: “Sudah berapa lama kamu disana?” (Mengerutkan kening).

Jeoseung Saja: “Daritadi aku disini, kamu tidak melihatku karena terlalu asik bermain dengan 2 brengsek ini.” (Menunjuk ke arah 2 bodyguard di depanku).

Aku: “Apa yang kamu lakukan disana? Kamu diam saja tidak melakukan apapun, saat melihat wanita ini ditindas oleh mereka?!”

Jeoseung Saja: “Astagaaa… siapa yang sedang bicara sekarang? Sejak kapan kamu memiliki hati nurani terhadap manusia? Lagipula aku bukan malaikat pelindung. Nona Byeol, aku malaikat maut, kamu sudah tau dengan jelas apa tugasku kan? Aku hanya bertugas membimbing arwah ke akhirat, bukan menyelamatkan manusia.” (Mendecak dan tersenyum masam).

Aku: “Tunggu dulu! Maksudmu, kamu disini untuk bertugas? Apakah arwah yang tercatat dalam buku kematianmu adalah wanita ini dan bayinya?”

            Jeoseung Saja hanya mengangguk sambil tersenyum, dia menunjukkan nama yang tertulis pada buku catatan kematian miliknya.

Aku: “Aaarrggghh, ini artinya aku sia-sia berada disini?! Seharusnya aku tidak terpancing dan menikmati me time dengan novel kesayanganku.” (Kesal).

Bodyguard A: “Hei wanita jalang dan aneh, apa kamu mulai gila? Kamu bicara dengan siapa?!” (Kebingungan).

            Tentu saja mereka bingung, karena hanya aku yang bisa melihat keberadaan Jeoseung Saja disana.

Jeoseung Saja: “Lihatlah calon korbanmu memanggilmu jalang, dia sungguh cari mati bukan?!” (Tertawa).

Aku: “Kamu menertawakanku? Mari kita bernegosiasi, aku tidak suka waktuku terbuang sia-sia, jadi akan aku buat kedatanganku, membuahkan hasil. Aku ingin menukarkan jiwa, bawalah 2 manusia brengsek ini ke neraka, beraninya memanggil seorang dewa dengan sebutan jalang!” (Menatap tajam ke arah 2 bodyguard).

Jeoseung Saja: “Bertemu denganmu saat bertugas seperti sebuah kesialan abadi, aku harus begadang membuat laporan tentang perubahan catatan kematian. Tapi aku mulai menyukai ini, selalu ada pertunjukan menarik untuk ku lihat, jadi ini sepadan. Kamu akan membunuh 2 brengsek itu? Untuk menyelamatkan ibu dan anak?”

            “Bawa lah aku juga pergi ke akhirat, tuan Jeoseung Saja. Tapi selamatkan bayiku, nona muda bisakah aku menitipkan anakku padamu? Aku takut anakku malu saat besar nanti, memiliki ibu seorang wanita simpanan sepertiku. Ketakutanku tidak diterima putriku sendiri, rasanya lebih baik aku mati, mereka berdua yang mengejarku dan ingin membunuhku adalah bodyguard dari ayah anakku. Laki-laki yang aku cintai menginginkan aku dan anak kami dilenyapkan, lalu apa artinya aku terus hidup? Aku sudah tidak tahan lagi dengan kehidupan yang kejam ini. Dia lebih memilih uang dan kekuasaan, karena jika dia memilihku, dia akan kehilangan semua, karena itu dia memilih untuk melenyapkan aku.”, ucap wanita itu sambil merintih kesakitan.

            Aku terdiam mendengarkan kisah wanita yang ingin ku selamatkan, ternyata dia justru ingin meninggalkan dunia ini. Manusia sungguh sulit ditebak apa maunya.

Jeoseung Saja: “Kamu dengar itu nona Byeol? Dia tidak bisa melihatku, tapi minta dibawa olehku. Aku penasaran bagaimana keputusanmu?” (Tertawa).

Aku: “Ini lebih merepotkan dari dugaanku, dia memintaku merawat anaknya? Manusia cenderung besar kepala dan tamak saat diberi kesempatan, dia pikir dia siapa?! Tapi aku lebih kesal dengan 2 brengsek di depanku, mereka menyebutku jalang, anggap saja aku berbaik hati malam ini. Aku akan tetap membunuh keduanya, satu jiwa aku tukar dengan jiwa bayi itu, dan satu jiwa lainnya untuk membayar hutangku. Aku berhutang satu jiwa seorang pemuda kan? Actor yang aku selamatkan karena hampir terbunuh oleh sasaengnya. Dia koma hampir 4 bulan, setelah ku bayar hutangku, jangan tahan jiwanya lagi, kembalikan pada raganya! Mengerti?!”

Jeoseung Saja: “Tenang saja, jiwa pemuda itu ada di tempat yang indah. Dia hanya akan merasa bermimpi panjang setelah terbangun dari komanya. Oke deal, jiwa dua brengsek itu ditukar dengan jiwa bayi ini dan actor yang kamu selamatkan, sedangkan aku akan tetap membawa jiwa wanita ini bersamaku.” (Mengangguk setuju).

            Aku hanya ikut mengangguk, memberi tanda aku pun setuju dengan negosiasi kami malam ini. Aku meminta bayi perempuan yang semula ada dalam pelukan ibunya, aku mulai menggendongnya. Tidak lama setelah bayi perempuan itu berpindah ke pelukan ku, Jeoseung Saja memanggil nama wanita itu 3 kali, membuat jiwanya keluar dari raganya. Sedangkan aku mengeluarkan sihirku, untuk membunuh kedua bodyguard dengan cara mencekik leher tanpa menyentuh, tubuh keduanya terbang ke udara, bahkan tulang leher mereka patah, dan mereka merasakan sakit luar biasa.

Aku: “Ini rasa sakit yang dirasakan oleh korban-korban kalian sebelumnya, yang kalian bunuh dan renggut paksa nyawanya. Bagaimana rasanya seorang pembunuh berdarah dingin, mati mengenaskan karena dibunuh?! (Berteriak membentak).

            Aku hempaskan raga mereka berdua ke tanah. Jeoseung Saja memperhatikan buku catatan kematian miliknya, nama dalam buku itu berubah dengan sendirinya, bahkan jiwa yang harus dibawa olehnya bertambah satu. Nama kedua bodyguard itu ada di sana, bersama dengan nama wanita yang ingin ku selamatkan sebelumnya, sedangkan jiwa bayi terhapus dari catatan buku kematian.

            Dong Min yang mendengarkan kisahku menunjukkan ekspresi yang sulit diartikan, tapi dia mendengarkan dengan seksama dari awal sampai aku selesai bercerita.

Aku: “Kenapa ekspresimu seperti itu?” (Mencubit perut Dong Min).

Dong Min: “Kamu membuatku merinding, aku bisa membayangkan betapa menyeramkannya kamu saat itu.”

Aku: “Menyeramkan? Kamu takut padaku sekarang?”

Dong Min: “Tidak, aku tidak takut padamu. Justru aku lebih ingin melindungimu, kamu sering menantang bahaya seperti itu selama ini? Bagaimana kalau jumlah mereka lebih banyak? Membawa pasukan puluhan orang? Bagaimana kalau mereka melukaimu? Itu yang ada dalam kepalaku, jadi aku akan lebih menjagamu dan selalu ada disisimu.” (Mengecup keningku).

Aku: “Benarkah? Baiklah aku akan mengingat janjimu dan menagihnya saat kamu mulai ingkar.” (Kembali memeluk Dong Min erat).

Dong Min: “Ini yang hatiku inginkan, aku sudah mengetahui dua sisi dalam dirimu, Byeol yang manis dan Byeol yang mungkin sedikit menakutkan bagi orang lain, tapi tidak untukku, aku tetap ingin disamping kamu, bagaimanapun kamu. Mmm… dan soal bayi itu, jadi bayi perempuan yang kamu selamatkan malam itu adalah Ling Ling?”

Aku: “Uhum bayi itu Ling Ling, aku membesarkannya dan sekarang dia tumbuh menjadi wanita cantik yang bisa aku andalkan. Aku menjadikan dia manager di perusahaanku.” (Penuh rasa bangga).

Dong Min: “Kamu menunjukkan sisi keibuanmu sekarang, kamu seperti membanggakan anakmu sendiri.” (Tertawa kecil). “Tapi sejak kapan kamu memiliki perusahaan? Perusahaan apa, kenapa baru memberi tauku?” (Lanjutnya).

Aku: “Aku memiliki perusahaan cukup bergengsi di Seoul, jika waktunya sudah tepat, aku akan membawa kamu melihatnya. Kita akan pergi ke Seoul Bersama.” (Tersenyum).

            Terdengar suara telephone rumah kembali berdering, Ling Ling kembali menelpon mengabarkan dia sudah sampai di rumah Seoul. Tidak lama setelah panggilan telephone berakhir, aku berpamitan pada Dong Min untuk pergi sebentar ke Seoul dan akan segera pulang nanti. Untuk kali pertama Dong Min melihatku berteleportasi, aku menghilang dari pandangannya begitu saja.

Bersambung…

Komentar

  1. Tau novel ini dari temen, dan waktu temen kirim link blogger kak milee, ku langsung otw. Baca marathon bab 1-5 seru bangettt, ngga berasa aja tau2 habis, ditunggu bab 6 nya, serius ini bikin penasaran parah (●'◡'●)ノ♥

    BalasHapus
  2. awal ketemu akun ka milee di ig, berakhir dengan candu novel ini. semangat ka, terus berkarya, i love it(^∀^)

    BalasHapus
  3. help merinding gila di part byeol nolong si bayik, badas woaaahhhhh ❤️‍🔥

    BalasHapus
  4. makin makiiiiinn jadi aja ini kelanjutannya, gue like alurnya thor

    BalasHapus
  5. Just wanna say, gokil ini novel seru. Love you author, lanjutkan karya lo

    BalasHapus
  6. Waaa kerenn kk milee😍
    Di chapter ini, ada rasa salting, ada rasa seruu jugaa. Pokoknya kerennn. Semangat kk❤️

    BalasHapus
  7. damage byeol no kaleng2, badaaasssss 🔥🔥🔥

    BalasHapus
  8. Manisnya byeol hanya untuk dong min, karena dong min pawangnya acie cieee

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer